Pin It

politisasi birokrasi

 

JAKARTA–Banyaknya pemilukada yang akan berlangsung pada tahun 2013 ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur  Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Azwar Abubakar wanti-wanti agar jajaran birokrasi tetap netral, tidak berpihak kepada salah satu calon tertentu. Demikian juga para kandidat pemilukada, diminta untuk tidak melibatkan birokrasi menjadi tim suksesnya.

Menteri mengakui, politisasi birokrasi merupakan isu nasional, yang berdampak sangat luas. Tidak jarang pejabat karier disingkirkan lantaran dianggap tidak loyal, karena tidak  mendukung sang pemenang, khususnya incumbent. “Posisi seorang sekretaris daerah beserta jajarannya seperti telur di ujung tanduk. Kalau tidak mendukung dia terancam ditendang, tetapi kalau mendukung berarti dia menyalahi aturan, karena tidak netral,” tutur Azwar Abubakar, Minggu ( 17/03).

Hal itu bukan isapan jempol belaka, karena tidak jarang pejabat yang mengadu ke Kementerian PANRB. Seorang Kepala Dinas di suatu kabupaten mengadu bahwa dia bersama dengan belasan pejabat eselon II dan III dimutasikan, tidak lama setelah Bupati terpilih dilantik.  Ada juga Sekda di suatu kabupaten yang digeser menjadi Kepala Dinas, dan diisi oleh pejabat yang berada di gerbong bupati terpilih.

Para pejabat itu umumnya sudah mengadukan kasusnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Banyak diantaranya yang menang, dan PTUN memerintahkan agar Bupati mengembalikan jabatan semula. Tidak digubris di PTUN Tingkat pertama, mereka banding ke PTUN tingkat II, dan menang. “Tetapi tetap saja sang Bupati itu tidak mengindahkan putusan PTUN,” tambahnya.

Terkait dengan masalah itu, Kementerian PANRB sebenarnya sudah menyusun RUU tentang Administrasi Pemerintahan, yang menguatkan posisi PTUN. Sekarang bisa terjadi demikian, karena Bupati masih bisa berkelit bahwa aturan yang dipakai adalah UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah. “Mungkin para Bupati menganggap putusan PTUN tidak bersifat mengikat,” ujar Deputi Tatalaksana Kementerian  PANRB Dedu S. Bratakusuma.

Ditambahkan, akibat politisasi birokrasi, karier PNS dikorbankan. Kandidat yang menang tidak jarang membawa ‘gerbong’ ke jajaran birokrasi, meskipun tidak memiliki kompetensi sekalipun. Selain itu, sering terdengar juga adanya calon yang memanfaatkan asset negara untuk kegiatan kampanye. “Akibatnya, hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan juga terganggu. Ini tidak boleh terjadi lagi,” tandasnya.

Dalam Grand Design Reformasi Birokrasi yang telah diekstraksi ke dalam 9 program percepatan reformasi birokrasi, pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan birokrasi yang bersih, kompeten, dan melayani.  Yang dimaksud dengan bersih adalah bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), serta bersih dari politisasi.

Kebijakan tersebut juga dituangkan ke dalam RUU Aparatur Sipil Negara (ASN), yang akan memposisikan pejabat karir tertinggi di daerah sebagai pejabat pembina kepegawaian (PPK). “Hal ini sebagai salah satu langkah untuk menghindari politisasi birokrasi,” tambah Azwar Abubakar. (ags/HUMAS MENPANRB)