JAKARTA - Peningkatan status Badan Narkotika Nasional (BNN) menjadi Lembaga setingkat Kementerian saat ini masih menjadi wacana yang sedang dipertimbangkan. Demikian jelas Menteri Pendayagunaaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi di Jakarta, Selasa (15/03).
"Sebagai Menteri PANRB, saya bukannya tidak setuju atas usulan penguatan BNN menjadi selevel kementerian. Tapi negara kita sudah memiliki UU Narkotika yang mengatur BNN sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian. Jadi saat ini Kementerian PANRB sedang mengkaji urgensi untuk mengubah status BNN ataupun UU tersebut," jelas Yuddy menanggapi pemberitaan sebuah harian, Selasa 15 Maret yang memuat bahwa Menteri Yuddy tidak setuju usulan BNN sekelas Menteri.
Yuddy membenarkan bahwa Indonesia saat ini sedang kondisi darurat narkoba, oleh karena itu Yuddy lebih mengedepankan rencana kerjasama integrasi antar lembaga dan instansi untuk mendukung BNN dalam meningkatkan kinerjanya membasmi peredaran narkoba di Indonesia. "Yang paling penting saat ini adalah bagaimana agar BNN dapat di-improve agar memiliki anggaran yang cukup, fasilitas yang memadai, SDM yang berkompeten, serta dapat melakukan kerjasama lintas instansi untuk meningkatkan performa BNN dalam pemberantasan penyalahgunaan narkoba di Indonesia," ujar Yuddy.
Menteri sependapat bahwa hal ini tentunya sangat memerlukan atensi dan dukungan bukan hanya dari kementerian lain, tapi juga dari DPR selaku legislatif dan masyarakat untuk dapat melakukan pengawasan peredaran narkoba.
Sesuai UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 64 ayat 2, dinyatakan bahwa BNN merupakan lembaga pemerintah non kementerian yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggungjawab kepada Presiden. Sedangkan dalam pasal 70 UU yang sama, yang menjabarkan soal tugas BNN, pada poin (c), dinyatakan, BNN berkoordinasi dengan Kepala Polri dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
Menteri Yuddy menjelaskan bahwa saat ini BNN saat ini dibawah koordinasi Kapolri. Jika posisi BNN dinilai lebih tepat diposisikan di bawah koordinasi Menkopolhukam, maka Kementerian PANRB juga akan mempertimbangkan opsi tersebut. Namun Yuddy juga menegaskan bahwa Presiden memiliki hak prerogatif untuk menaikkan status sebuah lembaga untuk menjadi setingkat kementerian. “Apabila Presiden sudah menginstruksikan, Kementerian PANRB akan melaksanakan perintah tersebut,” imbuhnya.
Yuddy menambahkan, pihaknya sangat mengapresiasi kinerja BNN, yang baru-baru ini telah berhasil menangkap tangan seorang Bupati yang mengkonsumsi narkoba. "Pemberantasan penyalahgunaan narkoba di Indonesia tidak pandang bulu. Aparatur negara yang terduga mengkonsumsi narkoba apalagi sampai tertangkap basah, harus segera dinonaktifkan," tegas Yuddy.
Hal ini menjadi pelajaran bagi seluruh pejabat dan aparatur negara. Bagi yang ketahuan memakai narkoba akan langsung diberikan sanksi disiplin berupa pemecatan. Kepala daerah, pimpinan instansi, serta para aparatur negara merupakan pengayom masyarakat. “Tidak pantas kalau seorang pengguna narkoba berada dalam roda pemerintahan. Bagaimana mungkin mewujudkan clean and good governance serta memberikan pelayanan yang baik untuk masyarakat kalau untuk kebaikan dan kesehatan dirinya sendiri saja dia tidak bisa handle," sergah Menteri yang juga Guru Besar Universitas Nasional Jakarta ini.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB Rini Widyantini menjelaskan, berdasarkan UU Narkotika BNN diatur secara tegas sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK). Dengan demikian maka semua pengaturan terkait dengan kelembagaan untuk LPNK berlaku pada BNN.
Menurut Rini, jika BNN akan ditingkatkan menjadi setingkat kementerian maka diperlukan kajian mendalam. Ia memahami bahwa narkotika merupakan persoalan yang jauh lebih buruk dari persoalan korupsi, dan terkait dengan kelembagaan maka penguatan BNN menjadi suatu yang strategis utk dilakukan. “Hanya saja, penguatan seperti apa yang harus kita lakukan harus clear karena dalam organisasi terdapat bisnis proses, anggaran dan sumber daya manusia," jelas Rini.
Rini menambahkan, UU No.39/2008 tentang Kementerian Negara membatasi jumlah kementerian sampai 34. Berdasarkan kasus yang sama pada BNPB, BKPM serta Lemhannas, Kepala LPNK tersebut setingkat Menteri. Dalam hal ini, yang berubah hanyalah yang berkaitan dengan hak keuangan dan fasilitas Kepala lembaga tersebut menjadi setingkat menteri. Dalam hal ini, tidak berdampak kepada organisasi, sebab lembaganya tetap LPNK, bukan Kementerian.
Hal ini pun bisa berlaku pada untuk BNN. Jika akan ditingkatkan menjadi setingkat menteri, maka hanya berlaku pada Kepala BNN saja. Sebab secara kelembagaan kembali pada UU Narkotika yang secara tegas menyatakan bahwa BNN adalah LPNK.
Rini juga mengatakan, mengubah suatu LPNK menjadi Kementerian tidak berbanding lurus dengan akan meningkatnya anggaran, karena banyak LPNK yang mempunyai anggaran lebih besar daripada kementerian. Hal itu juga tidak berbanding lurus dengan berhasil tidaknya pemberantasan penyalahgunaan narkotika, tanpa dibangun program inovatif yang mendorong perbaikan cara-cara pencegahan, pemberantasan dan kerja sama baik dengan instansi terkait maupun dengan masyarakat, pungkas Rini. (ajg/HUMAS MENPANRB)