JAKARTA – Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan Pemkot Banjarmasin mengembangkan budidaya ikan alternatif yang unik, baru, serta cocok dikembangkan dari, oleh, dan untuk masyarakat perkotaan. Terobosan yang diberi nama Inovasi Wadah Budidaya Ikan Menggunakan Kolam Terpal (Iwak Kota) ini masuk Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2018.
Walikota Banjarmasin Ibnu Sina menjelaskan, penggunaan air lebih irit, pencegahan dan pengendalian hama maupun penyakit juga lebih mudah sehingga kelangsungan hidup ikan lebih tinggi. "Selain itu pertumbuhan ikan dapat dipacu, dan ikan hasil panen tidak berbau lumpur. Pembuatan dan pemeliharaan ikan juga lebih mudah secara teknis dan lebih murah secara finansial,” ujarnya saat presentasi dan wawancara Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2018 di Kementerian PANRB.
Penerapan inovasi Iwak Kota bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani dan dapat menciptakan peluang usaha yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu juga untuk memenuhi kebutuhan produksi perikanan, serta menjaga agar kegiatan penangkapan ikan tetap berkelanjutan. "Perlu dilakukan upaya peningkatan produksi melalui kegiatan intensifikasi dan inovasi budidaya ikan lokal," ujarnya.
Selama ini, kebutuhan ikan lokal konsumsi masih mengandalkan hasil penangkapan di alam, sementara jumlah populasi ikan lokal semakin berkurang karena berkurangnya areal penangkapan ikan akibat alih fungsi lahan. Pemanfaatan lahan pertanian di Banjarmasin sudah tergerus dan berubah fungsi oleh peningkatan kegiatan ekonomi dan pertumbuhan penduduk. Menurut Data BPS Kota Banjarmasin tahun 2001 untuk lahan pertanian seluas 3.111,9 ha, tahun 2003 berkurang menjadi 2.962,6 ha dan pada tahun 2016 luas lahan pertanian hanya 1.835 ha.
Di sisi lain, pemenuhan kebutuhan ikan untuk dikonsumsi masyarakat semakin terdesak seiring berkurangnya areal populasinya. Belum lagi ditambah dengan sistem penangkapan ikan yang dilakukan dengan cara instan, tidak selektif, bahkan illegal fishing, juga keberadaan ikannya yang bersifat musiman.
Walikota Banjarmasin Ibnu Sina (tengah) saat presentasi dan wawancara Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2018 di Kementerian PANRB.
Sebelum inovasi Iwak Kota digulirkan, ketersediaan ikan lokal seperti ikan Papuyu di pasaran masih langka, bersifat musiman dan masih mengandalkan dari hasil tangkapan ikan di alam. Budidaya ikan juga menggunakan sistem konvensional. Berdasarkan data BPS, produksi ikan Papuyu pada tahun 2006 sebesar 0,4 ton, tahun 2007 sebesar 0,6 ton, dan tahun 2008 sampai tahun 2016 sudah tidak ada lagi produksi dari kegiatan budidaya. "Umumnya, lahan sekitar rumah penduduk juga tidak dimanfaatkan untuk peningkatan ekonomi," imbuh Sina.
Namun setelah inovasi diterapkan menciptakan peningkatan produksi dan konsumsi ikan lokal, pada tahun 2017 setelah adanya kegiatan budidaya ikan menggunakan kolam terpal telah berproduksi sebanyak 3 ton. Kemudian terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan protein hewani dari konsumsi ikan kadar protein dan asam amino pada ikan Papuyu, serta termanfaatkannya lahan sekitar rumah sekaligus meningkatnya pendapatan ekonomi pembudidaya ikan. Dikatakan, harga ikan Papuyu di pasaran lebih mahal daripada jenis ikan lainnya, yakni Rp 40.000-Rp 60.000 per kg.
Walikota Banjarmasin menambahkan, Iwak Kota akan terus dikembangkan dan berkelanjutan, mengingat bahwa peluang untuk mengembangkan program ini terbuka lebar. Output kegiatan sangat terasa manfaatnya, baik bagi pelaku usaha, masyarakat, maupun pemerintah.
Apalagi dengan adanya jaminan dan dukungan secara kebijakan dan keuangan dari pemerintah dalam kegiatan budidaya ikan yang inovatif, kreatif, efektif, dan efesien. Hal ini juga didukung adanya jaminan sosial dan ekonomi, budaya dan lingkungan, mengingat keuntungan dan manfaatnya jelas untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dan kesejahteraan masyarakat sekaligus mengurangi jumlah pengangguran.
Budidaya kolam terpal dapat diaplikasikan di berbagai tempat, tidak harus di lahan yang luas dan ideal seperti pembangunan kolam konvensional, kemudian mudah dibersihkan dan dipindahkan. (byu/HUMAS MENPANRB)