Mendagri Tjahjo Kumolo, menteri PANRb Syafruddin dan Kepala BKN Bima Haria Wibisana menandatangani SKB No. 182/6597/SJ, dan Nomor 15 Tahun 2018, dan Nomor 153/KEP/2018.
JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) sepakat untuk memastikan penegakan hukum bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) tersangkut Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Kesepakatan itu diikat dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani Mendagri Tjahjo Kumolo, Menteri PANRB Syafruddin, dan Kepala BKN Bima Haria Wibisana di sela-sela Rakor Kemendagri di Jakarta, Kamis (13/09).
SKB yang bernomor 182/6597/SJ, Nomor 15 Tahun 2018, dan Nomor 153/KEP/2018 mengatur tentang penegakan hukum terhadap PNS yang telah dijatuhi hukuman berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.
SKB tersebut juga mengatur penjatuhan sanksi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan Pejabat yang Berwenang (PyB) yang tidak menjatuhkan sanksi kepada PNS yang telah dijatuhi hukuman oleh pengadilan. “PPK diminta untuk dapat menindaklanjuti SKB paling lambat hingga Desember 2018,” ujar Menteri Syafruddin.
Dikatakan, SKB merupakan bentuk sinergitas antar Kementerian dan Lembaga, demi menciptakan kepastian hukum, tertib administrasi, dan meningkatkan disiplin PNS. Hal itu merupakan tindak lanjut dari temuan BKN yang menyangkut banyaknya PNS yang sudah dijatuhi hukuman akibat Tipikor, tetapi tidak diberhentikan sebagai PNS.
SKB itu mendesak para PPK maupun pejabat berwenang untuk meningkatkan sistem informasi kepegawaian, serta melakukan monitoring pelaksanaan keputusan bersama ini secara terpadu. “Di sini peran Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) harus dapat dioptimalkan,” imbuh Syafruddin.
Berdasarkan data BKN, jumlah PNS yang tesangkut masalah Tipikor terbesar berada di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 298 orang, Provinsi Jawa Barat 193 orang, Provinsi Riau 190 orang, sedangkan yang terendah di Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Provinsi Sulawesi Barat masing-masing 3 orang. Sementara untuk Kementerian dan Lemabaga, paling banyak berada di Kementerian Perhubungan dengan jumlah 16 orang, dan Kementerian Agama sebanyak 14 orang.
SKB itu juga mengingatkan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan Pejabat yang Berwenang (PyB) untuk melaksanakan UU 5/2014 khususnya Pasal 87 ayat (4) huruf b. Pasal tersebut berbunyi, PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar jumpa pers bersama Menteri Dalam Negeri, Sekretaris Kementerian PANRB (mewakili Menteri PANRB) dan Kepala BKN. Ketua KPK Agus Rahardjo mengungkapkan, temuan BKN itu menunjukkan tidak optimalnya pemberantasan korupsi karena upaya penegakan hukum yang sudah berjalan menjadi tidak menimbulkan efek jera (deterrent effect). Hal ini juga mengindikasikan adanya kelalaian administratif dan pelanggaran undang-undang yang berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, seluruh PPK yakni Menteri, Kepala Daerah, Kepala Lembaga wajib untuk mendukung apa yang sedang dilakukan oleh BKN, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian PAN & RB dalam melaksanakan amanah tugas pokok dan fungsinya.
Persoalan ini mengemuka paska Pendataan Ulang Pegawai Negeri Sipil (PUPNS) yang dilakukan oleh BKN pada tahun 2015. Hasilnya, diketahui bahwa terdapat kurang lebih 97.000 PNS yang tidak mengisi PUPNS. Setelah dilakukan penelusuran, alasannya ada PNS yang terlibat Tipikor, dan sebab-sebab lain.
Tahun 2016, BKN menandatangani MOU dengan Kementerian Hukum dan HAM tentang Kerjasama Kelembagaan dalam Rangka Optimalisasi Implementasi Manajemen ASN. MoU itu diditindaklanjuti dengan Perjanjian Kerjasama antara Deputi Bidang Wasdal BKN dengan Dirjen PAS Kementerian Hukum dan HAM tentang Optimalisasi Pengawasan dan Pengendalian PNS yang Menjadi Warga Binaan Pemasyarakatan. Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengatakan, pihaknya masih memerlukan waktu untuk menelusuri data PNS, karena tidak ada NIP dalam putusan pengadilan.
Berdasarkan hasil penelusuran data dari Dirjen PAS, sejumlah 7.749 PNS dilakukan verifikasi dan validasi. Hasilnya, PNS yang terlibat Tipikor dan putusan pengadilannya sudah inkracht sebanyak 2.674 orang. Dari jumlah itu, PNS yang diberhentikan tidak dengan hormat sejumlah 317 orang, dan yang masih aktif sejumlah 2.357 PNS. “Data ini masih akan terus berkembang sesuai dengan verifikasi dan validasi lanjutan. Untuk meminimalisasi potensi kerugian keuangan negara maka dilakukan pemblokiran data PNS pada data kepegawaian nasional,” imbuh Bima.
Bima menambahkan, pihaknya akan melanjutkan verifikasi dan validasi data yang telah ada maupun data baru yang diterima. Selain itu, juga akan membantu instansi agar masalah ini dapat diselesaikan dengan cepat, dan berharap bahwa masalah ini dapat diselesaikan pada akhir tahun ini.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, pengaturan tentang manajemen kepegawaian pusat dan daerah diatur sepenuhnya dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan aturan turunannya antara lain PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS. Sesuai dengan UU ASN, Kemendagri sebagai koordinator Binwas memberikan dukungan (supporting) kepada Kementerian/LPNK tersebut.
Pemberhentian tidak dengan hormat bagi PNS merupakan sanksi administratif sebagai tindak lanjut dari sanksi pidana. Sesuai dengan ketentuan PP Nomor 48 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pejabat Pemerintahan dan PP Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, pengenaan sanksi administratif didahului dengan pemeriksaan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP). Hasil pemeriksaan APIP menjadi masukan bagi PPK dalam mengambil keputusan untuk mengenakan sanksi administratif kepada ASN.
Penegakan sanksi ini sangat terkait dengan komitmen Kepala Daerah selaku PPK, dan para Sekretaris Daerah selaku Pejabat yang Berwenang (PyB) dalam proses manajemen ASN. Upaya konkret sebagai koordinator binwas umum akan ditegaskan kepada kepala daerah untuk percepatan pemberian sanksi administratif berupa pemberhentian tidak dengan hormat dari PNS terhadap PNS yang telah inkracht Tipikor.
Mendagri mewajibkan kepada pemerintah daerah melalui Inspektorat dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) untuk melaporkan secara berkala dan berjenjang data PNS yang telah inkracht Tipikor. Efektivitas penanganan penyalahgunaan wewenang/korupsi melalui upaya pencegahan harus lebih ditingkatkan oleh APIP di pusat maupun dusat. (byu/HUMAS MENPANRB)