Ilustrasi
JAKARTA – Meski pemerintah terus mendorong Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk menjaga netralitas dalam menghadapi Pilkada serentak tahun 2018 ini, tetap saja ada sejumlah ASN yang melanggar. Berdasarkan data dari Bawaslu/Panwaslu yang diserahkan ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) terdapat 117 dugaan pelanggaran netralitas ASN yang terjadi di pusat, provinsi maupun kab/kota.
Asdep Pembinaan Integritas dan Penegakan Disiplin SDM Aparatur Kementerian PANRB Bambang Dayanto Sumarsono mengatakan, pelanggaran yang dilakukan antara lain berupa melakukan ajakan memilih, menghadiri kegiatan politik, dan memberikan sambutan pada acara silaturahmi bakal pasangan calon. Pelanggaran netralitas terbanyak berada di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan 42 temuan pelanggaran, kemudian Sulawesi Selatan dengan 34 temuan pelanggaran.
Dari 117 kasus tersebut, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) telah mengeluarkan 48 rekomendasi. Lima diantaranya diberikan sanksi disiplin dan 43 kasus diberikan sanksi moral. “Namun baru 4 rekomendasi yang ditindaklanjuti, yakni dari Kabupaten Sidenreng Rappang, Kabupaten Jeneponto, Kota Pare-Pare, dan Kota Makassar,” ujarnya di Jakarta, Selasa (13/03).
Untuk sanksi disiplin, sanksinya merujuk pada Peraturan pemerintah No. 53/2010 tentang Disiplin PNS, yang mengelompokkan tiga tingkatan sanksi, yakni ringan, sedang, dan berat. Rekomendasi KASN terhadap pelanggaran tersebut masuk dalam sanksi ringan dan berat. “Ada yang diturunkan pangkatnya satu tingkat selama satu tahun, teguran tertulis, ada juga yang berupa teguran lisan,” jelas Bambang.
Sebelumnya, Kementerian PANRB telah mengeluarkan Surat Menteri No. B/71/M.SM.00.00/2017 tentang Pelaksanaan Netralitas bagi ASN pada Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2018, Pemilihan Legislatif Tahun 2019, dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019. Berdasarkan UU No.5/2014 tentang ASN, Apabila hasil pengawasan tidak ditindaklanjuti, maka KASN merekomendasikan kepada Presiden untuk menjatuhkan sanksi terhadap Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan Pejabat yang Berwenang (PyB).
Sanksi tersebut dapat berupa peringatan, teguran, perbaikan, pencabutan, penerbitan keputusan, dan/atau pengembalian pembayaran, hukuman disiplin untuk PyB, dan sanksi untuk PPK.
Saat ini, Kementerian PANRB dan Kemenko Polhukam sedang menyusun Rancangan Instruksi Presiden yang memuat pendelegasian kewenangan dari Presiden kepada Menteri PANRB untuk memberikan sanksi kepada PPK dan PyB. Rencananya, pengaturan tentang tata cara pengenaan sanksi administratif terhadap PPK dan PyB instansi pusat akan diatur dengan Peraturan Presiden, sedangkan untuk instansi daerah akan diatur dengan Peraturan Menteri PANRB.
Nantinya, hasil pengawasan dari Bawaslu/Panwaslu akan dibawa ke pra forum sidang kemudian dilanjutkan ke forum sidang. “Anggota sidang terdiri dari KASN, BKN, Kementerian Dalam Negeri dan diketuai oleh Menteri PANRB,” imbuh Bambang. (rr/HUMAS MENPANRB)