Pemaparan proses penelitian dan temuan lukisan tertua di gua kapur Leang Karampuang, Maros/ foto: BRIN
Jakarta, InfoPublik – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memaparkan hasil temuan lukisan tertua di Indonesia yang berada di gua kapur Leang Karampuang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, hingga terpublikasian dalam Kajian “Seni Gua Narasi di Indonesia 51.200 Tahun Lalu” di jurnal Nature.
Pemaparan tersebut disampaikan dalam konferensi pers oleh tim penelitian kerja sama antara Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Griffith University dan Southern Cross University di Ruang JIRAP, Gedung B.J. Habibie, Lantai 3, Jl. MH.Thamrin Jakarta, Kamis (4/7/2024).
Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko dalam sambutan konferensi pers tersebut menyampaikan bahwa keberhasilan penemuan lukisan tertua di Maros tersebut adalah sebuah capaian yang sangat membanggakan, karena para peneliti yang saling berkolaborasi itu dapat melakukan penelitian yang menghasilkan temuan lukisan dari 51.200 tahun yang lalu, dan bahkan sampai terpublikasi pada jurnal internasional.
“Tentu ini merupakan kebanggan bagi kita semua, tidak hanya kita di BRIN tapi juga bagi Masyarakat Indonesia, bahwa kita telah mengeksplorasi, melalui proses ekskavasi yang pajang sehingga membuktikan bahwa ada seni dinding di dalam gua yang sudah berusia dipastikan 51.200 tahun,” ujar Laksana Tri Handoko.
Ia sangat mengapresiasi tim gabungan penelitian yang melakukan eksplorasi itu, karena pihaknya juga sedang menggencarkan secara besar-besaran terkait aktivitas ekskavai. Laksana mengatakan bahwa telah direncanakan akan fokus pada dua Lokasi untuk meneliti arkeologi prasejarah di Indonesia, yakni di Bumiayu dan Bongal. Temuan itu juga menjadi edukasi bagi para generasi muda arkeolog untuk dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas jurusan arkeolog di perguruan tinggi di Indonesia, yang saat ini baru ada enam.
Ketua tim penelitian temuan lukisan tertua di Indonesia sekaligus peneliti BRIN, Adhi Agus Oktaviana menjelaskan secara detail prose penelitian tersebut sampai bisa menghasilkan temuan yang luar biasa hingga terpublikasi pada jurnal Internasional.
Adhi menyampaikan bahwa hasil temuannya tersebut per 3 Juli 2024 pukul 10:00 WIB telah terpublikasikan di jurnal internasional Nature, yang berkolaborasi dengan berbagai pihak seperti Griffith University, Southern Cross University, Universitas Hasanuddin, Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) dan Pemerintah Kabupaten Maros.
“Kolaborasi ini sudah berlangsung kurang lebih 10 tahun, mungkin dimulai sekitar 2011-an, dan publikasinya di 2014,” ujar Oktaviana.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa penemuan lukisan Leang Karampaung itu telah berumur setidaknya 51.200 tahun yang lalu. Penemuan itu memiliki implikasi penting terkait pemahaman asa-usul senin, terlebih Oktaviana merupakan ahli seni cadas BRIN.
Dalam paparanya, Oktavian menunjukan kepada publik terkait proses eksplorasi penemuan lukisan di dalam gua tersebut. Terdapat batuan yang tumbuh di atas pigmen warna, dan lukisan tersebut menampilkan adegan sosok yang diinterpretasikan sebagai therianthropes atau setengah manusia setengah hewan. “Kita bisa lihat, batuan yang tumbuh di atas pigmen warna, jadi si penggambar, artisnya 44 ribu tahun yang lalu mereka menggambar, baru mungkin beberapa ribu tahun itu tumbuh lagi. Nah tumbuhnya itu bisa ada flowstone gitu jadi vertical, makin keluar itu makin muda umurnya,” ujarnya.
Selain bentuk yang diinterpretasikan sebagai therianthropes, Oktavian juga menunjukan hasil temuan lukisan yang memperlihatkan babi dan anoa.
Ahli arkeolog di Griffith Centre for Social and Cultural Research (GCSCR), Profesor Maxime Abert, turut memaparkan terkait metode analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut. Profesor Arbet mengembangkan metode analisis LA-U-series untuk menghasilkan data yang lebih akurat, mampu mendeteksi umur lapisan kalsium karbonat dengan sangat rinci hingga mendekati masa pembuatan lukisan tersebut.
“Metode yang dikembangkan ini menggunakan Teknik LA-U Series yang bisa memberikan keakuratan data yang tinggi, karena metode tersbut mampu mendeteksi lapisan kalsium karbonat,” ujar Profesor Abert.
Pada kesempatan tersebut, BRIN menjalin kolaborasi dengan Google Arts & Culture, yang diwakili oleh Manager Hubungan Pemerintahan dan Kebijakan Publik Google Indonesia, Ariana Santoso. Kolaborasi itu bertujuan untuk memberikan gambaran secara langsung melalui bantuan teknologi, sehingga dapat melihat Lokasi di dalam gua. Bahkan, Google Arts & Culture juga dapat memberikan animasi yang mensimulasikan pada ribuan tahun lalu, para manusia prasejarah melukis di dinding gua. Tak lupa hadir secara virtual yakni Bupati Maros, Chaidir Syam yang memberikan sapaan serta ucapan terima kasih yang membanggakan karena diwilayahnya terdapat bukti arkeolog prasejarah yang paling tua di Indonesia, yang berhasil diteliti dan ditemukan oleh tim peneliti dari berbagai pihak. Hal itu ia sampaikan juga sebagai hadiah untuk Kabupaten Maros yang sedang merayakan hari jadinya ke-65.