Tangkapan layar dalam Rapat Koordinasi Pendampingan Penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik di Lingkup Wilayah I, Selasa (23/03).
JAKARTA – Mal Pelayanan Publik (MPP) tidak mungkin terwujud tanpa adanya koordinasi dan komunikasi yang efektif antara seluruh pihak yang terlibat dalam membangun MPP. Pembentukan MPP memerlukan komitmen yang kuat dari para kepala daerah untuk menghadirkan pelayanan yang modern dan cepat.
Setiap unit pelayanan perlu meningkatkan kapasitasnya untuk memberi layanan prima sesuai perkembangan sosial ekonomi, globalisasi, dan aspek lingkungan. “Diharapkan menciptakan lingkungan pemerintahan yang kolaboratif antar-penyedia layanan sehingga terwujud budaya inovatif yang berkelanjutan,” ujar Asisten Deputi Koordinasi Pelaksanaan, Kebijakan, dan Evaluasi Pelayanan Publik Wilayah II Kementerian PANRB Noviana Andrina saat membuka acara Rapat Koordinasi Pendampingan Penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik di Lingkup Wilayah I secara virtual, Selasa (23/03).
Noviana mengatakan, pemerintah daerah yang hendak membangun MPP juga harus memperhatikan kerja sama antar-penyelenggara layanan, serta menekankan kualitas pelayanan dan profesionalisme SDM. Ia menegaskan bahwa dalam membangun MPP harus melalui sejumlah tahapan antara lain koordinasi pelayanan, pengaturan mekanisme kinerja, penyiapan sarpras dan SDM, penandatanganan MoU, dan peresmian.
Selain itu, ada enam prinsip utama dalam membangun MPP. Diantaranya, keterpaduan serta integrasi data dengan berbagai layanan, berdaya guna, koordinasi dengan setiap instansi yang terlibat, akuntabilitas, aksesibilitas, serta kenyamanan.
Lebih lanjut dikatakan, salah satu tujuan berdirinya MPP adalah mendukung perkembangan ekonomi daerah dan nasional serta meningkatkan kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB). “Penyelenggaraan MPP diharapkan mampu memberikan kontribusi pada tingkat kepuasan masyarakat dan pada akhirnya mampu menciptakan lingkungan kemudahan berusaha yang lebih baik,” ungkapnya.
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Administrasi FISIP Universitas Indonesia Amy Yayuk Sri Rahayu mengatakan sistem integrasi pelayanan publik dipandang mampu mengurangi permasalahan inefisiensi, lemahnya kinerja layanan publik, akan mempersingkat waktu, mengurangi prosedur, serta dapat memangkas pengeluaran masyarakat.
Amy menjelaskan, ada empat komponen pokok dalam strategi pelayanan terintegrasi. Pertama, perencanaan yang meliputi kesiapan, regulasi, standar, SDM, sarpras, dan keuangan. Kedua, implementing meliputi delivery, tangibility, responsibility, empathy, reliability, dan complaint handling.
Komponen selanjutnya adalah monitoring, meliputi periode melakukan monitoring terhadap penyelenggaraan pelayanan yang telah dilakukan. Serta yang terakhir evaluating adalah pelaksanaan evaluasi terhadap indeks kepuasan masyarakat (IKM), proses bisnis internal, kepuasan pegawai, dan evaluasi diri.
Dengan adanya penyelenggaraan MPP, maka kesadaran untuk mengubah paradigma dalam melayani masyarakat sudah semakin bertumbuh. Pelayanan prima meliputi kepuasan masyarakat, efektivitas dan efisiensi, serta peningkatan EoDB. “Apabila ini semua sudah dijalankan dengan baik, maka pelayanan terintegrasi akan lebih maksimal,” ujarnya. (dit/ HUMAS MENPANRB)