JAKARTA - Pemerintah meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi Jilid X pada Kamis (11/2) kemarin. Pada intinya, paket kebijakan ini dimaksudkan untuk mendorong peningkatan investasi, baik dari dalam maupun luar negeri dalam rangka percepatan pembangunan, dengan tetap meningkatkan perlindungan bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK).
Dalam paket kebijakan ekonomi jilid X ini, pemerintah melakukan revisi atas Daftar Negatif Investasi (DNI), yang diatur dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Melalui revisi Perpres tersebut, pemerintah menambah 19 bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, ke-19 bidang usaha tersebut tercakup dalam kegiatan jenis usaha jasa bisnis/jasa konsultasi konstruksi yang menggunakan teknologi sederhana/madya dan/atau resiko kecil/sedang dan/atau nilai pekerjaan kurang dari Rp10 miliar.
Selain itu, terdapat 39 bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK diperluas nilai pekerjaanya, dari semula sampai dengan Rp1 miliar menjadi sampai dengan Rp50 miliar. Kegiatan itu mencakup jenis usaha jasa konstruksi, seperti pekerjaan konstruksi untuk bangunan komersial, bangunan sarana kesehatan, dan lain-lain.
Untuk memperluas kegiatan usaha UMKMK, pemerintah juga melakukan reklasifikasi dengan menyederhanakan bidang usaha. Ia mencontohkan, 19 bidang usaha jasa bisnis/jasa konsultasi konstruksi disederhanakan menjadi satu jenis usaha. “Karena itu, jenis/bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK menjadi lebih sederhana, dari 139 menjadi 92 kegiatan usaha,” katanya dalam konferensi pers saat mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi X di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Di sisi lain, pemerintah menambah bidang usaha untuk kemitraan yang ditujukan agar Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) bekerja sama dengan UMKMK. Dari semula 48 bidang usaha, melalui revisi Perpres ini, ada tambahan 62 bidang usaha, sehingga total menjadi 110 bidang usaha.
Selain itu, terdapat 35 bidang usaha yang dikeluarkan dari DNI. Bidang-bidang usaha tersebut antara lain industri crumb rubber; cold storage; pariwisata (restoran; bar; kafe; usaha rekreasi, seni, dan hiburan: gelanggang olah raga); industri perfilman; penyelenggara transaksi perdagangan secara elektronik (market place) yang bernilai Rp100 miliar ke atas; pembentukan lembaga pengujian perangkat telekomunikasi; pengusahaan jalan tol; pengelolaan dan pembuangan sampah yang tidak berbahaya; dan industri bahan baku obat.
Hal penting lainnya adalah hilangnya rekomendasi pada 83 bidang usaha, antara lain hotel (non bintang, bintang satu, bintang dua); motel; usaha rekreasi, seni, dan hiburan; biliar, bowling, dan lapangan golf. Revisi DNI juga membuka 20 bidang usaha untuk asing dengan besaran saham tertentu, yang sebelumnya 100 persen PMDN.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, selain meningkatkan perlindungan terhadap UMKMK, revisi DNI ini juga dilakukan untuk memotong mata rantai pemusatan ekonomi yang selama ini dinikmati oleh kelompok tertentu. Dengan demikian, harga barang dapat ditekan menjadi semakin murah untuk mengantisipasi era persaingan dan kompetisi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).(nv/HUMAS MENPANRB)