Tulisan oleh: Rakhmad Setyadi, Staf Khusus Menteri PANRB Bidang Stranas PK
“Mencegah lebih baik daripada mengobati” adalah peribahasa yang sering kita dengar dalam kaitannya dengan kesehatan. Namun, prinsip yang sama juga dapat diterapkan dalam manajemen pemerintahan. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu misi Presiden tahun 2019-2024 adalah pengelolaan pemerintah yang bersih, efektif, dan terpercaya. Saat ini birokrasi dituntut untuk dapat bergerak lebih lincah, dinamis, bersih, dan akuntabel sehingga mampu beradaptasi pada perubahan yang bergerak dengan cepat dan penuh ketidakpastian. Salah satu faktor pengungkit untuk mencapai sasaran tersebut adalah dengan melakukan penguatan dibidang pengawasan, yaitu dengan memperkuat Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Hal ini sejalan dengan arahan Presiden pada Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2020, “Kalau ada potensi masalah segera ingatkan, jangan sampai pejabat dan aparat pemerintah dibiarkan terperosok. Bangun sistem peringatan dini (early warning system), perkuat tata kelola yang baik, yang transparan, yang akuntabel."
Dengan memakai logika yang sama pada peribahasa di atas, memperkuat APIP sama halnya dengan memperkuat sistem imunitas guna mencegah munculnya penyakit pada tubuh manusia. Pertanyaannya, apa yang perlu diperkuat dari APIP sebagai “sistem imunitas”-nya pemerintah?
APIP memiliki peran strategis dalam menunjang dan memperkuat efektivitas sistem pengendalian intern guna mewujudkan pemerintahan yang efektif, efisien, dan akuntabel. Namun, sayangnya selama ini masih terdapat cara pandang lama di mana APIP hanya bertindak sebagai watchdog yang identik dengan pencari kesalahan. Oleh karena itu, perlu ada pergeseran paradigma pengawasan dimana APIP dituntut untuk mampu melakukan penjaminan kualitas (quality assurance), dimana ia turut berperan secara aktif dan menjadi bagian dari penyelesaian masalah. Di samping menjalankan fungsi assurance dan consulting, APIP diharapkan dapat berperan sebagai mitra strategis (strategic partner) yang membantu pimpinan dan jajaran manajemen dalam menyelesaikan berbagai masalah penyelenggaraan pemerintahan. Bahkan best practice audit internal terkini, mendorong unit audit intern untuk menjadi trusted advisor bagi organisasi dalam menghadapi beragam permasalahan serta mengantisipasi berbagai risiko yang mungkin terjadi. Persis seperti cara kerja sistem imunitas yang mencegah tubuh mengalami sakit dan kalaupun tubuh harus mengalami sakit, ia turut berperan secara langsung dan aktif menyembuhkan guna mengembalikan tubuh pada kondisi terbaiknya.
Saat ini, kinerja APIP dianggap masih lemah meskipun telah didorong dengan upaya penguatan atas fungsi dan perannya. Salah satu musababnya adalah upaya tersebut masih terus “dihantui” tantangan sistemis dalam hal kuantitas dan kualitas SDM, anggaran, serta kelembagaan dan kewenangannya. Meskipun beberapa kerangka regulasi telah disusun guna mengatasi masalah tersebut, namun kenyataannya di lapangan masih terdapat, misalnya, kesenjangan antara jumlah SDM APIP dengan kebutuhan idealnya. Selain itu, beberapa aspek lain yang juga perlu mendapatkan perhatian serius adalah persoalan independensi, kompetensi, dan integritas SDM APIP yang selama ini dianggap masih “jauh panggang dari api”. Indikasi lemahnya independensi tersebut dapat dilihat dari posisi SDM APIP yang secara struktural masih berada di bawah kendali pimpinan instansi pemerintah. Sehingga oleh karenanya, kondisi demikian tidak memungkinkan SDM APIP untuk melakukan pengawasan secara profesional dan objektif. Tidak berhenti sampai di situ, anggaran yang dialokasikan untuk inspektorat selaku unit kerja pengawasan internal juga belum memadai, sehingga pelaksanaan fungsi pengawasan pada instansi pemerintah menjadi tidak optimal. Dari sisi komitmen alokasi anggaran, secara legal, juga belum ada dasar hukum bagi instansi pemerintah untuk mengalokasikan anggaran dalam jumlah atau persentase tertentu dalam rangka mendukung pelaksanaan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh inspektorat.
Bercermin dari kondisi tersebut, penguatan APIP menjadi sebuah keniscayaan. Sehingga oleh karenanya, ia menjadi salah satu aksi yang didorong dalam Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK). Melalui Stranas PK, APIP akan diperkuat dalam 4 aspek, yaitu kelembagaan, sumber daya manusia, tata kelola, dan anggaran.
Sampai saat ini, beberapa capaian yang berhasil dilakukan diantaranya adalah:
- Dalam aspek SDM, telah dilakukan pemetaan kesenjangan antara jumlah SDM APIP yang tersedia dengan jumlah yang dibutuhkan;
- Dalam aspek tata kelola, telah ada kesepakatan mengenai pembagian fungsi auditor, audiwan, dan P2UPD;
- Dalam aspek kelembagaan dan anggaran, telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 72/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah No. 18/2016 tentang Perangkat Daerah.
Beberapa capaian di atas diharapkan dapat meningkatkan kinerja APIP serta memperkuat peran dan fungsinya dalam melakukan pengawasan. Lagi-lagi, penguatan APIP pada beberapa aspek di atas ibarat pemberian nutrisi yang bermanfaat untuk memperkuat sistem imunitas tubuh dalam mencegah penyakit.
Beberapa kemajuan signifikan sebagaimana telah disebutkan di atas dapat tercapai karena adanya sinergi antar instansi terkait, di antaranya Kementerian PANRB, Kementerian Dalam Negeri, BPKP, dan BKN. Setiap instansi penanggung jawab menjalankan peran dan fungsinya masing-masing. Diskusi, koordinasi, dan kolaborasi giat dilakukan untuk mencapai kesepakatan bersama sehingga mampu mendorong penguatan APIP menjadi program prioritas yang harus diselesaikan sesuai target. Lebih jauh lagi, muara dari penguatan APIP ini sebetulnya adalah terbangunnya kepercayaan masyarakat bahwa pemerintah telah, sedang, dan akan terus bekerja untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja dan pemberantasan korupsi yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat. Seperti halnya sistem imunitas yang bekerja terus menerus guna memastikan tubuh tetap sehat untuk menunjang berbagai aktivitas sehari-hari.