Menteri PANRB Rini Widyantini saat berfoto bersama salah satu peserta Seminar dan Talkshow Pelayanan Publik Inklusif Ramah Kelompok Rentan di Jakarta, Selasa (03/12).
JAKARTA - Membangun ekosistem pelayanan publik yang inklusif dan ramah kelompok rentan adalah tugas dan kewajiban setiap penyelenggara pelayanan publik. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini menyebutkan hal tersebut harus diupayakan bersama secara kolaboratif dan lintas sektoral, termasuk keterlibatan kelompok rentan dalam perumusan kebijakan.
“Partisipasi dan keterlibatan masyarakat khususnya kelompok rentan akan memberikan perspektif baru kepada pemerintah untuk menghasilkan cara-cara baru dan inovatif serta inklusif untuk menjangkau seluruh masyarakat dengan berbagai keragaman dan kebutuhannya,” ujar Menteri Rini dalam Seminar dan Talkshow Pelayanan Publik Inklusif Ramah Kelompok Rentan, yang bertajuk “Mewujudkan Ekosistem Pelayanan Publik Inklusif dan Berdampak, di Jakarta, Selasa (03/12).
Lebih lanjut Menteri Rini mengatakan bahwa dalam membangun ekosistem pelayanan publik inklusif dan ramah kelompok rentan, penyelenggara pelayanan publik harus membuka akses terhadap semua layanan. Seperti akses terhadap layanan pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, administrasi kependudukan, layanan transportasi, akses terhadap informasi, dan layanan perbankan.
“Kita akan membuka akses yang seluas-luasnya kepada kelompok ramah kaum rentan, dengan ekosistem ini pelayanan publik dilihat sebagai enabler yang memungkinkan setiap individu dapat merasakan dan menikmati hasil pembangunan secara setara bagi semua orang,” ungkapnya.
Adapun penyelenggaraan pelayanan publik yang inklusif dan non-diskriminatif ini merupakan amanat konstitusi Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pasal 28H ayat (2), Undang-Undang No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta Undang-Undang Nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik.
Sebagai pembina penyelenggaraan pelayanan publik nasional, lanjut Menteri Rini, Kementerian PANRB mengambil peran penting dan strategis untuk merumuskan kebijakan yang memastikan terbangunnya sistem-sistem pelayanan publik yang berkualitas dan inklusif. Selain itu, Kementerian PANRB juga mendorong terjalinnya kolaborasi aktif antara pemerintah dengan komunitas dan organisasi pemerhati kelompok rentan dalam proses-proses perencanaan, implementasi, hingga evaluasi penyelenggaraan pelayanan.
“Yang paling penting adalah mendorong kolaborasi antar-pihak. Mari kita berkolaborasi. Hari ini saya berkolaborasi dengan Kementerian PPPA, Kemenko PMK, rumah sakit, Kementerian Pendudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN, tentunya kita mengharapkan adanya sebuah ekosistem layanan publik yang lebih inklusif," jelasnya.
Menteri Rini menjelaskan, dalam pembangunan ekosistem pelayanan publik yang inklusif, penyelenggara pelayanan publik wajib memastikan berbagai aspek aksesibilitas pelayanan publik. Ada lima aspek yang ditegaskan Menteri Rini, pertama yakni aspek kebijakan dan komitmen pimpinan. Dikatakan, aspek tersebut memastikan pelayanan publik yang disediakan memenuhi kebutuhan kelompok rentan serta memandu dan mendorong implementasi praktik yang inklusif dan aksesibel.
“Kalau tidak ada komitmen pimpinan, ini tidak akan jalan. Jadi mari Bapak/Ibu dari instansi pemerintah, kita bahu-membahu membangun komitmen bersama untuk bisa membangun ekosistem pelayanan publik inklusif dan ramah kelompok rentan ini agar bisa terwujud,” tutur Menteri Rini.
Kedua, aspek aksesibilitas fisik. Hal ini mencakup desain bangunan, fasilitas, dan infrastruktur dengan prinsip desain universal yang memungkinkan kelompok rentan dengan hambatan mobilitas dan disabilitas lainnya dapat mengakses dan menggunakan pelayanan dengan nyaman. Selanjutnya, aspek aksesibilitas komunikasi dan informasi, yang memastikan tersedianya informasi yang dapat diakses dalam berbagai format dengan menerapkan prinsip desain universal, serta teknologi dan alat bantu yang mendukung kelompok rentan dalam berkomunikasi.
Kemudian, aspek akomodasi yang layak. Aspek ini merupakan penyediaan layanan dan fasilitas tambahan yang diperlukan untuk memastikan kelompok rentan dapat mengakses dan menggunakan layanan secara efektif dan efisien sesuai preferensi dan kebutuhannya. Terakhir, aspek sumber daya manusia, yaitu SDM yang memiliki pengetahuan dan keterampilan memadai untuk memberikan pelayanan publik yang sensitif terhadap kebutuhan kelompok rentan.
Terkait aspek SDM, Menteri Rini menyampaikan bahwa di tahun 2024, pemerintah membuka kesempatan bagi disabilitas untuk bergabung menjadi ASN. Dijelaskan, selain membutuhkan talenta digital, juga dibutuhkan talenta yang responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan kelompok rentan.
“Kami sudah memberikan afirmasi untuk disabilitas untuk bisa ikut serta menjadi ASN sebanyak dua persen, jadi Bapak/Ibu yang memang ingin ikut serta membangun negeri menjadi ASN, kita sudah memberikan afirmasi di dalam formasi ASN,” jelasnya.
Menteri Rini menyebutkan, aksesibilitas merupakan prasyarat utama bagi kelompok rentan untuk dapat berpartisipasi sebagai anggota masyarakat pada umumnya. Tidak hanya bersifat fisik, seperti lingkungan yang bebas hambatan dan transportasi yang mudah, tetapi juga meliputi aspek non-fisik seperti sikap ramah dan penerimaan akan keberadaan secara wajar dan meniadakan diskriminasi dan stigmatisasi.
Lanjutnya dikatakan, secara bersama, baik pemerintah maupun masyarakat harus memiliki paradigma atau cara pandang bahwa kelompok rentan khususnya penyandang disabilitas memiliki hak dan kesempatan yang sama, termasuk aksesibilitas dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini tentunya harus diperhatikan dan dijamin oleh pemerintah dalam berbagai kebijakan yang dikeluarkan.
Menteri Rini juga mendorong sinergitas dan koordinasi yang baik antara semua pihak. Apresiasi juga disampaikannya atas upaya yang telah dilakukan untuk mewujudkan pelayanan publik yang aksesibel dan dapat dinikmati oleh masyarakat.
“Kami mendorong terus agar para penyelenggara pelayanan publik terus berinovasi, dan secara aktif melibatkan masyarakat dan khususnya para pemerhati kelompok rentan dan organisasi penyandang disabilitas untuk bersama-sama merumuskan dan merencanakan kebijakan yang inklusif serta melakukan evaluasi secara sistematis dan terukur untuk memastikan dampak positif yang dirasakan,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Veronica Tan menjadi salah satu pemateri. Veronica mendorong agar kaum perempuan, atau siapapun, dan juga difabel untuk tetap menjadi diri sendiri dan tetap memberdayakan diri. Kedua, bagi orang tua khususnya seorang ibu, ia berpesan agar terus memberi pengaruh yang positif dimanapun lingkungannya. Ia juga menegaskan, sebagai bagian dari pemerintah dirinya akan terus mendukung kebijakan pembangunan yang inklusif.
“Kalau di lingkungan pemerintah, saya juga mau terus bergerak memberikan pengaruh yang positif walaupun secara birokrasi, saya juga sadar itu tidak gampang. Tapi selama kita punya hati, seberapa pencapaian itu bukan urusan kita, tapi selama kita memberikan hati kita dengan hati nurani yang sesungguhnya saya yakin pasti akan mudah,” pungkasnya. (fik/HUMAS MENPANRB)