Pengembangan panas bumi untuk mendukung transisi energi oleh PT Pertamina Geothermal Energi (PGE) Area Kamojang di Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. ANTARA/HO-PGE/am
Jakarta, InfoPublik - Indonesia memakai cara sendiri sesuai kapabilitas industri dalam negeri, dalam proses menuju nol emisi karbon (net zero emissions/NZE) dan transisi energi.
Hal tersebut disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, melalui keterangan resmi, usao Indonesia Mining Summit 2024 di Jakarta, Rabu (4/12/2024).
Menurut Bahlil, pemerintah setuju dengan agenda dunia untuk mewujudkan nol emisi karbon, namun selama teknologi penerapan proses transisi masih mahal, dan ekonomi dalam negeri belum kuat, Indonesia akan mengedepankan kepentingan domestik.
"Kita setuju dengan global net zero emission, menurunkan emisi rumah kaca, dan program kita adalah 2060 harus kita mencapai net zero emission. Tetapi selama teknologinya masih mahal, dan ekonomi kita belum kuat, kita harus menyesuaikan diri dengan kondisi kita," kata Bahlil.
Bahlil menyatakan pemerintah Indonesia akan menetapkan proses transisi energi dan nol emisi karbon berdasarkan batas kemampuan (baseline) sendiri, bukan mengikuti baseline negara-negara maju.
Oleh karena itu, hingga saat ini dirinya menganggap sektor batu bara masih menjadi energi yang kompetitif, murah, dan bisa menghasilkan produk yang menguntungkan ekonomi Indonesia.
"Perlahan-lahan kita akan masuk pada energi baru terbarukan, tetapi batu bara, sampai dengan hari ini kami masih menganggap sebagai salah satu energi yang cukup kompetitif, murah, dan bisa menghasilkan biaya yang kompetitif untuk menghasilkan produk," ujarnya.
Meski demikian, pelaku usaha di sektor batu bara harus segera melakukan hilirisasi guna meningkatkan nilai tambah domestik.
Sebelumnya ia optimistis bahwa Indonesia bisa memberikan kontribusi besar dalam mewujudkan nol emisi karbon (net zero emissions/NZE) secara global.
Bahlil menegaskan, Indonesia memiliki potensi besar untuk memaksimalkan pemanfaatan energi hijau, dengan sumber daya energi terbarukan yang melimpah.
Indonesia memiliki potensi pengembangan bauran EBT mencapai 3.687 gigawatt, potensi ini terdiri atas pengembangan tenaga air (hidro) sebesar 95 gigawatt, tenaga surya 3.294 gigawatt, bioenergi 57 gigawatt, panas bumi (geotermal) 23 gigawatt, energi bayu atau angin 155 gigawatt, serta potensi elektrifikasi dari laut mencapai 63 gigawatt.
Selain itu, pemerintah telah menetapkan target pengurangan gas rumah kaca (GRK) sesuai Enhanced-Nationally Determined Contribution (E-NDC) yakni sebanyak 912 juta ton CO2 pada 2030.