Di tengah dinamika globalisasi dan era digital yang menuntut adaptasi cepat, Indonesia, Brunei Darussalam, dan Malaysia menegaskan komitmen bersama untuk memartabatkan bahasa Melayu dan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan, teknologi, dan diplomasi. Komitmen tersebut mengemuka dalam Forum Ketua Majelis Bahasa Brunei Darussalam–Indonesia–Malaysia (MABBIM) yang berlangsung di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam (Foto: Dok Kemendikdasmen)
Jakarta, InfoPublik — Di tengah dinamika globalisasi dan era digital yang menuntut adaptasi cepat, Indonesia, Brunei Darussalam, dan Malaysia menegaskan komitmen bersama untuk memartabatkan bahasa Melayu dan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan, teknologi, dan diplomasi. Komitmen tersebut mengemuka dalam Forum Ketua Majelis Bahasa Brunei Darussalam–Indonesia–Malaysia (MABBIM) yang berlangsung di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam.
Forum itu mempertemukan para ketua perwakilan MABBIM dari ketiga negara, dengan partisipasi pengamat dari Singapura. Dari Indonesia, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Hafidz Muksin, hadir sebagai Ketua Delegasi. Dalam sambutannya, ia menekankan pentingnya kerja sama trilateral dalam menjaga kesinambungan bahasa serumpun yang telah menjadi identitas dan kekuatan budaya kawasan.
“Forum ini bukan sekadar seremonial. Ini adalah momentum strategis untuk memperkuat diplomasi bahasa, membangun koridor kerja sama yang konkret, dan menjadikan bahasa Melayu dan bahasa Indonesia sebagai kekuatan lunak di pentas global,” ujar Hafidz, dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Senin (26/5/2025).
Forum ini juga menjadi tindak lanjut dari Sidang Eksekutif MABBIM ke-59 yang digelar di Bogor pada 2023. Salah satu agenda penting yang dibahas kali ini adalah peningkatan kualitas leksikografi dan pengelolaan korpus bahasa melalui program pelatihan regional. Selain itu, forum menyepakati pembaruan dokumen kerja dan panduan operasional MABBIM, demi memastikan tata kelola dan koordinasi program berjalan lebih efektif dan adaptif terhadap perubahan zaman.
MABBIM Malaysia, melalui Ketua Perwakilannya Tuan Haji Mohammad Johari bin Hasan, menyoroti pentingnya Pertemuan Tiga Menteri dari masing-masing negara sebagai langkah konkret memperkuat legitimasi dan keberlanjutan program.
“Dengan keterlibatan langsung para menteri, agenda-agenda MABBIM akan memiliki pijakan politik yang kuat dan menjadi fondasi kebijakan bahasa di masa depan,” ujarnya.
Ketua Perwakilan Brunei Darussalam, Tuan Haji Awang Suip bin Abdul Wahab, sebagai tuan rumah forum, mendorong semua pihak untuk berinovasi dalam pengembangan bahasa ke ranah digital, termasuk aplikasi, platform media, dan pendidikan daring.
“Bahasa adalah alat penyatu budaya serumpun. Di era digital, kita harus menjadikannya lebih hidup, adaptif, dan mendunia,” tegasnya.
Pengamat dari Singapura, Dr. Nuraini binti Ismail, menggarisbawahi peran strategis MABBIM dalam membina identitas generasi muda. “Bahasa tak hanya sebagai alat komunikasi, tapi simbol diplomasi dan kebanggaan nasional. MABBIM punya peran penting dalam memastikan hal ini terjaga lintas generasi.”
Forum ini juga merintis jalan menuju Sidang Pelindung MABBIM 2025, yang dijadwalkan berlangsung pada Oktober 2025, bertepatan dengan Bulan Bahasa Nasional. Dalam sidang ini, para Menteri dari ketiga negara akan menandatangani Pernyataan Bersama—yang menjadi pernyataan kolektif pertama dalam hampir dua dekade terakhir sejak Komunike Bersama MABBIM tahun 2006.
Sidang ini akan dirangkaikan dengan Seminar Antarbangsa MABBIM yang menjadi panggung strategis dalam memosisikan bahasa Melayu dan Indonesia sebagai bagian penting dari percaturan budaya dan ilmu pengetahuan dunia.
“Keterlibatan Brunei, Indonesia, dan Malaysia dalam forum ini merupakan bukti nyata semangat kebersamaan dalam menjaga jati diri serumpun. Lewat MABBIM, kita tidak hanya membangun kerja sama linguistik, tetapi juga menata masa depan kebudayaan kita bersama,” ujar Hafidz.