Presiden Jokowi memberikan sambutan pada pembukaan Konferensi Nasioal Pemberantasan Korupsi 2016 di Jakarta, Kamis (01/12)
JAKARTA - Presiden Joko Widodo kembali menegaskan komitmennya terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Meski pada kenyataannya saat ini Indeks Persepsi Korupsi Indonesia masih berada pada peringkat ke-88, segala upaya pemberantasan korupsi masih terus berjalan. Demikian ditegaskan Presiden Jokowi saat memberikan sambutan dalam pembukaan Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) Tahun 2016 di Gedung Balai Kartini, Jakarta, Kamis, 1 Desember 2016.
Berdasarkan data yang disampaikan oleh Presiden, hingga saat ini sudah sebanyak 122 anggota DPR dan DPRD, 25 menteri atau kepala lembaga, 4 duta besar, 7 komisioner, 17 gubernur, 51 bupati dan walikota, 130 pejabat eselon I sampai eselon III, serta 14 hakim yang sudah dipenjara karena korupsi. Meskipun begitu, hal tersebut bukanlah hal yang patut dibanggakan. "Jangan diberikan tepuk tangan untuk ini. Menurut saya semakin sedikit yang dipenjara itu artinya kita semakin berhasil mencegah dan memberantas korupsi," pungkasnya.
Sebab, menurut Presiden, prestasi terbaik dari upaya pemberantasan korupsi yang selama ini dilakukan ialah semakin baiknya bentuk pelayanan publik di Indonesia. Karena perlu diakui, korupsi merupakan salah satu permasalahan besar yang menyebabkan terganggunya sistem pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
"Prestasinya adalah kalau sistem pemerintahan kita semua berjalan dengan efektif. Kalau kita lihat memang dari indeks daya saing kita, problem besar kita sebenarnya ada tiga. Yang pertama yang berkaitan dengan korupsi. Yang kedua yang berkaitan dengan inefisiensi birokrasi kita. Dan yang ketiga berkaitan dengan ketertinggalan infrastruktur kita. Tiga hal besar ini memang yang harus kita atasi bersama-sama," terang Presiden.
Oleh karenanya, guna melakukan penegakan hukum dan pencegahan terhadap korupsi, Presiden Joko Widodo mendukung penuh penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, ia juga meminta adanya sinergi yang baik antara KPK dengan aparat penegak hukum lainnya.
"Saya mendukung penuh penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi, baik dari sisi kelembagaan maupun kemandirian. Saya juga sudah perintahkan untuk melakukan reformasi internal di institusi kejaksaan dan kepolisian agar menghasilkan penegak-penegak hukum yang profesional. Agar pemberantasan korupsi bisa berjalan efektif dan tidak berjalan sendiri-sendiri, Kepolisian dan Kejaksaan Agung harus memperkuat sinergi dengan KPK," ujarnya.
Terhadap kenyataan dengan masih banyak ditindaknya para koruptor di Indonesia, hal tersebut menunjukkan bahwa penegakan hukum selama ini ternyata belum sepenuhnya memberikan efek jera bagi para koruptor. Meski demikian, Presiden meminta seluruh pihak untuk tidak patah semangat. "Kita harus bekerja lebih keras lagi, lebih komprehensif, dan lebih terintegrasi. Jangkauan pemberantasan korupsi pun harus mulai dari hulu sampai hilir," tekan Presiden.
Reformasi Perizinan
Di sektor pemerintahan dan pelayanan sendiri, untuk mendukung upaya pencegahan korupsi, Presiden telah meminta kepada seluruh Kementerian/Lembaga untuk memberikan prioritas pada upaya reformasi sektor perizinan dan sektor layanan publik. Sebab, sektor-sektor yang berkaitan langsung dengan rakyat dan pengadaan biasanya merupakan area-area yang rawan dengan terjadinya tindak pidana korupsi.
"Selain itu, prioritas juga diberikan pada peningkatan transparansi penyaluran dana hibah, bantuan sosial serta pengadaan barang dan jasa. Saya sudah perintahkan untuk penyaluran bantuan sosial dan dana hibah harus lewat sistem perbankan kita," imbuhnya.
Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk mendukung upaya tersebut. Seperti misalnya pemberantasan pungutan liar oleh Tim Sapu Bersih Pungutan Liar atau yang biasa dikenal dengan Tim Saber Pungli. Selain itu, melanjutkan langkah-langkah deregulasi yang sampai saat ini sudah sampai pada paket kebijakan ke-14 juga dianggap perlu. "Kita juga harus terus mendorong perbaikan mekanisme serta penyederhanaan prosedur birokrasi termasuk penyederhanaan rezim SPJ," terang Presiden.
Pemanfaatan sistem informasi dalam pemerintahan juga disinggungnya kembali dalam kesempatan tersebut. Dengan memanfaatkan sistem informasi, dipercaya akan mampu mengurangi potensi-potensi tindak pidana korupsi. "Tapi saya juga ingatkan bahwa pembangunan sistem yang berbasis IT itu juga bukan satu-satunya jawaban. Harus juga diimbangi dengan bekerjanya pengawasan yang efektif baik yang dilakukan oleh pengawas internal masing-masing Kementerian dan Lembaga, pengawas eksternal, maupun dengan cara mengundang partisipasi publik melalui penerapan keterbukaan informasi," pungkasnya.
Hadir mendampingi Presiden dalam kegiatan ini Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur, para menteri anggota Kabinet Kerja lainnya, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Ketua KPK Agus Rahardjo, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, serta sejumlah pimpinan lembaga negara, dan para pegiat anti-korupsi. (ajg/HUMAS MENPANRB)