Deputi bidang Pelayanan Publik Kementerian PANRB Diah Natalisa, dalam rapat virtual bersama Kemendikbud, Rabu (14/04).
JAKARTA – Dunia pendidikan Indonesia masih diwarnai dengan tiga dosa besar, yakni perundungan, intoleransi, dan kekerasan seksual. Untuk mengatasi tiga permasalahan itu, pemerintah berupaya memperkuat Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional – Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat atau SP4N-LAPOR!.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) mendukung langkah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk memecahkan masalah tersebut dengan optimalisasi LAPOR!. “Prinsipnya Kementerian PANRB mendukung upaya untuk menyelesaikan tiga dosa besar pendidikan tersebut, agar permasalahan ini segera kita urai,” ujar Deputi bidang Pelayanan Publik Kementerian PANRB Diah Natalisa, dalam rapat virtual bersama Kemendikbud, Rabu (14/04).
Diah mengungkapkan, Kementerian PANRB mendapat informasi bahwa Kemendikbud membutuhkan penyesuaian fitur untuk mendukung pengawasan dalam dunia pendidikan. Terutama dalam kasus perundungan, intoleransi, dan kekerasan seksual.
Detail penyesuaian fitur tersebut akan dibahas secara detail di kemudian hari. “Pada dasarnya, beberapa penyesuaian dapat dilakukan, namun beberapa penyesuaian lainnya membutuhkan waktu karena berkaitan dengan perubahan siginifikan pada aplikasi tersebut,” ungkap Diah.
Penyesuaian fitur pada aplikasi LAPOR! juga akan dikoordinasikan dengan Kantor Staf Presiden (KSP) dan Ombudsman RI yang turut mengelola aplikasi tersebut. SP4N-LAPOR! juga mengakomodir masukan pengembangan dari instansi pemerintah yang bisa digunakan bersama, sehingga tidak menghilangkan sifat aplikasi umum pengelolaan pengaduan, termasuk mendukung masalah pada dunia pendidikan.
Pendidikan dan kebudayaan sendiri telah memiliki 22 kategori dalam aplikasi SP4N-LAPOR!. Kategori yang saat ini tersedia diantaranya adalah balai pendidikan dan pelatihan, Kartu Indonesia Pintar (KIP), kebudayaan, politeknik, pendidikan dasar menengah, pendidikan tinggi, dan kategori lainnya.
Berdasarkan pengelompokkan kategori tersebut, Diah merasa perlu menambahkan dan menyempurnakan kategorisasi untuk memudahkan pengelolaan. “Isu-isu terkini lainnya dimungkinkan untuk diakomodasikan dalam penyempurnaan sistem pengaduan yang saat ini tertampung dalam aplikasi SP4N-LAPOR!,” imbuh Diah.
Pada kesempatan itu, Staf Khusus Mendikbud bidang Kompetensi dan Manajemen Pramoda Dei Sudarmo mengungkapkan, sekitar 84 ribu kasus perundungan terjadi setiap tahunnya. Namun, hanya sedikit yang melaporkan ke Pusat Penguatan Karakter Kemendikbud (Puspeka), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), atau Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
Dei mengatakan, Mendikbud Nadiem Makarim ingin tiga masalah utama tersebut diselesaikan secara sistematis. “Tiga dosa ini layak diselesaikan, termasuk laporan yang sedikit. Laporan perlu dipermudah,” tegasnya.
Kemendikbud juga memiliki arah jelas untuk menanggulangi tiga dosa besar itu. Pertama, Puspeka menjadi pusat koordinasi untuk isu-isu kekerasan lintang jenjang. Kedua, asesmen nasional untuk mengukur iklim keamanan dan inklusivitas untuk guru, siswa, dan kepala sekolah.
Ketiga adalah pencanangan kurikulum baru yang bermuatan kesetaraan gender, moderasi beragama, serta inklusi sosial. Kemudian disusul dengan penguatan regulasi, serta program-program pencegahan dan penanganan.
Nantinya, jika penyesuaian fitur SP4N-LAPOR! terkait masalah tersebut sudah terealisasi, Kemendikbud akan membantu melakukan sosialisasi. “Sistem LAPOR! ini butuh sosialisasi. Kami akan bantu agar publik aware dengan permasalahan ini,” pungkas Dei. (don/HUMAS MENPANRB)