JAKARTA – Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) membuka peluang bagi instansi pemerintah pusat dan daerah untuk tampil menonjolkan inovasi pelayanan publik setiap tahunnya. Inovasi itu merupakan peluang bagi daerah, terutama Kabupaten/Kota untuk semakin eksis di lingkungan yang lebih luas.
Deputi Bidang Pelayanan Publik Kementerian PANRB Mirawati Sudjono mengatakan, dalam kompetisi itu tim penilai tidak mengidentifikasi apakah daerah itu memiliki aset apa ataupun siapa pejabatnya.
Yang dinilai adalah karya apa yang diberikan oleh setiap daerah untuk dinilai. “Ke depan, daerah yang berinovasi akan kami monitor terus. Kalau perlu inovasinya juga harus dipatenkan, tapi jangan minta bayaran pada daerah yang mereplikasi. Cukup ijin saja,” ungkap Mirawati Sudjono dalam Focus Group Discussion Evaluasi Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik di Jakarta, Kamis (17/07).
Langkah seribu
Kompetisi inovasi pelayanan publik 2014 dinilai telah memberikan double effect. Selain memberikan dorongan untuk menyempurnakan birokrasi, sekaligus menyempurnakan peraturan itu sendiri. “Saya melihatnya sangat positif,” ujar Ketua Tim Panel Ahli Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik 2014, J.B. Kristiadi yang ditemui secara terpisah baru-baru ini.
Dikatakan, kompetisi itu kelihatannya sederhana, tapi banyak hal baru yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan. Hal ini menjadi langkah pertama yang positif. “Tinggal bagaimana menggerakkan langkah itu agar menjadi langkah seribu. Jadi bukan hanya jalan, tapi lari cepat,” ujarnya. Ditambahkan, hari esok harus lebih baik dari hari ini, dan selalu berubah terus. Perbaikan itu tidak akan ada hentinya. Karena negara maju pun terus melakukan perbaikan, diharapkan menjadi motto dalam perbaikan pelayanan publik di tanah air.
Salah satu warna baru yang diterapkan dalam inovasi tersebut adalah independensi penilaian. Penilai diambil dari orang-orang yang mempunyai kompetensi, dan independen, seperti yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), pengamat, media massa, yang tidak berafiliasi.
Para innovator juga merasa bangga, terutama saat diwawancarai orang-orang hebat. Sebut saja, prof. Sofian Efendi, Dr. Siti Zuhro, JB. Kristiadi dan lain-lain. Setidaknya, hal itu menjadi kebanggan dan pengalaman tersendiri. “Seperti ujian calon Doktor saja,” ujar Kepala Balai Karantina Ikan dan Pengembangan Mutu (BKIPM) Semarang, Woro Nur Endang.
Satu hal yang juga perlu dipikirkan ke depan, apresiasi itu pada pimpinan unit yang mendapat penghargaan harus mampu membangkitkan semangat anak buahnya. Sebab sukses seorang pimpinan sebenarnya sukses bawahan. Jadi untuk jangka panjang memang harus dipikirkan.
Kalau dalam waktu dekat ini, mungkin insentif untuk bawahan bisa dari perjalanan dinas. Banyak orang daerah yang diajak ke Jakarta sebenarnya sudah senang. “Memang itu juga dilemma, karena birokrasi kita belum mewadahi hal seperti itu. Mungkin ke depan perlu diberikan satu mata anggaran yang sifatnya memberikan insentif,” imbuh Kristiadi. (bby/ags/HUMAS MENPANRB)