JAKARTA – Budaya kerja aparatur pemerintah selama pandemi Covid-19 tidak bisa biasa-biasa saja. Adaptasi terhadap teknologi, adalah cara terpenting agar pelayanan publik tetap optimal, sekaligus mereduksi dampak pandemi. Bahkan, rekrutmen dan pengembangan kompetensi aparatur sipil negara dinilai harus lebih variatif, terutama untuk penggunaan aplikasi pertemuan jarak jauh.
Hal itu diungkapkan akademisi dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Wahyudi Kumorotomo, pada Webinar Nasional Transformasi Budaya Kerja ASN dalam Sistem Kerja Baru, Selasa (15/12). “Tentu saja kita perlu inovasi, berpikir kreatif, dan perbanyak penggunaan teknologi. Kebiasan baru menuntut kita untuk menyesuaikan diri dengan hal-hal yang sebelumya belum pernah kita lakukan,” jelas Wahyudi.
Dalam webinar yang diadakan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) itu, Wahyudi mengapresiasi konsep pelayanan publik yang semakin digital. Digitalisasi sistem pelayanan ini, masyarakat tidak selalu harus bertatap muka dengan pemberi layanan sehingga mengurangi dampak penularan Covid-19, baik bagi pemberi maupun pengguna layanan.
Perlu diketahui, Kementerian PANRB adalah instansi yang menjadi regulator pelaksanaan pelayanan publik oleh instansi pemerintah. Bahkan sebelum pandemi, konsep layanan digital sudah digencarkan. “Secara konseptual saya tidak menemukan kelemahan ya, tetapi implementasinya harus dilakukan secara riil,” ujar Wahyudi.
Selama pandemi, bukan pelayanan publik saja yang berubah. Sistem kerja pegawai juga turut mengalami perubahan. Aparatur sipil negara (ASN) dituntut lebih produktif dan kerja secara fleksibel dengan penerapan work from home.
Wahyudi mengungkapkan lima poin utama agenda adaptasi kebiasaan baru. “Pertama, pandemi bukanlah alasan bagi ASN untuk tidak produktif, work from home bukan alasan untuk rebahan. Sebaliknya, ini saatnya bekerja lebih keras,” ungkapnya.
Kedua, blended public service atau penyatuan pelayanan publik harus dilakukan selama pandemi untuk memudahkan masyarakat. Dengan pengintegrasian layanan itu, ASN harus siap meningkatkan diri dengan kompetensi digital.
Poin ketiga adalah, sistem penilaian kinerja pegawai harus disesuaikan dengan indikator kinerja yang objektif. Pegawai dituntut pula untuk peka terhadap isu terkini, terutama yang berhubungan dengan tugas fungsi organisasinya.
Sementara poin keempat adalah setiap kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah harus menjalin networking lebih intensif dengan banyak pihak agar program pemerintah lebih efektif. Sedangkan poin kelima, menurut Wahyudi, adalah rekrutmen ASN harus mengutamakan kemampuan dan keterampilan teknologi informasi, khususnya pada bidang pelayanan masyarakat.
Sejalan dengan yang disampaikan Wahyudi, Kepala Reformasi Birokrasi dan Akuntabilitas Kinerja Provinsi Kalimantan Selatan, Tutinaya mengungkapkan, instansinya mengubah mindset pegawai agar lebih berkinerja. “Yang kami lakukan di Kalsel, budaya kerja menjadi budaya kinerja,” ungkapnya.
Selama pandemi, jajaran Pemprov Kalsel dituntut untuk meningkatkan produktivitas dan integritas, bahkan usai pandemi ini berakhir. Tutinaya kemudian menyampaikan lima prinsip budaya kerja yang diterapkannya. Prinsip tersebut ia sebut dengan 5 AS, yakni kerja keras, kerja cerdas, kerja waras, kerja tuntas, dan kerja ikhlas. (don/HUMAS MENPANRB)