Dirjen Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Freddy Harris dalam wawancara Top 99 Inovasi Pelayanan Publik di Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Jakarta, Senin (09/07).
JAKARTA – Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik yang sudah berjalan empat tahun, dinilai semakin baik. Menurut Ketua Tim Panel Independen J. B. Kristiadi, tahun ini ada perbaikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. “Yang pertama, inovasi lebih membumi, lebih realistis, lebih mengena pada pelayanan masyarakat,” ujarnya usai melakukan wawancara Top 99 Inovasi Pelayanan Publik di Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Jakarta, Senin (09/07).
Mantan Kepala Lembaga Administrasi Negara ini menambahkan, semakin banyak inovasi yang berbasis Teknologi Informasi. Hal ini mengindikasikan bahwa birokrasi pemerintahanh di Indonesia semakin maju, karena penggunaan IT memang menjadi tuntutan yang tak bisa dihindarkan.
Kristiadi juga menaruh perhatian terhadap kehadiran pucuk pimpinan pada wawancara Top 99 Inovasi Pelayanan Publik ini. Ia mengapresiasi kehadiran pimpinan instansi pemerintah yang berkomittmen untuk hadir sendiri. Misalnya Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly yang sudah berkomitmen untuk hadir, walaupun akhirnya mengutus pejabat di bawahnya, lantaran pada waktu bersamaan harus menghadiri Rapat Terbatas dengan Presiden di Bogor.
Mantan Sekjen Kementerian Keuangan ini menilai kehadiran tersebut mencerminkan komitmen pimpinan. “Harapan saya dalam beberapa hari kedepan ini juga berjalan lancar terutama para juri bisa hadir, dan inovasi instansi pemerintah mendapat perhatian dari pimpinan tinggi. Yang penting semangat masih tinggi,” ujarnya.
Pada sesi kedua, hari pertama wawancara Top 99 Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) 2018 ini ada tiga inovasi yang tampil. Sebelumnya, pada sesi pertama ada lima inovator. Ketiga inovator tersebut yakni Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dari Kementerian Hukum dan HAM, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual dari Kementerian Hukum dan HAM, dan Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas II Bandung, Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Bandung dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Kepala BPHN Enny Nurbaningsih mengatakan, inovasi pertama dari Badan Pembinaan Hukum Nasional yakni Aplikasi Indeks Kinerja OBH. Inovasi ini menjadi solusi bagi pengukuran kualitas Layanan Bantuan Hukum. Kuantifikasi kualitas layanan berdasarkan indeks ini merupakan cara baru dan sangat berbeda dengan metode pengawasan sebelumnya. Inovasi ini secara akurat menggambarkan spektrum kualitas pemberian layanan bantuan hukum karena menghitung beberapa dimensi yang menjadi standar layanan bantuan hukum sebagaimana diatur dalam PP 42/2013 dan Permenkumham 63/2016 jo Permenkumham 10/2015.
Inovasi berikutnya adalah Pencatatan Hak Cipta Online dengan Teknologi Kriptografi dari Kementerian Hukum dan HAM. Dirjen Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Freddy Harris menjelaskan, inovasi ini dilakukan untuk mempercepat proses pencatatan hak cipta. Selain itu, memiliki keamanan akses yang telah terverifikasi oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) serta telah terintegrasi dengan SIMPONI dan Intellectual Property Automation System sehingga data dapat diakses secara real time.
Inovasi terakhir berjudul One Stop Service!!! JESIKA IMUT PISAN, Melayani Anda Sampai Anda Minta Lagi (Jendela Informasi Karantina Ikan dan Mutu Penuh Inspirasi dan Pesan). Inovasi ini adalah layanan digital One Stop Service yang memberi kemudahan masyarakat dalam melakukan proses sertifikasi karantina ikan serta mendapatkan informasi penting terkait kebutuhan masyarakat yang melakukan bisnis di bidang perikanan serta menjadi bahan referensi bagi mahasiswa. Inovasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan ini dikembangkan untuk menjawab permasalahan agar dapat diterima masyarakat secara efektif dan efisien.
Menurut Kepala Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu, Rina, inovasi ini sangat efektif mengingat koneksi internet sudah masuk hingga pelosok pedesaan, sistem layanan konvensional perlu beralih ke sistem digital agar kemudahan akses informasi dan layanan dapat dirasakan oleh masyarakat. (rr/HUMAS MENPANRB)