Deputi Bidang Materi Komunikasi dan Informasi Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office-PCO) Isra Ramli (kedua dari kanan) di Acara Monitoring dan Evaluasi Piloting Gerakan Bersama Desa dan Kelurahan Siaga TB, di Kantor Kepala Desa Sukadami, Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, Senin (14/7/2025). Foto: Istimewa
Jakarta, InfoPublik - Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) Kementerian Kesehatan periode Januari hingga Juni 2025 mencatat kejadian TB di Kabupaten Bekasi mencapai 6.580 kasus. Di antaranya terdapat 818 kasus yang menimpa anak-anak (usia 0-14 tahun). Secara keseluruhan, 105 pasien TB ternyata juga HIV Positif.
Di balik tingginya kasus TB dan HIV, sebagai wilayah yang banyak bertumbuh kawasan industri, Kabupaten Bekasi juga rentan eksploitasi perempuan dan anak.
“Program prioritas pemerintah di sektor kesehatan seperti eliminasi TB harus terintegrasi dengan upaya perlindungan perempuan dan anak,” ujar Deputi Bidang Materi Komunikasi dan Informasi Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office-PCO) Isra Ramli, Senin (14/7/2025).
Hal tersebut ia ungkapkan di sela-sela Acara Monitoring dan Evaluasi Piloting Gerakan Bersama Desa dan Kelurahan Siaga TB, di Kantor Kepala Desa Sukadami, Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi.
Menurut Isra, SITB sebagai sistem pelaporan dan pencatatan kasus TB secara elektronik, telah membuka kotak pandora kasus HIV. Ia meyakini, sebagai kawasan industri, kasus HIV berhubungan erat dengan rasio jumlah pendatang dengan penduduk asli yang hampir sebanding.
Dugaan tersebut diperkuat dengan laporan dari salah satu unsur pimpinan di tingkat kecamatan yang mengakui di wilayahnya masih marak peristiwa kriminal dengan perempuan dan anak sebagai korban. “Baru-baru ini, kami mengamankan dua remaja yang terjebak praktik prostitusi. Keduanya berlatar belakang dari keluarga dengan ekonomi kurang mampu,” kata aparat dari Kantor Kecamatan Cikarang Selatan.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Veronica Tan mengaku prihatin atas informasi kurang berdayanya perempuan di sejumlah wilayah.
Veronica menduga salah satu penyebab adalah masih belum adanya kesadaran masyarakat akan kesetaraan gender. Semisal masih ada anggapan remaja putri harus cepat-cepat dinikahkan. “Saya dengar di sini masih banyak pernikahan di bawah umur,” katanya.
Padahal, pernikahan di bawah umur sering kali berakhir pada perceraian, sehingga banyak mereka yang masih muda-muda itu kemudian terjebak salah pergaulan. Akibat kondisi ekonomi yang buruk, tak sedikit dari mereka menjadi korban kekerasan seksual, eksploitasi, perdagangan orang, dan praktik kriminal lainnya.
Wamen PPPA yakin, bila perempuan dilibatkan dalam berbagai kesempatan untuk berdaya, mereka akan mampu menunjukkan perannya. “Perempuan adalah pilar sosial, jika mereka diberi ruang, hasilnya luar biasa. Di Desa Sukadami ini adalah bukti konkret pemberdayaan perempuan berjalan dalam mendukung program layanan kesehatan,” katanya.
Ia memastikan perempuan dan anak Indonesia memiliki ruang perlindungan dari pemerintah. Peran ibu-ibu akan selalu ada dalam berbagai kegiatan, termasuk dalam program Desa Siaga TB ini. ”Saya yakin perempuan akan bergerak, sepanjang mereka difasilitasi. Kementerian PPPA akan supportfully,” tegas Veronica.
Sebelumnya, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono berharap peran ibu-ibu yang selama ini menjadi kader kesehatan di desa dapat lebih dioptimalkan dalam menyukseskan program pemerintah mengeliminasi TB. Ia menegaskan tugas kader adalah memverifikasi ke rumah-rumah warga berdasarkan riwayat kesehatan dari rumah sakit.
Wamenkes memahami banyak tantangan terkait stigma masyarakat terhadap penderita TB, sehingga mereka tak mau diperiksa. “Ini tantangan kader. Saya yakin ibu-ibu kader bekerja bukan karena insentif, tapi memang terpanggil melayani masyarakat. Tapi kami dari Kemenkes sebenarnya ada dana kalau ibu-ibu bisa mengobati dan mengawasi sampai selesai. Akan ada dana tambahan dari Global Fund,” janji Wamenkes.