JAKARTA – Kementerian PANRB diharapkan mampu mendorong Aparatur Sipil Negara (ASN) selalu mematuhi amanat undang-undang, yakni bekerja secara akuntabel, profesional, berintegritas, dan loyal. Semangat revolusi mental yang digalakkan oleh Kementerian PANRB saat ini sangat penting dalam meningkatkan efektivitas kinerja instansi pemerintah, khususnya yang berkaitan dengan laporan keuangan.
BPK menilai laporan keuangan Kementerian PANRB telah memenuhi bahkan melampaui standar efisiensi dan akuntabilitas pemanfaatan anggaran yang berlaku saat ini. Laporan keuangan Kementerian PANRB juga dinilai telah menunjukkan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang baik sehingga meminimalkan risiko inefisiensi yang masih banyak mendera beberapa instansi pemerintah, baik di pusat maupun di daerah.
Demikian dikatakan Anggota III BPK RI Eddy Mulyadi Soepardi dalam acara Penyerahan hasil pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Kementerian PANRB tahun 2014, di Jakarta, Kamis (04/06) siang. “Jika mentalitas aparatur berhasil dibina dengan baik, akan berdampak pada peningkatan kinerja instansi pemerintah, dan pada gilirannya akan berpengaruh baik dalam penyusunan laporan keuangan yang bersih dan sehat,” lanjut Eddy.
Dari hasil pemeriksaan BPK, Kementerian PANRB kembali meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Menanggapi hal itu, Menteri PANRb Yuddy Chrisnandi menilai, diraihnya predikat ini tidak saja bersifat procedural. “Di dalamnya terdapat tanggung jawab moril, loyalitas, dan integritas sebagai abdi negara,” ujar Yuddy.
Menurut Yuddy, ada pesan moral yang lebih penting dalam pencapaian predikat tersebut, yakni untuk tetap menjaga tanggung jawab dalam melaksanakan tugas. Adapun mengenai efisiensi pemanfaatan anggaran, bukan berarti kita harus berpacu menghabiskan dana yang tersedia, namun lebih kepada pengelolaan anggaran secara sehat, lanjut Yuddy.
Dikatakan, efisiensi pemanfaatan anggaran dapat dilakukan melalui penghematan dan tata kelola keuangan yang baik. Penghematan yang dimaksud oleh adalah dengan memanfaatkan sebaik mungkin modal-modal kerja yang ada, serta mengurangi pengadaan barang dan jasa yang tidak efisien, seperti contoh regenerasi pada alat kerja yang masih berfungsi optimal.
“Akan lebih baik jika dana yang tidak terserap itu diakumulasi untuk digunakan dalam meningkatkan nilai pada hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat,” tukas Yuddy seraya mengingatkan bahwa seluruh anggaran belanja pemerintah berasal dari uang rakyat, sehingga penggunaannya harus dipertanggung jawabkan dengan baik.
Menimpali pernyataan Yuddy mengenai revolusi mental dalam tata kelola keuangan di instansi pemerintah, Eddy mengatakan bahwa semangat tersebut sejalan dengan amanah yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo. Eddy menjelaskan bahwa sebelumnya Presiden sempat menyampaikan pesan kepadanya untuk mendukung cita-cita menjadikan istana sebagai panutan seluruh kementerian dalam pengelolaan anggaran. “Presiden ingin agar proses kinerja (business process) pada instansi pemerintah berjalan dengan disiplin dan profesional sehingga mampu mendukung perubahan menuju kemajuan bangsa,” ujar Eddy.
Karena itu, Eddy minta seluruh instansi pemerintah wajib mendukung pelaksanaan business process yang baik, khususnya dalam pengelolaan anggaran sehingga mampu menghasilkan laporan keuangan yang akuntabel dan transparan.
Sejalan dengan Eddy, Yuddy menambahkan bahwa perlu dilakukan pemberlakuan tegas aturan dan pemberian apresiasi terhadap ASN terkait tata kelola keuangan. Ia menyinggung soal tunjangan kinerja yang ada baiknya diberikan ASN terkait telah mampu menunjukkan Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara (LHKASN) dan laporan keuangan yang sehat. “Supaya nantinya tunjangan kinerja yang diberikan dapat tepat sasaran,” tutup Yuddy
BPK juga mengajak Kementerian PANRB untuk bersinergi mendukung pengefektifan kinerja pemeriksaan laporan keuangan pada seluruh instansi pemerintah. Hal ini dikarenakan Kementerian PANRB memiliki wewenang sebagai pengawas reformasi birokrasi pada seluruh kementerian dan lembaga negara.
“Sepanjang saya berkarir di BPK, kira-kira terdapat 6.800 kasus penyalahgunaan laporan keuangan oleh instansi pemerintah. Dari hasil peneelusuran, ternyata pangkal masalahnya adalah mentalitas oknum aparatur sipil negara (ASN) di dalamnya,” ujar Eddy Mulyadi Soepardi. (hfu/HUMAS MENPANRB)