Pin It

20180808 Lipsus Top 99

 

JAKARTA –  Banyaknya permasalahan keluarga di wilayah Provinsi Jawa Barat, mendorong Pemprov Jawa Barat melahirkan program inovatif yang diberi nama Motivator Ketahanan Keluarga (Motekar). Inovasi ini merupakan langkah kreatif dan inovatif, untuk mengoptimalkan sumberdaya yang ada di masyarakat dalam penyelesaian masalah kerentanan keluarga. Sejak diterapkan pada tahun 2015, kasus kerentanan keluarga di Jawa Barat mengalami penurunan.

Inovasi yang masuk Top 99 Inovasi Pelayanan  Publik 2018 ini merupakan tenaga yang berasal dari masyarakat yang memiliki pengetahuan, kemauan, kemampuan dan keterampilan serta telah melalui proses seleksi di tingkat provinsi Jawa Barat. Mereka bertugas  memfasilitasi kegiatan pemberdayaan keluarga yang mengalami kerentanan aspek fisik, ekonomi, psiko-sosial, dan sosial budaya untuk meningkatkan kualitas keluarga.

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa mengatakan, program dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jawa Barat ini unik, mengingat saat ini belum ada tenaga yang secara khusus menangani penguatan ketahanan keluarga. “Inovasi ini dilatarbelakangi oleh tiga persoalan besar yang terkait dengan kerentaan keluarga di Jawa Barat,” ujarnya saat presentasi dan wawancara Top 99 Inovasi Pelayanan Publik di Kementerian PANRB.

Dijelaskan, pada kelompok pertama berupa kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang cenderung meningkat. Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) terdapat 1.311 kasus (2010), 1.483 kasus (2011), 2.238 kasus (2012), 2.285 kasus (2013), dan 3.683 kasus (2014)

20180831 Motekar jabar 

Sekda Jabar Iwa Kartiwa (kanan) dan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jawa Barat  Poppy Sophia Bakur, saat presentasi dan wawancara Top 99 Inovasi Pelayanan Publik di Kementerian PANRB.

 

Kedua, Jawa Barat merupakan salah satu dari tiga provinsi di Indonesia yang paling tinggi angka perceraiannya, dan cenderung meningkat. Pada tahun 2013 terdapat 62.184 kasus dan meningkat menjadi 67.129 kasus pada 2014. Selain itu, yang merupakan permasalahan ketiga adalah, masih adanya kesenjangan partisipasi perempuan dalam pembangunan yang ditunjukkan oleh rendahnya pencapaian Indeks Pembangunan Gender (IPG) Jawa Barat.  Berdasarkan data Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2015 yang disampaikan oleh KPPA RI, capaian IPG Jawa Barat Tahun 2014 hanya 88,35%, jauh di bawah DKI Jakarta (94,60 %) maupun Jawa Timur (90,83 %) dan Jawa Tengah (91,89%).

Melihat kondisi tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga. “Program Motekar bertujuan untuk mendampingi keluarga melalui dukungan pengurangan kekerasan dalam keluarga, masalah ekonomi, masalah legalitas dan lain-lain. Prioritas utamanya adalah memberikan bimbingan kepada masyarakat, “ungkapnya.

Iwa menambahkan, Jawa Barat saat ini memiliki 666 Motekar yang tersebar di 186 Kecamatan dan terus dibekali berbagai keahlian dan keterampilan agar dapat memberikan penguatan pembangunan ketahanan keluarga Jawa Barat. Sejak diterapkan pada tahun 2015, lanjutnya, Terdapat perbaikan permasalahan atau kasus kerentanan keluarga di Jawa Barat yakni tercatat 2.853 kasus tahun 2015 dari sebelumnya tercatat 3.683 kasus pada tahun 2014, dan pada tahun 2016 kerentanan keluarga di Jawa Barat menurun menjadi 1.817 kasus.

Sedangkan angka perceraian di Jawa Barat, tercatat menurun menjadi 39.350 kasus sampai dengan September 2016 dari sebelumnya tercatat 67.129 kasus pada tahun 2014. dan capaian Indeks Pembangunan Gender terus meningkat dari tahun 2014 yang hanya 88,35%, menjadi 89,11% di tahun 2015 dan  89,56% di tahun 2016.

Iwa berharap, Inovasi ini dapat direplikasi oleh Provinsi lain, mengingat telah dibuatnya standard operation procedure (SOP), buku manual, modul modul pelatihan terkait Motekar. “Provinsi Jawa Barat selalu terbuka bagi provinsi lain di Indonesia untuk berbagi pengalaman mengenai penanggulangan masalah kerentanan keluarga melalui penguatan ketahanan keluarga,”tambahnya. (dit/ HUMAS MENPANRB)