Presiden Jokowi bersama PM Australia Anthony Albanese, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (06/06/2022). (Foto: Humas Setkab/Agung)
Indonesia-Australia telah memiliki dua fondasi kuat dalam hubungan bilateral, yaitu kemitraan strategis komprehensif yang dimiliki sejak 2018 dan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) yang sudah mulai berlaku di tahun 2020.
Hal tersebut diungkapkan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dalam pernyataan pers bersama Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albanese, usai pertemuan bilateral di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (06/06/2022).
“Dua fondasi ini sangat penting bagi kedua negara untuk terus memperkokoh kerja sama bilateral yang saling menguntungkan,” ujar Presiden.
Lebih lanjut Presiden mengungkapkan, dalam pertemuan bilateral kedua pemimpin membahas dua isu besar yaitu upaya memperkuat kerja sama bilateral dan saling tukar pendapat mengenai berbagai isu di kawasan dan dunia.
Terkait isu bilateral, Presiden Jokowi dan PM Albanese fokus berbicara tentang kerja sama di bidang ekonomi. Presiden Jokowi menekankan pentingnya perluasan akses ekspor produk Indonesia dengan nilai tambah tinggi ke Australia, misalnya otomotif.
“Ekspor perdana mobil CBU (completely built up) buatan Indonesia ke Australia telah dimulai di bulan Februari yang lalu dan saya mengharapkan akses ekspor seperti ini akan terus terbuka,” ujarnya.
Kedua, Kepala Negara berharap implementasi IA-CEPA, terutama terkait peningkatan kesempatan warga negara Indonesia (WNI) untuk bekerja di Australia, termasuk penambahan kuota working Holiday visa menjadi lima ribu peserta per tahun.
Ketiga, Presiden menyambut baik kerja sama di bidang pendidikan dan kesehatan antara kedua negara.
“Pembukaan kampus Monash University di BSD diharapkan meningkatkan investasi Australia bagi pengembangan SDM (sumber daya manusia) berketerampilan tinggi di Indonesia. Saya juga mengapresiasi investasi Aspen Medical untuk membangun 23 rumah sakit dan 650 klinik di Provinsi Jawa Barat, senilai USD 1 miliar selama 20 tahun,” ujarnya.
Keempat, Presiden memandang bahwa kerja sama untuk memperkuat ketahanan pangan penting untuk dilakukan. Dalam pertemuan bilateral, pemimpin kedua negara membahas upaya menjaga keberlanjutan rantai pasok pangan, termasuk gandum di tengah situasi dunia yang sangat sulit.
“Kerja sama peningkatan kapasitas di bidang food processing, food innovation, dan rantai pasok, penting untuk diperkuat. Saya juga menekankan pentingnya MoU (Memorandum of Understanding) pertanian antara kedua negara segera diimplementasikan,” ujarnya.
Kelima, kedua pemimpin menekankan pentingnya penguatan kerja sama energi dan perubahan iklim. Presiden Jokowi menyambut baik berbagai langkah kerja sama antara Indonesia-Australia terkait hal tersebut.
“Saya menyambut baik inisiatif PM Albanese terkait kemitraan infrastruktur dan ketahanan iklim Republik Indonesia-Australia dengan dana hibah awal sebesar AUD 200 juta. Saya juga menyambut baik komitmen investasi Fortescue Metals Group di bidang hydropower dan geotermal senilai USD 10 miliar, dan Sun Cable di bidang energi senilai USD 1,5 miliar,” ujarnya.
Terkait isu kawasan dan dunia, Presiden Jokowi dan PM Anthony Albanese antara lain bertukar pandangan mengenai perang di Ukraina, kerja sama Indo-Pasifik, dan penguatan kemitraan pembangunan di Pasifik.
Secara umum, Presiden menyampaikan kembali posisi konsisten Indonesia bahwa hubungan baik kedua negara dapat memberikan kontribusi bagi perdamaian dan kemakmuran kawasan.
“Prinsip-prinsip dan hukum internasional harus dipatuhi secara konsisten, strategic competition di kawasan perlu dikelola dengan baik untuk menghindari terjadinya konflik terbuka, budaya damai dan strategic trust perlu terus diperkuat. Kita juga sepakat untuk memperkuat kemitraan di Pasifik, terutama di bidang iklim, perikanan, dan pertanian,” pungkasnya. (TGH/UN)