Pin It

20160215 ptsp surabaya

JAKARTA - Pemkot Surabaya berkesempatan memaparkan kondisi pelayanan perizinan di hadapan Komisi Pelayanan Publik (KPP) Jawa Timur, Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) serta Ombudsman RI Perwakilan Jatim. Hasilnya, ketiga instansi tersebut mengapresiasi berbagai inovasi yang diterapkan Pemkot demi kemudahan pelayanan perizinan di Kota Pahlawan.

Pertemuan yang digelar di balai kota pada Jumat (12/2) tersebut dipimpin Asisten Bidang Perekonomian Pembangunan Sekkota Surabaya, M. Taswin serta dihadiri para asisten sekkota lainnya dan kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) khususnya yang terkait perizinan.

Taswin mengatakan, pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) hanya nama saja. Sejatinya, konsep layanan relatif sama dengan Surabaya Single Window (SSW) yang mengandalkan sistem online. Sebagaimana diketahui, bahwa Pemkot melalui Perwali No. 2 Tahun 2016 secara resmi memperkenalkan PTSP. Namun, selama ini konsep satu pintu sebenarnya sudah diterapkan bahwa via online. “Apapun namanya, yang jelas kami terus berinovasi menyelenggarakan pelayanan perizinan yang mudah diakses masyarakat,” terangnya.

Pada kesempatan itu, Taswin menjelaskan berbagai kelebihan yang dimiliki SSW. Di antaranya kemudahan investasi. Pemohon dapat mengakses rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Surabaya untuk mengecek apakah izin yang hendak diajukan sudah sesuai peruntukan. Setelah itu, pemohon dapat mengurus perizinan paket investasi. “Itu semua bisa dilakukan secara online melalui SSW,” imbuh pejabat kelahiran Bima ini.

Di samping itu, lanjut dia, SSW juga punya keunggulan informasi dan transparansi. Artinya, informasi prosedur dan persyaratan semua terpampang jelas dalam website ssw.surabaya.go.id. Sedangkan dari segi transparansinya, pemohon dapat ikut memantau progres perizinan yang diurus. Bahkan, walikota pun dapat memonitor alur proses perizinan bilamana ada keterlambatan.

Komisioner KPP Jatim Hardley Stefano mengapresiasi berbagai terobosan yang dilakukan Pemkot dalam hal pelayanan perizinan. Menurut dia, seluruh perizinan dapat diakses via SSW sehingga sangat memudahkan pemohon dan investor dalam mengurus izin. Dia hanya memberi masukan perlunya survei kepuasan terhadap para pemohon.

“Survei kepuasan ini penting sebagai feedback dan dipasang langsung di aplikasinya. Jadi, saat pemohon menerima dokumen perizinannya, mereka langsung menyampaikan apakah puas, cukup puas atau tidak puas. Hasilnya terkoneksi secara realtime,” ujarnya.

Peneliti KPPOD Nur Azizah Febryanti mengatakan, pihaknya melakukan penelitian di 5 kota, ternyata saat itu hanya Surabaya yang belum punya PTSP. Tetapi pada kenyataannya, pelayanan yang diberikan jauh lebih baik dibanding kota-kota lainnya. “Kendati namanya unit pelayanan terpadu satu atap (UPTSA), namun nafas PTSP-nya sudah ada,” ungkapnya.

Dia berharap jumlah perizinan di Surabaya bisa lebih disederhanakan. Selain itu, dia juga mempertanyakan setiap izin di Surabaya harus didahului dengan surat keterangan rencana kota (SKRK). Setelah itu, proses izin tetap pada masing-masing SKPD.

Menanggapi hal tersebut, Plt. Kepala Dinas PU, Cipta Karya dan Tata Ruang (DPUCKTR) Surabaya Eri Cahyadi menjelaskan, perlunya SKRK serta proses izin di masing-masing SKPD adalah untuk menjaga kota tetap terjaga dan tertata. Sebagai gambaran, di Surabaya rata-rata 300 permohonan izin yang masuk. Kondisi tersebut tentu tidak bisa dibandingkan dengan daerah lain yang intensitas izinnya tidak sebanyak Surabaya, sehingga bisa langsung diproses di satu tempat atau dinas.

Lebih lanjut, dia menuturkan, kalau akan dibangun suatu apartemen, tentu proyek itu harus mengantongi sejumlah persyaratan, misalnya amdal drainase dan lalu lintasnya. “Nah, kalau itu kita lepas tanpa ada proses detail di masing-masing SKPD, Surabaya bisa banjir dan lalu lintasnya ruwet. Makanya, proses tetap kita pertahankan demi menjaga kota ini juga,” urai Eri.

Sementara itu, Mufihul Hadi dari Ombudsman Perwakilan Jatim mengungkapkan penurunan signifikan terkait pengaduan pelayanan perizinan di UPTSA dalam beberapa tahun terakhir. “Semoga ini merupakan cerminan dari peningkatan pelayanan perizinan di Surabaya,” tuturnya.

Kabag. Organisasi dan Tata Laksana (Ortala) Pemkot Surabaya, Ifron Hady Susanto, menambahkan, dalam rangka peningkatan pelayanan publik, pihaknya memperhatikan indeks kepuasan masyarakat (IKM) sebagai salah satu instrumen evaluasi. Penyusunan IKM melibatkan tenaga dari sejumlah universitas di Surabaya dan berlangsung selama enam bulan.

“Penggalian informasi dilakukan dengan in-depth interview agar dapat lebih memahami maksud dan keinginan masyarakat,” kata Ifron. (swd/HUMAS MENPANRB)