Anak-anak sedang membuka-buka buku di Kapal Melek Huruf .
PANGKALAN BUN - Dinda, seorang siswi SD kelas 5 mengaku sangat senang mendapatkan buku dongeng berjudul Cinderela di pondok baca. "Di sekolah tidak ada buku dongeng itu," ujarnya. Begitupun Fika, siswi SDN 1 Karapitan yang tampak tidak sabar untuk membaca buku dongeng tentang Putri Duyung. Kedua anak itu merupakan bagian dari serombongan anak-anak berseragam yang tampak antusias menyambut kedatangan Deputi Pelayanan Publik Diah Natalisa di Pondok Baca Marnit Kumai Kabupaten Kotawaringn Barat (Kobar), Kalimantan Tengah.
Diah Natalisa dan rombongan tiba di lokasi setelah sekitar 15 menit menempuh perjalanan dengan kapal dari Pelabuhan Kumai. Anak-anak berseragam sekolah siap menyambut rombongan yang akan meresmikan pondok baca. Pondok Baca Melek Huruf merupakan terobosan kreatif dari Ditpolair Polda Kalimantan Tengah.
Inovasi ini muncul karena melihat kondisi masyarakat sekitar yang membutuhkan buku bacaan. Anak-anak sekolah di wilayah itu jauh dan sulit untuk menuju ke kota, sementara ketersediaan buku di sekolah masing-masing sangat terbatas. Inovasi ini berawal dari patroli Polair yang menggunakan kapal.
Sembari melaksanakan tugas, kapal tersebut membawa buku-buku bacaan. Saat berlabuh, anak-anak mengerubungi kapal untuk membaca buku. Kemudian, Polair mengembangkan inovasi tersebut dengan mendirikan pondok baca melek huruf.
Dirpolair Polda Kalimantan Tengah Badarudin mengatakan, masyarakat pesisir kekurangan buku dan tempat membaca. "Kita berdayakan kapal-kapal. Sembari patroli, kita bawa buku," jelasnya di Pangkalan Bun, Sabtu (04/03).
Antusiasme masyarakat sangat tinggi dengan kapal melek huruf. Bahkan banyak permintaan untuk menambah koleksi buku. "Cikal bakal ini yang menggugah kami untuk bersama-sama untuk membangun pondok baca," ujarnya.
Badarudin mengatakan bahwa inovasi ini sangat mudah, namun manfaat yang diberikan sangat besar. Dirinya berharap dengan banyak membaca, anak-anak memiliki intelektualitas yang baik. Untuk mengarungi kehidupannya, mereka sudah mempunyai daya saing kemudian bekerja. "Dengan bekerja, dapat mengurangi tingkat kriminalitas dan tentu memudahkan kerja polisi," jelasnya.
Manfaat lainnya Polri mendapatkan mintra permanen. "Lima sampai sepuluh tahun kedepan, jika mereka sukses atau menduduki jabatan tertentu, mereka ingat Polri, yang mencerdaskan mereka," imbuhnya.
Badarudin mengakui bahwa Ditpolair tidak memiliki dana yang cukup untuk membangun pondok baca. Namun ia tidak kehabisan akal. Dengan merangkul perusahaan-perusahan melalui Corporation Social Responsibility (CSR) maka terwujudlah impiannya itu. Dirinya juga mengakui bahwa buku-buku didapat dari kepedulian. "Ada sumbangan dari putra-putri Polri, bapak ibu Bhayangkari, alumni IPB, dan banyak lagi," jelasnya.
Kendala yang dihadapinya sekarang, karena banyaknya buku yang disumbangkan dari Jakarta, ia kebingungan untuk membayar ongkos kirimnya. "Nanti dipikirkan lagi bagaimana caranya. Yang jelas, tahun ini kami menargetkan pendirian sebelas pondok baca," ujarnya sembari tersenyum. (rr/HUMAS MENPANRB)