JAKARTA – Kita sering mendengar bahwa kesuksesan karier seseorang bergantung pada kemampuan untuk mempromosikan diri di lingkungan kerja. Self-promotion menjadi salah satu strategi yang dipakai seseorang untuk menunjukkan reputasi positif dan meningkatkan posisi tawar seseorang dalam mencapai kesuksesan kariernya.
Self-promotion merupakan cara agar orang lain dan lingkungan mengenal kita. Self-promotion sering disalahartikan sebagai ajang membanggakan diri atau pencitraan. Self-promotion juga kerapkali disamakan dengan personal branding.
Menurut Personal Empowerment Coach & Grafolog Dwi Ayu Elita, personal branding adalah citra personal (image) seseorang secara utuh. Sementara, self-promotion lebih dekat kepada hal hal yang sifatnya pencapaian (achievement) atau portofolio seseorang, sehingga terminologi self-promotion lebih sering digunakan di dunia kerja. “Self-promotion adalah dimana kita menciptakan awareness pada brand kita dengan menampilkan keberhasilan, prestasi, dan cerita sukses kita,” jelasnya dalam Career and Talent Talk Series #13, secara virtual, Jumat (16/10).
Dalam melakukan self-promoting diperlukan pengelolaan kesan (impression management) yang adaptif. Elita mengungkapkan ada empat cara yang bisa dilakukan untuk membangun self-promotion yang adaptif. Pertama, mendengarkan orang lain atau lingkungan dan membangun relasi yang dalam dengan mereka. Dengan mendengar feedback dari orang lain, kita bisa mengetahui ekspektasi yang diinginkan lingkungan terhadap kita. Sehingga kita mempunyai kesempatan untuk memperlihatkan apakah ekspektasi yang diharapkan lingkungan sesuai dengan kompetensi, portofolio, dan reputasi kita.
Kedua, keluar dari zona nyaman (comfort zone) menuju zona bertumbuh (growth zone). Ketika kita berhadapan dengan tantangan atau kesulitan yang menakutkan bagi kita, seringkali ini menjadi titik dimana kita menemukan potensi dan bakat kita. Momen tersebut bisa menjadi kesempatan untuk mengubah risiko yang besar menjadi sebuah kesuksesan.
“Coba cari dimana zona kita untuk bertumbuh di dalam momen itu. Ketika berhadapan dengan situasi yang baru atau penuh ketidakpastian kita bisa melihat apa kapasitas yang kita miliki untuk bisa diterapkan di situasi itu,” imbuh Elita.
Ketiga, mendukung satu sama lain (support others). Ini adalah hal yang sering dilupakan oleh banyak orang. Banyak orang yang ingin ‘tampil’ sendiri. Padahal sejatinya, Elita mengatakan self-promotion tidak pernah mengunggulkan diri sendiri tanpa memperlihatkan support system dibalik kesuksesannya. “Kita terus bisa bertumbuh dengan kita membantu orang lain bertumbuh juga,” ujarnya.
Keempat, memiliki makna dan tujuan. Seseorang harus memiliki kejelasan makna dan tujuan mengapa dia melakukan self-promoting dan tidak semata-mata hanya untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain. Semua harus dilakukan dengan tulus (genuine) dan autentik.
Di masa pandemi Covid-19, perkantoran di instansi pemerintah maupun swasta banyak yang menerapkan sistem work from home (WFH) untuk mengurangi risiko penyebaran Covid-19 di klaster perkantoran. Lantas bagaimana agar kita tetap bisa melakukan self-promoting dengan tetap menunjukkan kinerja walaupun tidak bertatap muka langsung dengan atasan atau rekan kerja?
Elita menuturkan, WFH tentu bukan menjadi penghalang seseorang melakukan self-promoting. Dalam sistem kerja WFH pegawai bisa tetap menunjukkan kinerjanya dengan mengerjakan sesuatu sebelum batas waktu. Pegawai bisa membuktikan keahliannya lewat hasil kerja. Hal ini bisa menjadi remarks tersendiri bagi seseorang.
Namun perlu diingat, untuk memenuhi ini tentu kita harus memiliki keterampilan time management dan energy management. “Kalau kita hanya mengatur waktu, tetapi energinya tidak ada, tentu pekerjaannya tidak bisa dikerjakan,” ujarnya.
Selanjutnya seseorang juga harus memiliki awareness atau kepekaan. Saat rekan kerja atau atasan sedang sibuk mengerjakan pekerjaan, kita bisa menjadi orang yang menawarkan bantuan. Dengan menjadi pribadi yang responsif terhadap tim kerja tentu akan menjadi nilai tambah.
Sebelum menutup penjelasannya, Elita berpesan bahwa untuk dapat dikenal sebagai pribadi yang hebat, kita perlu mengenal keunggulan dan potensi diri, serta melakukan sebanyak mungkin remarks positif yang membangun reputasi kita. Tentu semua itu harus dilakukan dengan genuine dan autentik. “Ketika kita melakukan itu dengan tulus maka segala sesuatu yang kita bangun itu akan menjadi suatu pijakan yang lebih kuat,” pungkasnya. (del/HUMAS MENPANRB)