Ilustrasi pembuatan jamban di Kabupaten Nunukan
JAKARTA - Arisan yang dilakukan warga di Desa Maspul, Kecamatan Sebatik Tengah, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara ini cukup unik. Siapa yang dapat, langsung dibuatkan sebuah jamban keluarga, sehingga mereka tidak lagi membuang kotoran langsung ke sungai.
Sistem Arisan Jamban Keluarga atau (Si-Arja) merupakan sebuah inovasi yang diinisiasi oleh Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Kabupaten Nunukan, Ramsidah saat mengikuti Diklat PIM 3. Inovasi binaan Lembaga Administrasi Negara (LAN) melalui laboratorium inovasi ini menjadi juara inovasi pelayanan publik se Kalimantan.
Inovasi memang tidak harus menggunakan teknologi informasi, dan tidak harus menggunakan anggaran pemerintah. Hal sederhana pun, kalau hasilnya bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, tentu perlu diapresiasi. “Inovasi ini sederhana, tetapi hasilnya sangat bagus, karena berkelanjutan, dan mampu menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi, termasuk dunia usaha melalui CSR,” ujar Deputi Inovasi Lembaga Administrasi Negara Tri Widodo.
Inovasi itu berangkat dari kondisi lingkungan kesehatan masyarakat di Kabupaten Nunukan, kalimantan Utara yang pada tahun 2014 lalu hanya 30% warga yang memiliki jamban keluarga. Hal itu membuat Ramsidah yang sehari-hari bertugas di bidnag lingkungan merasa miris dengan kondisi kesehatan tersebut. Sebelumnya, bersama dengan Dinkes Kabupaten Nunukan pun terus melakukan penyuluhan agar masyarakat sadar terhadap pentingnya berperilaku hidup sehat.
Dia menggambarkan, rata-rata masyarakat memiliki rumah bagus tetapi tidak memiliki jamban. Kalau ada yang memiliki jamban, pembuangannya langsung ke saluran pembuangan air limbah sehingga menimbulkan pencemaran air. “Saat mengikuti diklat pim, yang mengharuskan peserta membuat proyek perubahan, maka saya berpikir untuk membuat sebuah inovasi dengan bahan-bahan yang sangat sederhana," kata Ramsidah.
Awalnya ia kumpulkan data para penduduk yang belum memiliki jamban. Ia membuat program dengan sistem arisan jamban disertai sosialisasi pentingnya tidak buang air besar sembarangan. Setelah uang arisan per RT terkumpul, ia meminta semua peserta arisan bergotong royong membangun jamban yang terbuat dari ban bekas, ijuk dan krikil, dan kaporit. Ban bekas digunakan karena banyak sekali di perusahaan yang tidak bermanfaat, dan bisa menjadi sarang nyamuk. “Kami mencoba ban bekas sebagai jamban percontohan. Kami trial and eror sampai lima kali, dalam rentang waktu kurang dari satu minggu. Akhirnya kami buat sistem pengelolaan air bersih dengan memanfaatkan bahan seperti ijuk, krikil dan pasir. Kami juga memberikan kaporit agar tidak mudah penuh dan bisa dialirkan ke sungai dan hasilnya uji klinisnya bagus," kata Ramsidah yang ditemui di Jakarta baru-baru ini.
Ramsidah mengakui tidak mudah mengubah pola pikir masyarakat. Karena, masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa program ini didanai oleh pemerintah. Namun, ia menjelaskan bahwa pemerintah tidak ikut campur dan tidak memberi dana sedikit pun. Hal tersebut dilakukan agar ada rasa saling memiliki dari masyarakat.
Saat ini sudah ada seribu lebih jamban yang dibuat dari tahun 2014. Rasmidah bekerjasama dengan perusahaan, baik bengkel-bengkel maupun warga masyaraat yang mmeiliki ban bekas. ”Bagi perusahaan, ban bekas merupakan limbah tetapi ternyata bisa bermanfaat bagi masyarakat, dan ini juga meningkatan program CSR mereka," kata Ramsidah.
Proses pembuatan Siarja cukup mudah, ban bekas dari motor atau mobil disusun dalam lubang berukuran 2x2 meter, di samping ban diberi ijuk, pasir dan kerikil untuk mencegah pencemaran lingkungan, kemudian diberi kapur dan kaporit sehingga COD dan WOD bisa menguraikan limbah secara sempurna, lalu di atasnya bisa dicor semen, ditutup kayu ataupun bambu. "Kami hanya berharap dengan adanya inovasi ini masyarakat Nunukan bisa peduli dengan kesehatan," kata Ramsidah. (ns/HUMAS MENPANRB)