Pin It

Kasus Korupsi Pegawai Pajak

wamenpanrb-JAKARTA – Untuk meminimalisir terjadinya penyalahgunaan wewenang di lingkungan Ditjen Pajak, perlu diterapkan metode tanggung renteng unit kerja di instansi tersebut, atas pelanggaran yang dilakukan oleh  salah satu pegawainya. Selain itu, peran aparat pengawas internal pemerintah perlu diperkuat, selain penegakan disiplin pegawai.

Demikian antara lain dikatakan Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Eko Prasojo, Minggu (14/04). Hal ini perlu disampaikan, menyusul pernyataan sebelumnya yang menyatakan bahwa reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan belum efektif mengatasi kolusi, korupsi dan nepotisme korupsi (KKN).  

Kalau tanggung renteng diterapkan, maka atasan langsung pegawai yang tertangkap atau yang terbukti melakukan  korupsi harus ikut bertanggungjawab. “Seorang Kepala Kantor Pajak sampai Direktur, harus bertanggungjawab atas pelanggaran yang dilakukan anak buahnya. Pejabat tersebut diberikan catatan merah dalam kariri jabatannya. Kalau perlu dicopot dari jabatannya,” ujar Wamen. Ditambahkan, sanksi juga perlu diberikan terhadap seluruh pegawai di unit kerja tersebut, misalnya dengan penundaan kenaikan pangkat.

Namun sebaliknya, reward juga perlu dilakukan terhadap pegawai di unit kerja yang memiliki prestasi atau kinerja istimewa. Misalnya, dalam tiga tahun berturut-turut kinerjanya memenuhi target yang telah ditetapkan, dan tidak ada pelanggaran oleh individu pegawainya. Para pegawai di unit kerja tersebut pantas dan sebaiknya diberikan bonus dan kenaikan pangkat istimewa. Sedangkan Direktur atau Kepala Kantor diprioritaskan untuk mendapat promosi  jabatan.

Menurut Eko Prasojo, untuk mewujudkan gagasan tersebut dapat dibuat system yang berlaku secara internal. Hal ini tidak hanya untuk Ditjen Pajak atau Kementerian Keuangan, tetapi bisa saja diterapkan di kementerian atau lembaga lain, khususnya yang sudah menerima tunjangan kinerja.

Ditambahkan, langkah tersebut sejalan dengan kebijakan reformasi birokrasi di bidang SDM aparatur, untuk membawa birokrasi dari zona nyaman (comfort zone) ke zona kompetitif.  Penerapan reward and punishment yang konsisten  harus dilaksanakan dalam reformsi birokrasi. “Organisasi yang satu harus berkompetisi dengan organisasi lain. Demikian juga kinerja individual, harus memiliki indicator yang jelas sebagai dasar dalam penilaian untuk menentukn jenis hukuman dan penghargaannya,” tambah Wamen.

Guru Besar UI ini juga mengakui bahwa peran whistleblower di Kementerian Keuangan sudah berjalan baik, dan telah berhasil mengungkap berbagai penyalahgunaan wewenang sejumlah pegawainya. Langkah itu harus dilanjutkan untuk membersihkan birokrasi di Ditjen Pajak, serta memberikan efek jera.

Namun demikian, Eko Prasojo menilai langkah-langkah itu masih harus dibarengi dengan tindakan yang lebih konkret, khususnya dalam bidang pengawasan. Dalam hal ini, peran aparat pengawas internal pemerintah  (APIP) harus terus diperkuat, guna mengawasi perilaku individu pegawai Ditjen Pajak.

Secara kelembagaan,   di Ditjen Pajak sebenarnya sudah ada Direktur Kepatuhan, yang diharapkan bisa mengawasi dan menjaga seluruh pegawai tidak saja melaksanakan tugas dan fungsinya secara disiplin, tetapi harus lebih berintegritas. (HUMAS MENPANRB)