JAKARTA - Dalam rangka Peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-62 Tahun 2017 yang diselenggarakan di Istana Negara, Jakarta, Selasa (18/4), Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan para Menteri kabinet kerja hadir menggunakan busana daerah, sehingga menjadikan acara yang mengambil tema “Keberagaman Indonesia” tersebut lebih semarak.
Pada kesempatan ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur mengenakan pakaian adat Melayu Teluk Belango. Menteri Asman merupakan seorang putra Minangkabau kelahiran Pariaman, yang besar di Kepulauan Riau yaitu di Tanjung Pinang dan Batam.
Sedangkan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto ,mengenakan pakaian tradisional khas Jawa Tengah, kain coklat dipadu beskap hitam lengkap dengan blangkon coklat tak lupa tersemat di kepalanya.
Adapun Menteri Koperasi dan UMKM Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga tampak mengenakan pakaian tradisional Bali lengkap dengan balutan udeng di kepalanya.
Selain itu, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan tampak mengenakan pakaian khas Lampung. Zulkifli mengaku pakaian tersebut adalah miliknya sendiri, bukan pakaian sewaan.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara juga mengenakan pakaian tradisional. Ia memilih pakaian yang ada di lemarinya sendiri, yakni pakaian khas Betawi, lengkap dengan peci dan sarung serta sandal hitam.
Penggunaan pakaian tradisional dalam acara peringatan 62 tahun KAA itu bukan tanpa alasan. Saat KAA digelar 18-24 April 1955 silam, delegasi dari 29 negara seluruhnya menggunakan pakaian khas negara masing-masing.
Dalam pidato peringatan KAA, Presiden Joko Widodo pun sempat menyinggung keanekaragaman melalui pakaian khas tersebut.
"Pada waktu itu, para delegasi dari setiap negara juga memakai baju nasional masing-masing. Beraneka corak, ragam, warna. Semua itu menunjukkan perbedaan latar belakang, warna kulit, agama, budaya, tidak menghalangi kita untuk bersatu, tidak menghalangi kita untuk membangun solidaritas yang pokok," ujar Presiden.
"Hanya dengan bersatu, Asia Afrika dapat menjadi sejahtera. Hanya dengan persatuan Asia Afrika, keamanan seluruh dunia akan terjamin," lanjutnya.
Hari ini, 62 tahun silam, sebuah sejarah baru saja tercipta. Sejumlah negara Asia dan Afrika berkomitmen untuk mempererat kerja sama menjaga perdamaian dunia. Sekarang kita mengenal komitmen tersebut dengan "Dasasila Bandung" yang turut memasukkan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB.
Perbedaan pandangan dan keberagaman masing-masing negara pada saat itu tak menjadi penghalang untuk berjalan beriringan. Presiden pertama Republik Indonesia, Sukarno, saat itu menyampaikan kepada seluruh perwakilan negara mengenai keberagaman. Pesan tersebut yang kemudian disampaikan kembali oleh Presiden Joko Widodo pada acara Peringatan Konferensi Asia-Afrika Tahun 2017 tersebut.
"Jadikanlah prinsip live and let live serta unity in diversity menjadi kekuatan pemersatu yang akan membawa kita semua ke persahabatan dan diskusi yang bebas di mana masing-masing kita hidup dengan kehidupan kita sendiri. Biarlah mereka hidup dengan cara mereka dalam harmoni dan perdamaian," demikian Presiden Joko Widodo mengutip pernyataan Sukarno 62 tahun silam.
Kini, setelah puluhan tahun berlalu, semangat keberagaman dan perdamaian yang ditunjukkan dalam Konferensi Asia-Afrika saat itu kembali digelorakan.
Karena itu, menurut Presiden, bangsa Indonesia patut bersyukur. Karena mengelola keberagaman sudah menjadi kodrat bangsa sejak dahulu kala, di mana dengan perbedaan yang ada Indonesia tetap kokoh menjaga keharmonisan dan perdamaian.
"Indonesia bersyukur, kodrat kebangsaan Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika. Kodrat Indonesia adalah mengelola keberagaman. Indonesia mempunyai lebih dari 714 suku, data BPS malah mengatakan 1.340 suku, mempunyai beragam ras, dan bermacam agama. Indonesia tetap harmonis dan damai. Indonesia tetap bisa membangun dengan pertumbuhan ekonomi yang baik," ungkapnya.
Berdasarkan hal tersebut, Indonesia banyak dijadikan rujukan oleh negara-negara lain. Utamanya menjadi contoh mengenai bagaimana Indonesia mampu mengelola keberagaman suku, agama, ras, dan antargolongan.
"Kalau dulu Indonesia menjadi salah satu inisiator solidaritas Asia-Afrika, menjadi inspirator negara-negara terjajah untuk merdeka. Sekarang Indonesia menjadi rujukan dalam mengelola keberagaman suku, agama, ras, dan antargolongan," kata Presiden.
Kepala Negara juga mengajak seluruh pemimpin dunia untuk sekali lagi menyuarakan penghormatan terhadap kemajemukan dan perdamaian.
"Untuk menghormati keberagaman itu, saya mengajak seluruh pemimpin dunia untuk terus menyuarakan penghormatan terhadap kemajemukan. Pesan ini juga akan saya sampaikan langsung kepada para Pemimpin Asia Afrika. Saya meyakini, kerja sama Asia dan Afrika dapat terus ditingkatkan dan saya berharap semangat Bhinneka Tunggal Ika juga menjadi semangat Asia Afrika," kata Presiden.
Adapun kepada masyarakat Indonesia sendiri, Presiden Joko Widodo berpesan agar tak pernah lelah dalam menjaga dan merawat persatuan bangsa.
"Kepada seluruh rakyat Indonesia, saya ingin berpesan agar jangan mudah tergoda oleh isu-isu SARA yang memperlemah bangsa dan negara kita. Jangan takut melawan tindakan-tindakan intoleransi dan kekerasan atas nama apa pun. Mari terus perkuat komitmen dalam menjaga dan merawat kodrat kebangsaan Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika." ujar Presiden.
Acara Keberagaman Indonesia dalam rangka Peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-62 Tahun 2017 itu dihadiri oleh Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri, Wakil Presiden Jusuf Kalla, sejumlah menteri anggota Kabinet Kerja, di antaranya Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Pariwisata Arief Yahya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf dan pimpinan lembaga tinggi negara, serta duta besar dari beberapa negara sahabat. (arl/Humas MenPANRB)