JAKARTA – Dyah Putri Ambarwati adalah pegawai negeri sipil (PNS) Kementerian Kesehatan yang mengabdikan dirinya untuk menolong anak-anak penderita gangguan hati atau atresia bilier. Ia menggagas Gerakan Nasi Kotak Untuk Berbagi Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta dan Rumah Singgah Pejuang Hati yang kemudian menjadi Yayasan Rumah Satu Hati.
Atresia bilier adalah salah satu jenis kelainan yang terjadi pada saluran metabolisme dimana saluran dari hati ke kantung empedu tidak terbentuk normal. Penyakit yang merupakan gangguan hati ini sifatnya kronis, progresif, dan baru diketahui ketika bayi sudah lahir.
Kegigihannya dalam membantu penderita atresia bilier berasal dari panggilan hati. Menjadi sukarelawan diputuskan menjadi jalan hidup yang ia cintai. “Kalau bisa dibilang, ini jalan takdir bagaimana saya cinta ada di jalan ini dan merasa ini adalah bagian dari jalan hidup saya. Saya rasa pandemi ini sudah mengajarkan kita tentang sesuatu, yaitu bagaimana kita bisa menembus batas,” ungkapnya.
Perempuan yang sudah mengabdi untuk negara selama 15 tahun ini bertugas sebagai Asisten Apoteker Mahir di RSKO Jakarta. Sebagai sosok yang memberikan dampak sosial yang sangat tinggi di lingkungannya, Dyah berhasil menjadi 10 besar kategori PNS Inspiratif dalam ajang Anugerah ASN 2020 yang diselenggarakan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB)
Yayasan Rumah Satu Hati menjadi organisasi sosial yang membantu anak-anak penyintas atresia billier. Melalui yayasan ini, Dyah mampu memberikan kemudahan bagi pasien gangguan fungsi hati kronis melalui program kegiatan utama meliputi edukasi, sosialisasi, dan pendampingan.
Selain mendirikan yayasan, Dyah menjual nasi kotak di lingkungan kantornya untuk menghimpun dana dengan harga 10 ribu rupiah. Dana yang dikumpulkan dari hasil penjualan diperuntukkan sepenuhnya untuk anak-anak penderita atresia bilier.
Ia memberikan sosialisasi, khususnya memberikan pemahaman kepada rekan-rekan kerja tentang fenomena gangguan hati sembari menjual nasi kotak. Kegiatan tersebut tidak mengganggu tugas utama Dyah di RSKO. Sistem kerja rumah sakit berdasarkan shift membantunya melakukan manajemen waktu untuk menjadi sukarelawan di luar jam dinas.
Upaya Dyah dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang atresia bilier tentunya tidak hanya terbatas pada pengumpulan donasi dan mendirikan yayasan. Kedepannya, ia ingin membangun jaringan relawan di banyak daerah sekaligus sosialisasi sampai ke pelosok daerah terutama di posyandu dan perangkat desa. “Kita tidak fokus pada masalah, tapi kami mencari solusi bagaimana kami tetap bisa mendampingi dan menjangkau semua pasien meskipun mereka ada di daerah,” jelas Dyah.
Peningkatan pelayanan dan pendampingan bagi para penderita atresia bilier juga sedang direncanakan. Rencana tersebut adalah membuat kampanye donor organ, menyempurnakan sistem informasi khusus pasien pejuang hati, dan mempunyai rumah singgah khusus untuk anak pasca-transplantasi hati.
Pengabdian yang telah dilakukan selama bertahun-tahun ini mampu menebar kepedulian di lingkungan kerjanya. Bahkan jiwa kepedulian dan kemanusiaan Dyah diakui dan dinilai sangat membanggakan oleh Plt. Direktur Utama RSKO Didi Danukusumo. “Ibu Dyah adalah seorang pionir dan influencer untuk kebaikan. Seperti gayung bersambut, kebaikan ini disambut dan didukung teman-teman sehingga lahirlah (lebih banyak) kebaikan,” tutup Didi. (clr/HUMAS MENPANRB)