Di sela-sela kunjungannya ke Banyuwangi, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Asman Abnur dan Deputi Bidang RB Waskun M. Yusuf Ateh mengunjungi Kawah Ijen, Minggu (20/11) malam.
BANYUWANGI - Kunjungan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Asman Abnur ke Banyuwangi mendapatkan kesan mendalam, bahkan dia mengaku menemukan sesuatu yang hilang. "Saya merasa menemukan sesuatu yang mungkin di daerah lain sudah hilang. Saya lihat Banyuwangi beda," kata Asman saat mengunjungi Sanggar Genjah Arum di Kab. Banyuwangi, Minggu (20/11) malam.
Dalam kunjungannya, dia didampingi Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas dan Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan M. Yusuf Ateh. Asman mengatakan, masyarakat di Kab. Banyuwangi sangat menghargai dan menghormati daerahnya. Hal tersebut dibuktikan dengan toleransi antar suku yang ada di Banyuwangi, serta tetap melestarikan adat dan budayanya. "Di daerah lain mungkin tidak ada yang seperti ini, bahkan condong hilang. Dimana warganya selalu menghormati budaya asli Banyuwangi," kata Asman.
Dia bercerita pengalamannya saat masih tinggal di Batam. Dikatakan, saat itu anaknya disekolahkan di Singapura. Di negara tetangga tersebut, masyarakatnya dipisahkan secara etnis yaitu Cina, Melayu dan Singapura. "Berjalannya waktu, etnis Cina kehilangan adat budaya di Singapura, begitu juga budaya Melayu dan Singapura. Terakhir tahun 80 an sikap itu berubah dan setiap sekolah kembali ke adatnya," ujarnya.
Asman berpesan kepada seluruh masyarakat di Banyuwangi agar selalu bangga dengan adat budaya di tempatnya. Meskipun berada dari latarbelakang suku yang berbeda-beda, namun harus bangga dengan budaya asli Banyuwangi. "Kalau budaya bisa dipelihara ini satu kekayaan yang sangat besar," imbuhnya.
Sanggar Genjah Arum merupakan salah satu tempat di Desa adat yang bernama Kemiren yang masih melestarikan adat dan budaya Usungn/Osingnya. Sanggar ini dikemas apik dan didesain tradisional seperti sebuah museum Osing, suku asli di Banyuwangi. Di sanggar ini, para penduduk dilatih untuk melestarikan adat dan budayanya, seperti para wanita lansia yang diajak bermain musik. Kemudian, memanfaatkan hasil tanaman kopi yang menjadi ciri khas suku Osing. "Kami ingin terus melestarikan adat dan budaya Osing. Untuk itu, sanggar ini dibangun sedemikian rupa untuk menggambarkan bahwa seperti ini rumah ada Osing," kata Setiawan Sukbekti, pemilik sanggar.
Smart kampung
Kabupaten Banyuwangi kini juga dikenal sebagai kota wisata. Namun, tidak hanya daerah saja yang terkenal, penduduknya pun kini dikenal sampai ke dunia melalui teknologi.
Seperti yang ada di Desa Tamansari, Kecamatan Licin, Kab. Banyuwangi. Para penduduknya kini diajari bahasa asing untuk bisa memandu wisatawan asing. Tidak hanya itu, mereka juga selalu memposting keindahan alam yaitu Gunung Ijen dan rumah mereka untuk dijadikan Home Stay bagi wisatawan yang ingin bermalam. "Saya masuk ke desa ini tidak merasa di desa karena di Jakarta sendiri ada yang jelek, berbeda sekali dengan yang di sini," kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Asman Abnur saat mengunjungi Smart Kampung, Minggu (20/11) malam.
Smart Kampung juga menyajikan pelayanan bagi masyarakat yang ingin membuat surat-surat penting seperti KTP, Kartu Keluarga dan Akte Kelahiran hingga 24 jam. Menurut Asman, keberadaan Smart Kampung ini menandakan bahwa ada niat sungguh-sungguh dari pemerintah untuk menciptakan masyarakat yang cerdas teknologi. "Ini satu kemajuan yang luar biasa bahwa pelayanan tidak harus siang hari tapi malam hari pun kalau bertekad pasti mau," kata Asman.
Asman mengatakan, inovasi ini akan dijadikan role model untuk daerah-daerah lain. "Saya akan bawa Banyuwangi ini sebagai contoh bagi yang lain. Saya akan keliling terus untuk mensosialisasikan. Jadi dengan adanya smart kampung mudah-mudahan orang-orang kampungnya juga pintar-pintar," kata Asman. (ns/HUMAS MENPANRB)