JAKARTA – Kemiskinan dan ketimpangan pendapatan masih menjadi isu strategis di Kota Yogyakarta. Faktor yang menjadi penyebab adalah rendahnya daya saing pelaku usaha kecil serta belum ada sinergi keterpaduan antar-program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan. Berdasarkan permasalahan tersebut, tahun 2018 Pemerintah Kota Yogyakarta menginisiasi sebuah inovasi program baru, yaitu Gandeng Gendong.
“Gandeng Gendong adalah gerakan bersama yang melibatkan seluruh elemen pembangunan dalam rangka pemberdayaan dan peningkatan ekonomi masyarakat, khususnya percepatan penanggulangan kemiskinan dengan lebih menekankan pada pemberdayaan masyarakat,” ujar Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi saat diwawancarai tim Humas Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) secara virtual beberapa pekan lalu.
Kata 'gandeng', lanjut Heroe bermakna bahwa semua elemen masyarakat saling bergandengan tangan dengan niat saling membantu agar semua pihak dapat maju bersama. Sedangkan kata 'gendong' memiliki makna masyarakat membantu warga lain yang tidak mampu berjalan. "Kekuatan akan muncul jika semua unsur masyarakat dalam kebersamaan. Yang lemah kita gendong, yang terpinggirkan ditarik ke tengah agar bisa berjalan bersama," katanya.
Heroe mengatakan, konsep Gandeng Gendong bisa diterapkan di seluruh aspek pembangunan mulai dari pembangunan di bidang ekonomi, pengentasan kemiskinan, hingga pemberdayaan pelaku usaha kecil dan mikro. "Meskipun bantuan yang diberikan tidak terlalu besar, namun jika dilakukan secara bergotong royong akan memberikan dampak yang besar," kata Heroe.
Heroe juga mengatakan pada pelaksanaannya, inovasi Gandeng Gendong melibatkan lima komponen yang saling bersinergi, yaitu Kampung, Kampus, Komunitas, Korporat, dan Pemerintah Kota Yogyakarta. Lanjutnya dikatakan, inovasi Gandeng Gendong merupakan perwujudan Segoro Amarto Pemerintah Kota Yogyakarta yang diluncurkan pada tahun 2010, dan merupakan implementasi smart city pada dimensi smart society. “Inovasi ini mengoptimalkan pemanfaatan potensi kearifan lokal sebagai upaya percepatan pengentasan kemiskinan,” terangnya.
Lebih lanjut dijelaskan, konsep ini membawa Pemerintah Kota Yogyakarta untuk saling bersinergi dan bekerja sama dengan seluruh stakeholder dalam mencapai kesejahteraan masyarakat Kota Yogyakarta. Hal ini terbukti dengan menurunnya jumlah penduduk miskin di Kota Gudeg ini selama tiga tahun terakhir. Pada tahun 2017, persentase penduduk miskin sebesar 7,64 persen, tahun 2018 sebesar 6,98 persen dan menjadi 6,84 persen pada tahun 2019.
“Implementasi keberhasilan Gandeng Gendong dapat dilihat di kawasan Bendung Lepen. Kawasan Bendung Lepen semula merupakan kawasan permukiman kumuh di bantaran sungai Gajahwong, namun saat ini berhasil ditata menjadi kawasan ruang terbuka yang dapat dijadikan tempat wisata dan taman edukasi,” jelasnya.
Selain itu, implementasi Gandeng Gendong juga terbukti dapat menciptakan penguatan kelompok Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Kuliner. Penguatan ini merupakan hasil sinergi dari berbagai aktor meliputi, Pemerintah Kota Yogyakarta, Kampus, Korporat, Komunitas, dan Kampung mengorganisir kelompok UMKM Kulinernya.
“Hasil survei menunjukan, terdapat 58 persen stakeholder cukup puas dengan Gandeng Gendong. Tercatat ditahun 2019, terdapat 72 kelompok UMK Kuliner melakukan transaksi melalui jamuan makan dan minum Pemerintah Kota Yogyakarta dengan total transaksi senilai Rp15.940.712.613 atau 38,95 persen dari anggaran jamuan makan dan minum,” imbuhnya. (dit/HUMAS MENPANRB)