JAKARTA - Menteri PANRB Azwar Abubakar mengatakan, opini wajar tanpa pengecualian (WTP) yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sangat penting bagi instansi pemerintah. Tetapi, itu saja tidak cukup, karena yang lebih penting adalah sejauh mana kegiatan instansi pemerintah bermanfaat bagi rakyat.
Hal itu disampaikan Menteri Azwar Abubakar, di sela-sela pencanangan pilot project reformasi birokrasi bagi pemerintah daerah oleh Wakil Presiden Boediono, di Jakarta Selasa (28/05). Seperti biasa, mantan Wagub Aceh ini selalu menjelaskan sesuatu dengan analogi. “Pak Wapres, saya mengibaratkan hal ini dengan tiga orang mahasiswa diberi uang satu juta rupiah oleh orang tuanya,” tuturnya.
Mahasiswa yang pertama, tutur Azwar, membelanjakan seluruh uangnya untuk membeli tas bagus buatan Swedia. Mahasiswa yang kedua,membelanjakan uangnya untuk membeli 2 buah text book dari 10 text book yang diwajibkan. Sedangkan mahasiswa yang ketiga, memfoto copy semua text book yang diwajibkan dengan biaya Rp. 1 juta. Setelah ujian, ternyata mahasiswa pertama gagal, mahasiswa kedua sebagian mata kuliah saja yang lulus, sementara mahasiswa yang ketiga lulus semua.
Menurut Azwar Abubakar, pengeluaran dan peruntukan ketiga mahasiswa itu masuk kategori WTP, karena membelanjakan uangnya dengan benar, dan dengan kuitansinya lengkap. Tetapi kalau dilihat dari segi akuntabilitasnya, hanya mahasiswa yang ke-3 yang akuntabel, karena hasilnya sesuai dengan tujuan yang diinginkan, yakni lulus ujian. “Jadi WTP saja tidak cukup. Untuk mengetahui manfaat yang optimal bagi rakyat, harus diukur akuntabilitasnya,” ucapnya tandas.
Terkait dengan perumpamaan ketiga mahasiswa tersebut, Menteri mengajak para kepala daerah agar pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan pemerintah daerah tidak sekadar formalitas. “Reformasi birokrasi bukan sekadar formalitas, kemudian mendapatkan tunjangan kinerja. Tetapi lebih dari itu, reformasi birokrasi harus bermanfaat bagi masyarakat,” imbuh Menteri. (ags/HUMAS MENPANRB)