Pin It

20170808 SAKIP Aceh3

 Coaching Clinic SAKIP di Aceh, diikuti seluruh OPD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Aceh

 

BANDA ACEH - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) memberikan coaching clinic dalam rangka penguatan sistem akuntabilitas kinerja instansi penerintah (SAKIP) kepada Pemerintah Kabupaten/Kota se-Aceh. Kegiatan tersebut dilakukan mengingat tingkat akuntabilitas kinerja Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh masih terbilang rendah.

Sekretaris Daerah Provinsi Aceh, Dermawan, mengungkapkan bahwa permasalahan rendahnya penilaian terhadap akuntabilitas kinerja di Kabupaten/Kota se-Aceh dikarenakan kurangnya singkronisasi antara sistem perencanaan dengan penganggaran. Karena itu, pengawalan terhadap implementasi SAKIP harus dilakukan oleh berbagai pihak, khususnya setiap Bupati/Walikota dan tidak hanya dibebankan kepada Kepala Bappeda saja.

"Kepala Bappeda juga tidak sanggup untuk mengawasi itu. Benar memang kalau masih banyak kegiatan yang tidak bisa mencapai sasaran yang telah ditentukan. Sebagai contoh, uang kita banyak, tapi kenapa kemiskinan tidak turun? Tentu karena banyak kegiatan yang tidak mencapai sasaran," ujarnya.

Berdasarkan data Kementerian PANRB atas hasil evaluasi akuntabilitas kinerja tahun 2016, menyebutkan bahwa dari 23 Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh, belum satupun yang mampu mendapatkan predikat B. Dari 23 Kabupaten/Kota tersebut, 9 Kabupaten/Kota baru berhasil mencatatkan predikat CC, sementara 14 sisanya masih berpredikat C.

Dalam kegiatan yang turut dihadiri oleh Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan (RBKunwas) dan Deputi Pelayanan Publik Kementerian PANRB, serta para Kepala SKPD Pemerintah Provinsi dan SKPD Pemerintah Kabupaten/Kota se Provinsi Aceh, Dermawan memberikan apresiasi terhadap Kementerian PANRB yang memberikan perhatian kepada Pemerintah Aceh atas pendampingan melalui coaching clinic penguatan akuntabilitas kinerja. Menurutnya, Pemerintah Provinsi Aceh sangat membutuhkan dukungan tersebut guna mendorong peningkatan akuntabilitas kinerja Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh.

"Kami dari Provinsi Aceh sangat membutuhkan pendampingan untuk penguatan sistem AKIP. Oleh karena itu, saya mengingatkan kepada yang lain, jangan menganggap SAKIP itu formalitas saja, tapi itu menyentuh pemerintahan secara menyeluruh," tegasnya.

Sebelumnya, Deputi Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan Kementerian PANRB, M. Yusuf Ateh, menuturkan bahwa inefisiensi dalam birokrasi masih sering kali terjadi di instansi pemerintah. Alokasi anggaran yang diberikan masih digunakan pada kegiatan-kegiatan yang tidak memiliki manfaat terhadap masyarakat, sementara anggaran yang tersedia sangat terbatas.

Menurutnya, hal tersebut mengindikasikan bahwa terdapat ketidakselarasan antara apa yang telah direncanakan, apa yang akan dihasilkan, apa yang akan dilakukan, apa yang dianggarkan, dan apa yang dilaporkan.

Namun demikian, Ateh juga mengungkapkan bahwa pengelolaan terhadap anggaran yang terbatas tidak dilakukan secara baik dan menyasar pada program-program prioritas. "Tidak pernah dimanapun di sektor publik, yang mengatakan anggarannya lebih kecil dari tuntutannya. Katena anggaran sedikit, harusnya jangan pernah membelanjakan uang itu untuk hal yang tidak bermanfaat. Masalahnya masih banyak yang tidak mengerti, seolah-olah anggaran ini menjadi hak, menjadi warisan bagi setiap SKPD," jelas Ateh.

Sementara itu, Sekretaris Kementerian PANRB, Dwi Wahyu Atmaji, juga menuturkan bahwa salah satu prioritas Kementerian PANRB terkait birokrasi adalah memperbaiki penerapan manajemen kinerja di setiap instansi pemerintah. Hal tersebut didasarkan pada tiga permasalahan besar di Indonesia yang selama ini terjadi, yaitu di bidang infrastruktur, birokrasi, dan korupsi.

"Kami dari Kementerian PANRB all out, agar mencapai tingkat akuntabilitas yang baik di setiap instansi pemerintah, paling tidak hingga tahun 2019. Selama ini masih terjadi inefisiensi dalam birokrasi, dalam penggunaan anggaran, di mana uang yang disalurkan itu kurang tepat sasaran," ungkapnya.

Lebih lanjut, Dwi menjelaskan bahwa untuk meningkatkan efektivitas birokrasi, kedepannya Pemerintah Daerah tidak akan lagi dibebankan dengan berbagai bentuk laporan yang harus diserahlan kepada Pemerintah Pusat, melainkan hanya Laporan Kinerja dan Laporan Keuangan saja.

"Kami (Kementerian PANRB) bersama dengan BPPT, Keuangan, dan Bappenas, telah menyusun sebuah aplikasi terkait dengan penyusunan pelaporan. Hal ini diharapkan bisa membuat Pemerintah Daerah lebih fokus pada kegiatan yang berkaitan langsung dengan pembangunan dan pelayanan publik dan tidak tersita pada penyusunan laporan," katanya. (ris/HUMAS MENPANRB)