JAKARTA – Sekitar 10 menit sebelum pembelajaran dimulai, 350 siswa Sekolah Dasar (SD) duduk bersama secara rapi di halaman sekolah. Serentak, siswa membaca buku-buku yang sudah disiapkan dari rumah selama 15 menit secara hening. Usai membaca, guru menunjuk siswa untuk menceritakan kembali apa yang telah dibaca. Jika siswa kesulitan bercerita maka siswa lain bersedia membantunya, kegiatan ini berlangsung sampai pukul 08.00 WIB.
Seperti itulah suasana membaca bersama dalam inovasi Layanan Budaya Baca Siswa (Labu Basi) Pemerintah Kabupaten Wonosobo diterapkan di SD Negeri 1 Garung setiap hari Jumat. “Siswa-siswi sebelum mengikuti mata pelajaran sepuluh menit sebelumnya diwajibkan membaca materi,” ujar Bupati Wonosobo Eko Purnomo, dalam tahapan presentasi dan wawancara Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik 2019 di Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Selain membaca hening, siswa juga harus membuat jurnal dan membaca 10 menit sebelum pelajaran dimulai pada hari Senin sampai Kamis. Sementara rangkuman bacaan dibuat oleh para siswa pada hari Sabtu. Dikatakan, inovasi Labu Basi memberikan dampak terhadap siswa kelas I sampai kelas VI. Dengan inovasi ini, terjadi peningkatan jumlah pengunjung perpustakaan per bulannya.
Pemerintah Kabupaten Wonosobo dalam presentasi dan wawancara Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik 2019 di Kantor Kementerian PANRB.
Inovasi Labu Basi berperan penting dalam proses mengatasi kelemahan siswa dalam setiap pembelajaran yang tidak memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Pembiasaan ini akan meningkatkan pemahaman siswa dalam proses belajar di kelas yang dikeluhkan guru masih kurang. Diterapkan sejak tahun 2016, Labu Basi sudah berjalan hampir 4 tahun hingga kini. “Agar tetap berjalan sesuai dengan tujuan, evaluasi dilakukan di setiap minggu setelah pelaksanaan kegiatan,” ungkap Eko
Inovasi ini mendorong komitmen orang tua yang biasanya jarang ditemui dalam lingkungan sekolah. Guru membantu siswa dalam memahami materi pembelajaran, sementara orang tua menjadi donator buku bacaan. Kontribusi orang tua tidak hanya sampai di situ saja, mereka menunggui anaknya membaca karena harus tanda tangan di buku penghubung Labu Basi. Orang tua dalam kelompok paguyuban juga membuatkan rak pojok baca siswa beserta bukunya. Untuk membuat program ini berkelanjutan, orang tua siswa baru mendapatkan arahan terkait program Labu Basi.
Inovasi Labu Basi menjadi motivasi bagi sekolah di sekitarnya. Terhitung sebanyak 17 SD dan Madrasah Ibtidaiyah melakukan studi banding tentang budaya baca ke sekolah ini. (clr/HUMAS MENPANRB)