Presiden Jokowi saat memberikan keterangan pers tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan, Selasa (31/3), melalui konferensi video, dari Istana Kepresidenan Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Saat ini sebanyak 202 negara, termasuk Indonesia, sedang menghadapi tantangan berat yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Pandemi Virus Korona (Covid-19) bukan hanya membawa masalah kesehatan masyarakat, tetapi juga membawa implikasi ekonomi yang sangat luas.
Pernyataan tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat memberi keterangan pers mengenai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan, Selasa (31/3), melalui konferensi video, dari Istana Kepresidenan Bogor, Provinsi Jawa Barat.
“Karena yang kita hadapi saat ini adalah situasi yang memaksa, maka saya baru saja menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan,” ujar Presiden Jokowi.
Perpu ini, menurut Presiden, memberikan fondasi bagi pemerintah, bagi otoritas perbankan, dan bagi otoritas keuangan untuk melakukan langkah-langkah luar biasa dalam menjamin kesehatan masyarakat, menyelamatkan perekonomian nasional, dan stabilitas sistem keuangan.
Hal-hal mendasar dalam Perpu yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi, adalah sebagai berikut:
Pertama, pemerintah memutuskan total tambahan belanja dan pembiayaan APBN Tahun 2020 untuk penanganan Covid-19 adalah sebesar Rp405,1 triliun.
“Total anggaran tersebut akan dialokasikan Rp75 triliun untuk belanja bidang kesehatan, Rp110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus Kredit Usaha Rakyat, dan Rp150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional, termasuk restrukturisasi kredit serta penjaminan dan pembiayaan dunia usaha, khususnya terutama usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah,” tambah Presiden.
Kedua, anggaran bidang kesehatan akan diprioritaskan untuk perlindungan tenaga kesehatan terutama pembelian APD, pembelian alat-alat kesehatan seperti test kit, reagen, ventilator, dan lain-lainnya, dan juga untuk upgrade rumah sakit rujukan termasuk Wisma Atlet, serta untuk insentif dokter, perawat, dan tenaga rumah sakit, juga untuk santunan kematian tenaga medis, serta penanganan permasalahan kesehatan lainnya.
Ketiga, anggaran perlindungan sosial akan diprioritaskan untuk keluarga penerima manfaat PKH yang naik dari 9,2 juta keluarga menjadi 10 juta keluarga penerima manfaat dan juga akan dipakai untuk Kartu Sembako yang dinaikkan dari 15,2 juta orang menjadi 20 juta penerima.
“Anggaran perlindungan sosial juga akan dipakai untuk Kartu Prakerja yang dinaikkan anggarannya dari Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun untuk bisa meng-cover sekitar 5,6 juta orang yang terkena PHK, pekerja informal, pelaku usaha mikro dan kecil,” terang Presiden.
Ia menambahkan bahwa anggaran tersebut juga akan dipakai untuk pembebasan biaya listrik 3 bulan untuk 24 juta pelanggan listrik 450 VA dan diskon 50 persen untuk 7 juta pelanggan 900 VA.
“Termasuk di dalamnya juga untuk dukungan logistik sembako dan kebutuhan pokok, yaitu Rp25 triliun,” jelas Presiden.
Keempat, Untuk stimulus ekonomi bagi UMKM dan pelaku usaha, akan diprioritaskan untuk penggratisan PPh 21 untuk para pekerja sektor industri pengolahan penghasil maksimal Rp200 juta, untuk pembebasan PPN impor untuk wajib pajak kemudian impor tujuan ekspor.
“Terutama ini untuk industri kecil dan menengah pada 19 sektor tertentu, dan juga akan dipakai untuk pengurangan tarif PPh sebesar 25 persen untuk wajib pajak kemudian impor tujuan ekspor, terutama industri kecil menengah pada sektor tertentu,” tandas Presiden.
Kepala Negara juga menyebutkan bahwa stimulus ekonomi juga diperuntukkan bagi percepatan restitusi PPN pada 19 sektor tertentu untuk menjaga likuiditas pelaku usaha.
“Untuk penurunan tarif PPh Badan sebesar 3 persen dari 25 persen menjadi 22 persen. Serta untuk penundaan pembayaran pokok dan bunga untuk semua skema KUR yang terdampak Covid-19 selama 6 bulan,” urainya.
Kelima, untuk bidang non-fiskal dalam menjamin ketersediaan barang yang saat ini dibutuhkan, termasuk bahan baku industri, pemerintah melakukan beberapa kebijakan, yaitu penyederhanaan larangan terbatas (lartas) ekspor, penyederhanaan larangan terbatas atau lartas impor, serta percepatan layanan proses ekspor-impor melalui national logistic ecosystem.
Peran BI dan OJK
Lebih lanjut, Presiden menjelaskan bahwa Pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) dan Otoritas OJK mengoptimalkan bauran kebijakan moneter dan sektor keuangan untuk memberi daya dukung dan menjaga stabilitas pada perekonomian nasional.
“Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan stimulus moneter melalui kebijakan intensitas triple intervention, kemudian menurunkan rasio giro wajib minimum valuta asing bank umum konvensional,” imbuhnya.
Menurut Presiden, BI juga telah memperluas underlying transaksi bagi investor asing dan penggunaan bank kustodi global dan domestik untuk kegiatan investasi.
Mengenai Peran OJK, Presiden menyampaikan bahwa Otoritas Jasa Keuangan telah menerbitkan beberapa kebijakan, yaitu keringanan dan/atau penundaan pembayaran kredit atau leasing sampai dengan Rp10 miliar termasuk untuk UMKM dan pekerja informal maksimal 1 tahun.
“Serta memberikan keringanan dan/atau penundaan pembayaran kredit atau leasing tanpa batasan plafon sesuai dengan kemampuan bayar debitur dan disepakati dengan bank atau lembaga leasing,”
Presiden menjelaskan. Perpu ini, menurut Presiden, juga diterbitkan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya defisit APBN yang diperkirakan mencapai 5,07 persen sehingga dibutuhkan relaksasi kebijakan defisit APBN di atas 3 persen.
Relaksasi defisit ini, lanjut Presiden, hanya untuk 3 tahun, yaitu tahun 2020, tahun 2021, dan tahun 2022. “Setelah itu, kita akan kembali kedisiplinan fiskal maksimal defisit 3 persen mulai tahun 2023,” tambahnya.
Pada bagian akhir keterangannya, Presiden mengharapkan dukungan dari DPR RI agar Perpu yang baru saja ditandatangani ini akan segera diundangkan dan dilaksanakan.
“Dan dalam waktu yang cepat-cepatnya kami akan menyampaikan kepada DPR RI untuk mendapatkan persetujuan menjadi undang-undang,” pungkas Presiden. (FID/EN)