Pin It

20180830 rakormonev yanlik badung1

Deputi Pelayanan Publik Diah Natalisa (paling kanan), Ketua Komisi II DPR Zainuddin (tengah), dan Asdep Perumusan Kebijakan dan Pengelolaan Sistem Informasi Pelayanan Publik M. Imanuddin, dalam acara Rapat Koordinasi Monitoring dan Evaluasi Replikasi Inovasi Pelayanan Publik di Badung, Bali, Kamis (30/8).

 

BADUNG –  Komisi II DPR RI memberikan dukungan sepenuhnya terhadap inovasi pelayanan publik, karena hal itu menjawab berbagai permasalahan yang seringkali menjadi keluhan masyarakat. Bagi daerah yang belum melaksanakan, selain perlu mengejar ketertinggalan, juga harus melakukan inovasi dengan mereplikasi yang sudah ada.

"Tidak usah berpikir terlalu keras dalam menghasilkan inovasi, karena tinggal mereplikasi yang sudah ada,” ujar Ketua Komisi II DPR-RI Zainudin Amali saat menjadi narasumber dalam Rapat Koordinasi Monitoring dan Evaluasi Replikasi Inovasi Pelayanan Publik yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi (PANRB) di Badung, Bali, Kamis (30/8).

Zainudin menilai, langkah-langkah yang dilakukan oleh Kementerian PANRB dalam pengembangan inovasi pelayanan publik sudah baik. "Banyak inovasi-inovasi out of the box yang telah dilakukan oleh Kementerian PANRB, namun masih dalam koridor undang-undang," jelasnya.

Bahkan, ia menilai Kementerian PANRB menjadi role model bagi instansi pemerintah lain dalam melakukan inovasi yang tidak bertabrakan dengan peraturan. Selain itu, pelayanan publik yang dimiliki Indonesia juga tidak kalah dengan luar negeri.

Namun diingatkan perlunya koordinasi dan sinkronisasi dari inovasi yang dijalankan. Dalam hal ini, peran monitoring dan evaluasi (Monev) menjadi penting dan harus dilakukan secara regular. “Ajukan saja anggarannya, insya Allah akan ditandatangani. Namun Kementerian PANRB harus selalu memonitor,” imbuhnya.

Menurut Zainudin, ada tiga indikator penting dalam kebijakan publik, yakni harus adanya sinkronisasi kebijakan publik milik pemerintah pusat, provinsi, hingga ke kabupaten/kota, serta tidak berabrakan antar sektor.

Dikatakan, tabrakan antar aturan, seringkali menyulitkan pelaksana kebijakan publik di lapangan, sehingga harus dibenahi bersama-sama dengan me-review peraturan yang ada. Selain itu, aturan yang dibuat harus aplikatif, sehingga dapat dengan mudah diimplementasikan oleh pelaksanaan kebijakan publik. “Aturan yang baik harus dapat dipedomani dan dapat dilaksanakan,” pungkasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Deputi Bidang Pelayanan Publik Kementerian PANRB Diah Natalisa menjelaskan capaian-capaian pelayanan publik melalui kebijakan percepatan pelayanan publik. Pada tahun 2014 diterbitkan kebijakan One Agency One Innovation yang diwujudkan dengan pelaksanaan Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP).

Pada pada tahun 2018, inovasi pelayanan publik Indonesia dapat menjadi juara pertama dalam ajang United Nations Public Service Award (UNPSA) dalam kategori Reaching the Poorest and Most Vulnerable through Inclusive Services and Partnerships.

Capaian menonjol lainnya, atas dorongan Kementerian PANRB, saat ini sudah hadir sejumlah Mal Pelayanan Publik yang merupakan replikasi dari hal serupa di Azerbaijan dan Georgia. “Saat ini sudah berdiri sembilan Mal Pelayanan Publik, yang disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan masing-masing daerah,” jelasnya.

Dalam rapat koordinasi ini, pihak Kementerian PANRB melakukan pendampingan terhadap perkembangan inovasi yang telah direplikasi oleh instansi lain, mengetahui kendala serta cara mengatasinya. Selain itu, juga untuk menjaga keberlanjutan inovasi agar terus di pertahankan. (ald/HUMASMENPANRB)