JAKARTA – Menyembuhkan pasien bukan satu-satunya tujuan dokter Arif Rahman. Ia bertekad memanusiakan manusia, terutama bagi pasien orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Dari tangannya, lahir inovasi Pojok Pitu, yakni Posyandu Jiwa dengan Terapi Okupasi Terpadu.
Inovasinya itu ia terapkan di Puskesmas Trosobo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Sebagai Kepala Puskesmas, ia merangkul berbagai stakeholder dalam menjalankan inovasinya. “Inovasi ini melibatkan banyak pihak lintas sektor, karena tujuannya tidak hanya membuat pasien kami sehat, tapi juga memiliki lapangan kerja yang bisa diandalkan,” ujar pria yang menamatkan pendidikan kedokterannya di Universitas Airlangga tersebut.
Sejak mengabdi sebagai aparatur sipil negara (ASN) pada 2011, dr. Arif menunjukkan motivasi kuat untuk membantu pasien dimana pun dia ditempatkan. Tahun 2019 menjadi babak baru baginya dalam mengemban tugas sebagai Kepala Puskesmas Trosobo.
Angka ODGJ di wilayah kerja Puskesmas Trosobo terus meningkat dari tahun 2015. Tercatat pada tahun tersebut sebanyak 70 orang sebagai ODGJ dan pada tahun 2019 terdapat 151 pasien ODGJ, dengan penyebaran terbanyak di Desa Sambibulu. Pada akhir 2018, inovasi Pojok Pitu lahir.
Inovasi yang sudah berjalan selama kurang lebih dua tahun ini memang menggaet banyak pihak dalam pelaksanaannya. Dari sektor kesehatan dan pemerintah misalnya dokter, bidan desa, dan perawat melakukan kunjungan di Posyandu Jiwa yang difasilitasi oleh Pemerintah Desa Sambibulu di belakang balai desa.
Program Pojok Pitu juga merangkul Ikatan Alumni Universitas Airlangga (IKA-UA) cabang Sidoarjo untuk meningkatkan keterampilan dan produktivitas para penderita ODGJ. Tidak hanya itu, untuk memaksimalkan peran sektor swasta, puskesmas dan pemerintah desa juga bekerja sama dengan wisata Desa Sambibulu, D’Ganjaran.
Dokter Arif menegaskan, program ciptaannya memungkinkan pasien mantan ODGJ bisa memiliki pekerjaan layak, karena pihaknya juga bekerja sama dengan pihak agrowisata. “Sehingga mereka (pasien ODGJ) dapat menghasilkan uang untuk keluarga dan quality of life-nya meningkat,” ungkapnya.
Bahkan, salah satu pasien saat ini bekerja menjadi penjual pentol dengan pendapatan per hari sekitar Rp100.000. Hal ini membuat mantan pasien tersebut sanggup membeli motor, menjadi tulang punggung keluarganya, dan hidup mandiri tanpa terkurung dalam pasung.
Berkat tekad dan inovasi yang terus dihasilkannya, dr. Arif Rahman Nurdianto berhasil menjadi 10 besar nomine Anugerah ASN 2020 dalam kategori The Future Leader. Pojok Pitu juga berhasil mengantarkan Sidoarjo menerima penghargaan Swastu Saba dari Kementerian Kesehatan pada tahun 2019. Salah satu potret keberhasilan dari program ini adalah minimnya angka kasus kambuh pasien ODGJ, keteraturan berobat, serta peningkatan kualitas dan status ekonomi pasien ODGJ tersebut.
Sebagai seorang tenaga kesehatan, ia berusaha memanusiakan manusia. Ia berhasil mendobrak stigma negatif tentang pasien atau mantan pasien ODGJ. Kelompok masyarakat yang selama ini dipandang sebelah mata atau termarjinalkan, berhasil ia tingkatkan derajat hidupnya. “Setidaknya dengan program ini kita bisa memanusiakan manusia serta menjadikan ODGJ tidak terlantar dan meningkatkan quality of life pasien tersebut,” pungkas dokter yang juga akademisi di Stikes RS Anwar Medika ini. (nan/HUMAS MENPANRB)