JAKARTA - Gubernur Kalimantan Utara Dr H Irianto Lambrie mengatakan persoalan krisis listrik yang terjadi di Kaltara menjadi fokus perhatian utama untuk segera dicarikan solusi yang terbaik. Salah satu upaya agar krisis kelistrikan bisa ada solusi secara berkelanjutan dengan mengundang Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said untuk datang ke provinsi termuda ini.
Hal ini dalam rangka menunjukkan potensi alam yang melimpah dan hendaknya mampu dimanfaatkan sebagai salah satu sumber energi bagi kepentingan masyarakat Kaltara. Sebab, melimpahnya sumber daya alam dinilai gubernur dapat memberikan solusi untuk memecahkan krisis listrik. Jika itu termanfaatkan, visi misi menjadikan provinsi Kaltara sebagai lumbung energi nasional tidak menjadi keniscayaan melainkan kenyataan.
Potensi sumber daya alam yang dimiliki Kaltara, antara lain sumber daya air yang begitu melimpah. Tidak hanya itu, daerah yang mempunyai batas darat sepanjang 1034 km ini juga memiliki potensi alam batubara dan cadangan gas yang cukup banyak.
“Kita memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup besar, dan ini harus kita manfaatkan sebaik mungkin agar krisis listrik yang melanda Kaltara bisa segera teratasi,” ujar Irianto saat bertemu dengan Menteri ESDM beberapa waktu lalu. Gubernur mengundang Menteri ESDM ke Kaltara, untuk melihat potensi alam yang bisa dimanfaatkan sebagai energi terutama pemenuhan kebutuhan listrik.
Pemanfaatan sumberdaya alam tersebut, bahkan membuat Presiden RI Joko Widodo tertarik hadir ke Kaltara untuk meletakkan batu pertama bendungan PLTA tersebut bulan Oktober mendatang.
“Insya Allah, di bulan Oktober mendatang Bapak Presiden akan datang meletakkan batu pertama bendungan di Peso,” ujar Irianto.
Bahkan presiden telah memanggil investor yang bersangkutan untuk pembangunan PLTA yaitu PT China Power Investment (CPI) ke Bali dan Jakarta beberapa waktu lalu. “Bendungan tahap I akan menghasilkan daya listrik sebanyak 660 megawatt (MW) dari total 6.080 MW listrik yang bisa dihasilkan dari lima bendungan yang direncanakan. Sehingga jika itu terwujud, maka akan PLTA pertama terbesar di Indonesia,” jelas Irianto.
Pembangunan PLTA dilaksanakan lima tahap. Proyek akan dikerjakan PT Kayan Hidro Energy (KHE) dan menggandeng investor lain seperti China Power Investment (CPI). investasi ditaksir mencapai 20 miliar USD. Gubernur memperikirakan, pembangunan bendungan tahap I diperkirakan akan selesai selama 5-6 tahun ke depan.
Sedangkan bendungan tahap II dan III akan dilakukan secara bersamaan, setelah tahap pertama selesai. Menyusul bendungan tahan IV dan V yang dibangun bersamaan pula. Sehingga total waktu yang dibutuhkan untuk pembangunan PLTA tidak lebih dari 30 tahun.
Dalam pengembangan energi air, pihak swasta akan diberikan peran utama dan penting terutama dalam peningkatan investasi dan penciptaan lapangan kerja, sedangkan pihak pemerintah akan berfungsi sebagai regulator, fasilitator dan katalisator. Dari sisi regulasi, pemerintah akan melakukan deregulasi (debottlenecking) terhadap regulasi yang menghambat pelaksanaan investasi.
Selain potensi air, batubara juga memiliki potensi yang sama. Bahkan dengan menggunakan teknologi, batubara dengan kalori rendah dapat ditingkatkan. Tentu saja, dapat memberikan nilai tambah terdapat nilai jual batubara karena diminati oleh pasar internasional.
“Dengan sistem upgrading, kalori batubara yang tadinya 3.100 kkal ditingkatkan menjadi 4.200 kkal. Rencananya berproduksi dengan input batubara 1,2 juta ton per tahun dan output-nya akan mendapatkan 1 juta ton per tahun,” sebut Irianto.
Kelebihannya diantaranya harga produksi lebih murah dibandingkan dengan biaya produksi rata-rata minyak bumi yang berlaku di dunia saat ini serta batubara cair dapat dipergunakan sebagai bahan pengganti bahan bakar pesawat jet, mesin diesel, serta bensin dan bahan bakar minyak biasa.
“Teknologi pengolahannya juga ramah lingkungan. Termasuk batu bara juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif. Penggunaan batubara pada industri kecil yang paling cocok adalah dalam bentuk briket,” jelasnya.
Di wilayah Rangau, Tanah Kuning, Bulungan, terdapat potensi batubara sebesar 600 juta ton. Gubernur menyarankan, PT PKN yang memiliki Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan pengusaha lokal yang memiliki Izin Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk melakukan pembicaraan dengan baik perihal tumpang tindih yang terjadi.
Keduanya diharapkan melakukan negosiasi yang menguntungkan semua pihak termasuk masyarakat. Dengan potensi tersebut, direncanakan mampu dikembangkan menjadi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) sebesar 400 megawatt yang bisa menyuplai ke kawasan industri di Tanah Kuning.
“Jika dapat direalisasikan, dampak positif akan dirasakan oleh masyarakat salah satunya tercipta lapangan pekerjaan,” jelasnya.
Potensi lainnya yang cukup menjanjikan adalah melimpah ruahnya gas di Kaltara. Informasi yang diterima dari PT Pertamina, di wilayah Sei Menggaris di Kabupaten Nunukan, lanjut Gubernur telah siap memproduksi gas sekitar 30 MMFSCS dengan jangka ketahanan yang cukup lama. Hanya saja untuk ketahanan ketersediaan gas juga tergantung pada kondisi sumur yang ada. “Masing-masing sumur kan berbeda karakter,” ujarnya.
Artinya, pemerintah di Kaltara bisa lebih memanfaatkan SDA di Kaltara. Pasalnya, baik buruknya penghasilan di suatu daerah juga ditentukan dari cara pengelohan dan cara pemerintah setempat untuk memaksimalkan SDA yang ada. (hmsprov)