Pin It

20170403 risma CSR

Walikota Surabaya Tri Rismaharii merangkul seorang anak yang rentan putus sekolah

 

SURABAYA - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya bersama 26 kampus dan perangkat daerah terkait kembali menggelar acara Campus Social Responbility (CSR). Program yang bertujuan untuk mendampingi anak-anak yang putus dan rentan sekolah agar mereka mau kembali ke bangku pendidikan ini digelar, di Kebon Bibit Wonorejo, Surabaya, Minggu (02/04). 

Program yang kini sudah memasuki tahun keempat ini dibuka oleh Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, dan dihadiri Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Supomo, Direktur Program CSR, Atiyun Najah Indhira beserta adik asuh dan kakak pendamping yang masing masing berjumlah 400 orang.   

Walikota Surabaya, Tri Rismaharini menuturkan program ini dibuat untuk mewadahi anak-anak yang putus dan rentan sekolah dari berbagai macam faktor.  Mulai dari masalah ekonomi, rumah tangga orang tua yang kurang harmonis, lingkungan sekolah yang kurang nyaman bagi anak-anak (bullying) dan pengaruh dari luar sekolah dan keluarga (obat-obat terlarang dan game). 

“Akhirnya mereka bingung harus lari kemana atau cerita ke siapa. Oleh karenanya saya meminta kepada kakak-kakak pendamping (mahasiswa/siswi) yang terlibat agar mampu mengembalikan mereka ke bangku pendidikan sesuai dengan pembekalan yang sudah diterima,” kata Risma di sela-sela acara. 

Risma mengakui, tidak mudah mengembalikan anak-anak tersebut ke bangku pendidikan, sebab selama ini mereka sudah terlanjur berada di zona nyaman. Oleh karena itu dibutuhkan pendampingan secara serius, motivasi, membangun mental agar mereka tidak merasa rendah diri dan membangun kesadaran akan pentingnya pendidikan. “Jika tidak didampingi atau diwadahi seperti ini, bisa menakutkan nasib mereka di kemudian hari,” ungkapnya.  

Kepala Dinas Sosial Supomo menambahkan, dengan adanya program ini jumlah laporan anak yang putus dan rentan sekolah dari kecamatan semakin meningkat dari tahun ke tahun. “Peningkatan ini tidak lepas dari peran mahasiswa yang terus menggalakkan dan membangun komunikasi dengan para orang tua dan pihak sekolah yang tengah menghadapi permasalah anak putus dan rentan sekolah,” tuturnya.

Sementara itu, Direktur Program CSR, Atiyun Najah Indhira juga menjelaskan sebelum terjun ke lapangan untuk bertemu orang tua dan melakukan pendampingan agar anak-anak tersebut mau kembali bersekolah, mahasiswa pendamping diberi pembekalan seperti, teknis pendampingan, manajemen waktu dan parenting (pola pengasuhan anak yang baik). “Tujuannya agar mahasiswa mampu menjelaskan kepada orang tua murid mengenai pentingnya pendidikan serta mau mendorong anaknya agar kembali bersekolah,” ujar wanita berjilbab tersebut.

Ayun atau yang akrab dipanggil Atiyun menambahkan jumlah anak didik dan kakak pengasuh dari tahun ke tahun terus meningkat. Ia mencontohkan di tahun 2016, sebanyak 301 anak yang mengalami putus dan rentan sekolah masing-masing 135 anak mengalami putus sekolah sedangkan rentan putus sekolah sejumlah 166.  “Selama satu tahun masa pendampingan, akhirnya diperoleh 114 anak yang mau kembali bersekolah,” ungkap Ayun.

Buah manis yang dilakukan para mahasiswa selaku pendamping anak putus sekolah diikuti oleh mahasiswa yang lain seperti Aprilia Kartika Wulandiri (19) mahasiswi fakultas Ilmu Sosial dan Politik dari Universitas Hang Tuah Surabaya. Ia mengatakan, selain banyak mendengar cerita dari mahasiswa lain terkait proses pedampingan ini, dirinya juga ingin mengabdi kepada anak-anak surabaya yang mengalami nasib kurang beruntung.  “Mengingat bukan orang surabaya maka saya ingin berkontribusi lebih untuk Surabaya,” ungkap April.

April panggilan akrabnya mengungkapkan agar kegiatan ini dapat terus berlangsung, selalu sukses dan semakin bertambah minat mahasiswanya untuk mau terlibat dalam program ini, ujar perempuan asal Bekasi tersebut. (PR)