JAKARTA – Prestasi belajar siswa saat ini masih diukur melalui sistem penilaian yang dilakukan oleh guru. Namun, bentuk penilaian konvensional dengan tes tertulis rentan akan kecurangan. Praktik kecurangan ini terjadi saat ujian nasional maupun kegiatan penilaian lainnya seperti ulangan harian, tes formatif, tes sumatif, dan tes kemampuan dasar (TKD). Untuk menekan angka kecurangan pada saat proses penilaian, Pemerintah Kabupaten Banjarnegara melalui Dinas Pendidikan Kab. Banjarnegara meluncurkan Total Quality Assessment atau Taquitas.
Taquitas merupakan sebuah sistem penilaian yang menerapkan kendali mutu pada penilaian dengan cara mengubah teknik, mekanisme, dan saling mengawasi sebagai satu sistem. Inovasi ini dikembangkan guna mencegah kecurangan proses penilaian pendidikan dasar. “Taquitas itu sebuah upaya untuk mengedukasi guru, murid dan siapapun bahwa kejujuran adalah pilar integritas pada anak maupun pendidik,” ungkap Wakil Bupati Banjarnegara Syamsudin saat Presentasi dan Wawancara Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) di Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Jakarta.
Wakil Bupati Banjarnegara Syamsudin (tengah) saat Presentasi dan Wawancara Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) di Kantor Kementerian PANRB.
Inovasi yang sudah berjalan efektif mulai 2017 ini mendukung pemenuhan prinsip penilaian yang baik yakni sahih, objektif, adil, terpadu, menyeluruh, berkesinambungan, sistematis, dan akuntabel. Pada penerapannya, Taquitas mengubah pola tes tertulis menjadi performance test. Mekanisme proses penilaian juga diubah. Siswa yang semula diuji oleh guru kelasnya, kini diuji oleh guru kelas atasnya. Dengan pola seperti ini, kecurangan dapat lebih ditekan karena penguji adalah guru yang akan mengajar siswa tersebut kelak jika naik kelas. Sehingga akan rugi jika yang bersangkutan melakukan kecurangan.
Taquitas dilaksanakan untuk penilaian TKD kelas 1, 2 dan 3 SD se-Banjarnegara. TKD dilakukan sebagai prasyarat untuk bisa mengikuti pelajaran di kelas selanjutnya. Setelah dilaksanakan Taquitas terjadi perubahan signifikan seperti integritas guru semakin baik dalam proses penilaian. Sebanyak 96,9% guru penguji telah melaksanakan penilaian secara obyektif dan jujur. Guru penguji merasa rugi jika dia tidak menilai secara obyektif, karena guru yang bersangkutan akan menjadi pengajar siswa tersebut kelak jika naik kelas. Tidak hanya itu, teknik performance test dihadapan penguji langsung juga membuat siswa tidak memiliki kesempatan untuk menyontek.
Inovasi ini muncul akibat rendahnya kriteria kelulusan di Kabupaten Banjarnegara yang hanya 2,84. Alasannya, guru takut banyak siswa yang tidak lulus karena masih banyak siswa kelas 6 yang tidak lancar calistung (membaca, menulis, dan berhitung). Padahal saat siswa yang bersangkutan duduk di kelas 3 dilaporkan telah tuntas TKD yang berarti telah lancar calistung dengan rata-rata nilai 7,8.
Permasalahan tidak sesuainya hasil penilaian dengan kemampuan siswa merupakan bukti adanya tindak kecurangan. Pelaku tidak hanya siswa, tapi para oknum guru. “Kebiasaaan buruk yang berkembang di sekolah seperti menyontek bisa berangsur dihilangkan jika sekolah mempraktekkan inovasi ini. Tapi memang tantangannya banyak guru yang belum siap,” imbuh Syamsudin.
Taquitas adalah salah satu dari delapan Standar Nasional Pendidikan, yaitu Standar Penilaian Pendidikan. Inovasi ini juga sejalan dengan salah satu The Sustainable Development Goals (SDGs) poin 4 yaitu Pendidikan Berkualitas. Target yang dibebankan kepada pemerintah daerah terkait implementasi Taquitas tertuang dalam SDGs 4.1 yaitu pada tahun 2030 menjamin semua anak perempuan dan laki-laki menyelesaikan Pendidikan Dasar dan Menengah gratis, setara, dan berkualitas.
Lahirnya inovasi Taquitas bertujuan mencegah kecurangan proses penilaian pendidikan dasar. Dengan menekan kecurangan proses penilaian, diharapkan berpengaruh terhadap perbaikan proses belajar dan prestasi belajar siswa meningkat secara nyata. “Harapannya kelak yang selesai di jenjang pendidikan sekolah dasar adalah anak-anak berkualitas, jujur, konsisten, dan berarti,” tutup Syamsudin. (rum/HUMAS MENPANRB)