JAKARTA – Untuk menekan angka kematian bayi akibat gangguan pernapasan, RSUD Ulin membuat Continous Positive Airway Pressure - Babies Respiratory Distress Recovery Device (CPAP - BiRD), alat bantu pernafasan alternatif yang keberadaannya masih sangat minim. Alat ini berfungsi mempertahankan tekanan positif pada saluran nafas bayi, selama masih terdapat pernafasan spontan.
Dengan adanya BiRD, bayi yang mengalami gawat nafas dapat tertolong dan dapat bernafas dengan normal. Sejak digunakannya BiRD di RSUD Ulin, angka kematian bayi dapat diminimalisasi dari 15 persen pada 2008 menjadi 9 persen pada tahun 2014.
CPAP BiRD yang masuk Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2018 ini diharapkan dapat diimplementasikan lebih luas di seluruh unit pelayanan kesehatan lainnya. Saat ini, alat ini sudah dipakai di beberapa RSUD Martapura, RS Tanjung, RS Amuntai dan RS Pelaihari.
CPAP BiRD dapat menghasilkan PEEP (Positive End-Expiratory Pressure), yakni suatu tekanan positif jalan napas pada tingkatan tertentu selama fase ekspirasi. PEEP berguna untuk meredistribusi cairan ekstravaskular paru, meningkatkan volume alveolus, dan mengembangkan alveoli yang kolaps.
Asisten I Sekda Kalsel Siswansyah menjelaskan, lahirnya inovasi tersebut dilatarbelakangi banyaknya angka kematian bayi. Memang, penyebab kematian bayi yang baru lahir di Indonesia terjadi karena banyak faktor seperti Infeksi, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), dan Gawat Nafas. "Di RSUD Ulin Kalimantan Selatan, kematian bayi akibat gangguan pernafasan sebanyak 15 persen di tahun 2008," ujarnya saat presentasi dan wawancara Top 99 Inovasi Pelayanan Publik di kantor Kementerian PANRB.
Inovator dari RSUD Ulin tengah menunjukkan inovasinya kepada Tim Panel Independen dalam presentasi dan wawancara Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2018 di Kemenetrian PANRB
Dikatakan, bayi-bayi yang lahir dengan gangguan pernafasan iti memerlukan alat bantu pernafasan, yakni CPAP. Namun demikian alat tersebut jumlahnya sangat terbatas di Kalimantan Selatan, lantaran harganya yang sangat mahal, yakni Rp 91 juta hingga Rp150 juta per unit. Penggunaan BiRD memiliki kelebihan, karena lebih efisien, pembuatannya mudah dan bisa dilakukan sendiri, serta ekonomis karena harganya jauh lebih murah dibandingkan alat CPAP. "Pembuatan CPAP BiRD hanya memerlukan biaya sekitar 280 ribu, dengan rician pembelian venturi seharga 200, sirkuit selang oksigen 50 ribu, tempat air (toples) dan peralatan pelengkap lainnya seharga 30 ribu,' ujar Direktur RSUD Ulin Kalsel, Suciati yang didampingi inovator, Ari Yunanto.
Menurutnya, untuk mempertahankan dan menjadikan metode ini sebagai suatu standar yang berkelanjutan, telah dibuat suatu regulasi berupa prosedur penatalaksanaan tetap yang dijadikan dasar pelaksanaan yang sah di RSUD Ulin. "Penggunaan CPAP BiRD telah disahkan menjadi suatu Standar Prosedur Operasional (SPO) di Ruang Rawat Intensif Neonatal RSUD Ulin," ungkapnya.
Ditambahkan, pihaknya juga telah meakukan sosialisasi kepada seluruh dokter ahli dan staf tenaga medis di lingkup Departemen / SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Ulin, serta rumah sakit lain di Kalimantan Selatan mengenai penggunaan CPAP BiRD. Hal ini dilakukan agar terjadi replikasi terhadap inovasi tersebut. (byu/ HUMAS MENPANRB)