SAN FRANSISCO - Sebagai rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN-Amerika Serikat (AS), Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato kunci (keynote speech) pada acara US-ASEAN Business Council (US-ABC) yang dilaksanakan di Ballroom Hotel St. Regis, San Fransisco, California, AS, Rabu, 17 Februari 2016.
Di awal pidatonya, Presiden Jokowi sempat sedikit berkelakar terkait penundaan kunjungannya ke San Fransisco yang seharusnya dilaksanakan Oktober 2015 lalu. Presiden mengatakan, “Walau tergesa-gesa kembali, saat itu saya sampaikan, sebagaimana dikatakan mantan Gubernur California (Arnolzd Schwarzenegger) yang terkenal ‘I’ll be back’. Dan sampailah saya disini”, seraya tersenyum.
Selanjutnya, Presiden menyampaikan bahwa Indonesia cukup berbangga dengan kondisi perekonomiannya saat ini. Saat pasar modal di Cina menurun drastis, saat pasar modal di AS mengalami penurunan, dan saat harga minyak mentah anjlok di pasaran, tapi Rupiah relatif stabil, dan pasar modal Indonesia hanya sedikit mengalami penurunan. Bahkan PDB kuartal IV Indonesia bisa mencapai 5.03%, melampaui prediksi lembaga-lembaga keuangan.
Presiden menyampaikan bahwa ini bisa jadi merupakan buah dari kerja yang telah dilakukan Indonesia, seperti konsolidasi politik, reshuffle kabinet dengan memasukkan lebih banyak teknokrat dan profesional serta membangun infrastruktur. “Secara keseluruhan saya masih optimis, Indonesia telah mencapai tataran stabilisasi ekonomi”, ujar Presiden.
Deregulasi Ekonomi
Akan tetapi Presiden menyatakan bahwa ini semua belum cukup. Masih banyak yang harus dilakukan sebagai langkah pembenahan di Indonesia. Diantaranya adalah penyederhanaan serta pembenahan perijinan, peraturan yang tumpang tindih, termasuk deregulasi Daftar Negatif Investasi. “kami terus melakukan perbaikan, kami terus lakukan reform, yang kami lakukan di Indonesia adalah supply-side reforms”, kata Presiden.
Konsep ini pertama diperkenalkan oleh Ronald Reagan saat menjabat sebagai Gubernur Negara Bagian California yang bersama-sama dengan Perdana Menteri Inggris waktu itu, Margareth Thatcher, memberlakukan deregulasi ekonomi Inggris dan AS. “Saat ini, kita harus memberlakukan kebijakan yang sama di emerging markets, yakni membebaskan bisnis dan industri dari Undang-undang dan peraturan yang berlebihan”, ucap Presiden.
Sejak awal tahun ini, menurut Presiden, perekonomian global mengalami perlambatan. Banyak emerging markets mengalami penurunan. Banyak yang mengkhawatirkan ini akan berdampak pada ekonomi maju. Pada kondisi ini, Presiden menilai bahwa Bank Sentral Dunia memang harus menyediakan likuiditas yang diperlukan oleh dunia. Namun, lanjut Presiden, “Pemerintah dan perusahaan di seluruh dunia tidak boleh menunda tindakan-tindakan nyata dan aksi mendasar”.
Reformasi struktural, investasi jangka panjang yang tidak berfokus pada langkah-langkah jangka pendek yang populis merupakan tindakan yang seharusnya diambil. Dan ini membutuhkan waktu.”Saya yakin tidak ada jalan pintas”, kata Presiden.
Pergeseran Pola Tantangan Ekonomi
Tantangan ekonomi yang dihadapi kini sudah bergeser. Bukan lagi kesalahan pemungutan pajak yang berlebihan. Namun sebaliknya, kebijakan fiskal yang buruk telah menyebabkan negara kehilangan sumber daya yang dibutuhkan untuk investasi masa depan.
Meski demikian, kepemimpinan yang tegas dan jujur tidak boleh berubah. Untuk itu, pada akhir pidatonya, Presiden mengajak untuk melakukan tindakan tegas, jujur, berorientasi jangka panjang, dan siap untuk tidak popular.
US-ABC merupakan forum yang bertujuan untuk mendorong peningkatan hubungan ekonomi dan perdagangan antara AS dengan negara-negara anggota ASEAN. US-ABC dibentuk atas inisiatif dari pemerintah negara-negara ASEAN dalam forum dialog ASEAN-AS tahun 1984. (AD)