Ilustrasi muslim etnis Rohingya berada di Aceh. (ANTARA/Khalis)
Jakarta, InfoPublik - Indonesia menyatakan akar masalah pengungsi Rohingya harus segera diselesaikan, yakni kekerasan yang terus terjadi di Myanmar akibat pertentangan antara junta militer dan warga sipil. Kondisi itu telah memaksa warga Rohingya untuk meninggalkan negara itu, dan banyak di antara mereka akhirnya masuk ke Indonesia.
Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi, melalui keterangan tertulisnya, dalam Global Refugee Forum (GRF) atau Forum Pengungsi Global di Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Jenewa, Swiss, pada Rabu (13/12/2023). “Karena itu, saya mengajak masyarakat internasional bekerja sama menghentikan konflik dan memulihkan demokrasi di Myanmar, sehingga pengungsi Rohingya dapat kembali ke rumah mereka, yaitu di Myanmar,” ujar Retno. Selain itu di dalam Forum GRF, dia mengingatkan adanya indikasi kuat bahwa para pengungsi telah menjadi korban dari tindak pidana perdagangan dan penyelundupan manusia atau (TPPO), termasuk ribuan pengungsi yang datang ke Indonesia. Praktik TPPO disebut Retno semakin menambah kompleksitas dan sulitnya penanganan isu pengungsi. “Saya jelaskan bahwa Indonesia tidak akan ragu-ragu untuk memerangi TPPO yang merupakan kejahatan transnasional. Namun, Indonesia tidak dapat menjalankannya sendiri,” kata dia. Oleh karena itu, Retno menyerukan kerja sama yang erat, baik di kawasan maupun internasional, untuk memerangi TPPO. Retno menekankan pentingnya penguatan kerja sama dengan beberapa badan PBB, yaitu Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), serta Organisasi Migrasi Internasional (IOM), dalam penanganan masalah Rohingya. Lebih lanjut, Retno menegaskan kewajiban negara-negara pihak Konvensi Pengungsi untuk menerima pemukiman kembali para pengungsi tersebut, mengingat Indonesia bukan lah negara pihak konvensi. “Saya katakan bahwa proses resettlement akhir-akhir ini berjalan dengan sangat lamban. Banyak negara pihak bahkan menutup pintu mereka untuk para pengungsi,” tutur Retno. GRF, yang dihadiri oleh 140 negara, diselenggarakan dengan tujuan untuk melihat kemajuan komitmen negara dan pemangku kepentingan lain yang telah disampaikan pada 2019 terkait isu pengungsi. Forum tersebut membahas berbagai isu soal pengungsi, termasuk pelaksanaan tanggung jawab bersama (burden-responsibility sharing) serta respons yang perlu dilakukan secara menyeluruh. Pada pertemuan GRF, Menlu Retno juga menegaskan komitmen Indonesia untuk memperkuat kerja sama dalam kerangka Bali Process, sebagai forum untuk penanganan TPPO serta tindak pidana terkait lainnya di antara negara asal, negara transit, dan negara tujuan. Sebelumnya, UNHCR Indonesia menyatakan sudah ada seribuan pengungsi Rohingya yang ada di Aceh. "Secara kumulatif sejak 14 November, jumlah kedatangan pengungsi adalah sekitar 1.200 orang di beberapa titik di Aceh, seperti Pidie, Bireuen, Aceh Timur, dan Sabang," kata pejabat informasi publik (public information officer) UNHCR Indonesia, Mitra Salima Suryono, melalui keterangan tertulisnya, Minggu (10/12/2023). Menurut UNHCR, Rohingya adalah kelompok etnis minoritas Muslim yang telah tinggal selama berabad-abad di Myanmar - negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha. (*)