Menteri Asman Abnur saat melakukan kunjungan kerja ke Gorontalo baru-baru ini
JAKARTA - Melalui Instruksi Presiden No. 12/2016, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PANRB) mendapat mandat untuk mengkoordinasikan Program Gerakan Indonesia Melayani (GIM), sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM), yang meliputi lima gerakan. Empat gerakan lainnya adalah Gerakan Indonesia Bersih, Gerakan Indonesia Tertib, Gerakan Indonesia Mandiri, dan Gerakan Indonesia Bersatu.
Gerakan Indonesia Melayani dilatarbelakangi oleh permasalahan bahwa pelayanan publik di tanah air belum dapat memberikan pelayanan yang memuaskan kepada masyarakat, sehingga pemerintah perlu meningkatkan dan memperbaikinya. Dengan adanya gerakan ini diharapkan terjadi peningkatan kualitas pelayanan publik pada instansi pemerintah yang memiliki tugas utama melakukan pelayanan umum. Gerakan ini dilakukan untuk memperbaiki ketidaksesuaian dan penyimpangan dalam proses pelayanan kepada masyarakat.
Menteri PANRB Asman Abnur mengungkapkan, pihaknya telah menetapkan 10 fokus program yang menjadi fokus dalam Gerakan Indonesia Melayani, yakni peningkatan kapasitas SDM ASN, peningkatan penegakan disiplin, penyempurnaan standar pelayanan e-gov, penyempurnaan sistem manajemen kinerja, peningkatan perilaku pelayanan, deregulasi, debirokratisasi, peningkatan penyediaan sarana dan prasarana unit pelayanan publik, peningkatan penegakan hukum dan aturan di bidang pelayanan publik, serta sistem penghargaan dan sanksi serta keteladanan pimpinan.
Deputi SDM Aparatur Kementerian PANRB Setiawan Wangsaatmadja mengatakan, dalam rencana peningkatan kapasitas SDM ASN, yang ditandai dengan meningkatnya ASN yang bersertifikasi profesi, meningkatnya SDM ASN yang menduduki jabatan sesuai standar kompetensi, dan meningkatnya kompetensi ASN dalam pelayanan publik.
Untuk meningkatkan kapasitas SDM ASN, Kementerian PANRB beryupaya mewujudkan profesionalisme ASN, melalui sembilan program. (1) penetapan standar kompetensi jabatan, pola karier dan pengembangan karier; (2) sertifikasi kompetensi individu/jabatan yang dilakukan dengan pemetaan kompetensi individu dan jabatan pimpinan tinggi; (3) capacity building ASN; (4) diklat berbasis ‘gap’ kompetensi; internship, coaching dan conseling; (6) mutasi dan rotasi sesuai kompetensi; (7) pengukuran kinerja individu dan disiplin; (8) penguatan jabatan fungsional; serta (9) peningkatan kesejahteraan berbasis kinerja.
Fokus program peningkatan penegakan disiplin, yang dicirikan dengan menurunnya pelanggaran disiplin oleh aparatur pemerintah, baik sipil, TNI maupun aparat penegak hukum. Hal ini penting mengingat masih cukup banyak terjadi pelanggaran disiplin PNS dari tahun ke tahun.
Pelanggaran disiplin sebagaimana diatur dalam PP No. 53/2010 tentang Disiplin PNS, pada tahun 2013 tercatat sebanyak 207, tahun 2014 menjadi 143, dan kembali naik menjadi 207 pada 2015. Dari jumlah itu pelanggaran terbanyak adalah tidak masuk kerja, yakni 148 kasus pada 2013, 102, dan 143 pada tahun 2015.
Lebih dari itu, yang perlu mendapat perhatian adalah kasus Narkoba, yang tahun 2013 dan 2014 masing-masing ada empat kasus, meningkat menjadi 13 kasus pada 2015, tetapi mengalami lonjakan pada tahun 2016. “Tahun lalu ada 287 PNS yang dipenjara karena kasus narkoba,” imbuh Setiawan.
Deputi SDM Aparatur Setiawan Wangsaatmadja
Ketiga, penyempurnaan standar pelayanan e-gov, dengan sasaran program meningkatnya jumlah kementerian, lembaga dan pemda yang menerapkan standar pelayanan sesuai ketentuan Undang-Undang No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Sasaran program lainnya adalah meningkatnya sistem pelayanan yang inovatif (e-government), serta meningkatnya kementerian, lembaga dan pemda yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Pelayanan Publik (SIPP) nasional.
Deputi Pelayanan Publik Diah Natalisa mengungkapkan, penyempurnaan standar pelayanan berujuan untuk memberikan kepastian, meningkatkan kualitas dan kinerja pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan selaras dengan kemampuan penyelenggara sehingga mendapatkan kepercayaan masyarakat. Dengan demikian, diharapkan setiap penyelenggara mampu menyusun, menetapkan, dan menerapkan Standar Pelayanan Publik dengan baik dan konsisten.
Komponen Standar pelayanan terdiri dari dua hal, yakni service delivery dan manufacturing. Terkait service delivery meliputi persyaratan, sistem, mekanisme dan prosedur, jangka waktu pelayanan, biaya/tarif, produk pelayanan, serta penanganan pengaduan, saran dan masukan. Adapun maufacturing mulai dari dasar hukum, sarana dan prasarana , dan/atau fasilitas, kompetensi pelaksana, pengawasan internal, jumlah pelaksana, jaminan pelayanan, jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan, serta evaluasi kinerja pelaksana.
Dalam program ini, sejumlah kegiatan telah dilaksanakan oleh Kementerian PANRB, antara lain kompetisi inovasi pelayanan publik yang digelar sejak tahun 2014. Kompetisi ini berawal dari kebijakan Gerakan Satu Instansi satu inovasi, yang mewajibkan setiap instansi pemerintah membuat minimal inovasi dalam setahun. Untuk ikut dalam kompetisi ini setiap instansi harus melakukan registrasi secara online, melalui sinovik.menpan.go.id.
Tahap berikutnya, dilakukan penilaian secara transparan dan akuntabel. Evaluasi dan penilaian dilakukan oleh akademisi dan pakar. “Kami hanya sampai pada tahap seleksi administrasi,” ujar Diah menambahkan.
Tahun 2014 telah dihasilkan Top 9, tahun 2015 Top 25, dan tahun 2016 bertambah lagi Top 35. Mereka merupakan baian dari Top 99 yang dihasilkan setiap tahun, yang dinilai pantas direplikasi oleh instansi atau daerah lain. “Mereka yang dinilai baik tersebut diikutsertakan dalam United Nation Public Service Award (UNPSA), sebuah kompetisi internasional paling bergengsi,” imbuhnya.
Dikatakan, antusiasme instansi penyelenggara pelayanan publik semakin meningkat dari tahun ke tahun. Khusus untuk tahun 2017 ini, ada 3.054 inovasi yang melakukan pendaftaran, meskiupun tidak semuanya lolos seleksi administrasi, karena tidak memenuhi persyaratan, seperti usia inovasi itu belum setahun.
Dalam program ini, Kementerian PANRB juga mengembangkan sistem informasi pelayanan publik (SIPP), yakni rangkaian kegiatan yang meliputipenyimpanan dan pengelolaan informasi serta mekanisme penyampaian informasi dari Penyelenggara Pelayanan Publik kepada masyarakat dan sebaliknya dalam bentuk lisan, tulisan latin.
Sebagai payung hukum, Kementerian PANRB juga menerbitkan Peraturan Menteri PANRB tentang Pedoman penyelenggaraan SIPP nasional di lingkungan kementerian, lembaga, pemerintah daerah dan BUMN/D. “Kami juga melakukan pengembangan aplikasi dan database layanan publik,” imbuh Diah.
Keempat, penyempurnaan sistem manajemen kinerja. Sasaran program dari program ini adalah meningkatnya kementerian, lembaga dan pemda yang akuntabel, dan yang nilai reformasi birokrasinya baik. Selain itu, juga meningkatnya penyelenggara negara yang menyempurnakan sistem manajemen kinerja.
Deputi Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan M. Yusuf Ateh mengatakan secara umum, instansi pemerintah yang telah berpredikat ‘B’ atau baik atas implementasi SAKIP untuk Kementerian/Lembaga mencapai 82,93% dari target di tahun 2019 sebesar 85%. Sedangkan untuk tingkat pemerintah provinsi, capaiannya telah mencapai 64,71% dari target tahun 2019 sebesar 75%. (lihat : Genjot Rapor Akuntabilitas Kinerja Pemda).
Fokus program kelima adalah peningkatan perilaku pelayanan. Fokus program ini ditandai dengan meningkatnya integritas penyelenggara negara, meningkatnya kualitas pelayanan publik, meningkatnya pendidikan penyelenggara pelayanan publik untuk mendapatkan sertifikasi profesi di lingkungan Polri. Sasaran program lainnya adalah meningkatnya penyelenggara negara pelayanan publik yang bersertifikat profesi di lingkungan Polri.
Ada tiga hal yang dijadikan acuan. Pertama, indeks integritas organisasi, yakni hasil survei yang menggambarkan keyakinan ASN atas kualitas penerapan integritas di instansi masing-masing. Kedua, Indeks Persepsi Korupsi yang merupakan hasil survei atas persepsi masyarakat pengguna layanan mengenai perilaku koruptif pada instansi pemerintah atas dasar pengalaman mereka menerima pelayanan instansi pemerintah. Adapun ketiga adalah Indeks Pelayanan Publik , yakni indeks yang diinisiasi oleh Kementerian PANRB untuk mengukur kinerja pelayanan publik berdasarkan 6 aspek, yaitu kebijakan pelayanan, profesionalisme SDM, sarana prasarana, sistem informasi pelayanan publik, konsultasi dan pengaduan, serta inovasi pelayanan publik.
Deputi Pelayanan Publik Diah Natalisa
Belum lama ini Kementerian PANRB telah melakukan evaluasi terhadap 59 role model kabupaten/kota, yang meliputi RSUD, PTSP, Dukcapil, dan Polres. Untuk kabupaten/kota role model, ditetapkan 5 besar, sedangkan untuk Polres, terdapat 19 Polres yang mendapat nilai baik. “Kami terus mendorong mereka untuk meningkatkan kualitas pelayanan dengan memperbaiki enam sasaran program yang telah ditetapkan, sehingga tahun depan seluruh role model sudah bagus dan bisa dijadikan contoh bagi daerah di sekitarnya,” imbuh Deputi Pelayanan Publik Diah Natalisa.
Fokus program keenam adalah deregulasi, yang ditandai dengan meningkatnya harmonisasi peraturan perundang-undangan, dan meningkatnya indeks kualitas kebijakan. Dalam harmonisasi peraturan perundang-undangan, dilakukan dua hal, yakni Pemetaan, revisi, dan harmonisasi terhadap peraturan perundangan-undangan yang tumpang tindih. Selain itu dilakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukan. Ditambahkan, Terkait dengan Indeks Kualitas Kebijakan, dilakukan sosialisasi dan pengukuran Indeks Kualitas Kebijakan, serta advokasi terhadap peningkatan Indeks Kualitas Kebijakan.
Debirokratisasi merupakan fokus program ketujuh, yang ditandai dengan meningkatnya kementerian, lembaga dan pemda yang telah menyederhanakan proses pelayanan birokrasi, dan meningkatnya unit pelayanan publik yang menerapkan pembayaran non tunai (cashless payment).
Diah menambahkan, fokus program kedelapan adalah peningkatan penyediaan sarana dan prasarana unit pelayanan publik termasuk untuk kelompok masyarakat rentan dan berkebutuhan khusus. Dalam hal ini dilakukan Sinergi sarana dan prasarana UPP termasuk kelompok rentan dan berkebutuhan khusus. Untuk itu perlu dilakukan pemetaan sarana dan prasarana UPP untuk kelompok rentan dan berkebutuhan khusus, serta pemantauan dan evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukan.
Adapun fokus program kesembilan adalah peningkatan penegakan hukum dan aturan di bidang pelayanan publik, yang ditandai dengan meningkatnya kepatuhan dan penindakan terhadap pelaksanaan UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik.
Selain dilakukan evaluasi terhadap 59 role model kabupaten/kota, Kemenetrian PANRB juga mendorong seluruh instani pemerintah penyelenggara pelayanan publik untuk menerapkan Undang-undang tersebut, setidaknya sesuai enam kriteria, yakni standar pelayanan, maklumat pelayanan, survei kepuasan masyarakat, pengelolaan pengaduan, inovasi pelayanan publik, serta sarana prasarana.
Penerapan sistem penghargaan dan sanksi serta keteladanan pimpinan merupakan fokus program kesepuluh. Hal ini dilakukan dengan mengembangkan standar sistem penghargaan dan sanksi, yang ditandai dengan meningkatnya kementerian, lembaga dan pemda yang menerapkan sistem penghargaan, sanksi dan keteladanan kepemimpinan kepada penyelenggara negara. (ags/HUMAS MENPANRB)