JAKARTA – Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai negeri (PNS). Selain dengan kenaikan gaji yang menyesuaikan inflasi, juga melalui perbaikan struktur penggajian, dan pemberian tunjangan berbasis kinerja.
Tunjangan kinerja, saat ini sudah diberikan terhadap 56 kementerian/lembaga yang telah melaksanakan reformasi birokrasi. “Namun besarannya masih sekitar 40 – 50 persen dari pagu yang ditetapkan,” ujar Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Azwar Abubakar, Senin (18/03).
Seorang pegawai golongan IIIA berada di grade 8, mendapat tunjangan sekitar Rp2,5 juta, ditambah gaji pokok dan tunjangan lain, penghasilannya tidak kurang dari Rp 5 juta. “Saat ini pegawai yang grade di bawah 8 sangat sedikit, karena PNS umumnya lulusan sarjana S1,” ujarnya. Sedangkan grade tertinggi, yakni pejabat eselon I mendapat tunjangan 19 juta lebih. Ditambah dengan tunjangan lain, penghasilannya tidak kurang dari Rp 30 juta sebulan, tambah Menteri.
Diakuinya bahwa pemebrian tunjangan tahap pertama itu belum mencerminkan kinerja PNS, tetapi lebih diarahkan agar PNS membawa pulang penghasilan yang sah. Pasalnya, selama ini PNS yang gajinya kecil tetapi kenyataannya mendapatkan penghasilan tambahan dari berbagai honor. “Dengan adanya tunjangan kinerja sebesar itu, kini berbagai honor yang tidak jelas dihilangkan,” ucapnya.
Selain itu, lanjutnya, setiap kementerian/lembaga juga harus melakukan efisiensi anggaran. Kegiatan-kegiatan yang tidak terlalu penting dan kurang relevan dengan core business instansi dipangkas, seminar-seminar atau konsinyasi, serta perajalanan dinas dikurangi. Dari efisiensi itu digunakan untuk membayar tunjangan kinerja pegawai, sehingga tidak menimbulkan pembengkakan APBN.
Diakui, saat ini sudah ada instansi yang menerima tunjangan kinerja 100 persen, yakni Kementerian Keuangan. Untuk menuju ke sana, kementerian/lembaga lain harus menerapkan indikator kinerja utama (IKU), tidak saja organisasi, tetapi sampai ke individu. “Saat ini K/L yang sudah menerima tunjangan kinerja tengah melakukan assessment, membuat ukuran-ukuran kinerja pegawainya. Di sini, ketentuannya sangat ketat, tidak hanya berdasarkan daftar hadir atau ukuran-ukuran kedisplinan, tetapi lebih pada kinerja,” ujar Menteri Azwar Abubakar.
Sebagai gambaran, seperti yang berlaku di Kementerian Keuangan seorang pegawai golongan IIIA, seperti Gayus Tambunan, bisa mendapat penghasilan sebesar Rp 10 juta. Itu pun kalau target kinerjanya bisa dicapai 100 persen. Namun sebenarya tidak sedikit pegawai di sana yang tidak bisa mencapai angka 100 persen.
Diakui oleh mantan Plt. Gubernur Aceh ini bahwa besarnya gaji bukan jaminan bagi seorang pegawai tidak korupsi. Tetapi bukan berarti semua PNS yang kaya pasti korupsi. Bisa saja dia mendapat warisan dari orang tuanya, atau mempunyai suami/isteri yang kaya, atau mungkin karena dia punya usaha lain. “Semua orang berhak untuk kaya, termasuk PNS,” sergahnya.
Tetapi, Menteri menekankan, PNS yang memiliki kekayaan cukup besar harus dapat menjelaskan dari mana sumber kekayaannya. Karena itu, setiap pegawai harus melaporkan harta kekayaannya kepada KPK, melalui Inspektorat di instansinya masing-masing. “Kalau ada PNS yang kekayaannya tidak wajar, masyarakat boleh curiga, dari mana sumbernya. Jangan sampai PNS memupuk kekayaan dengan menyalahgunakan wewenangnya,” tambah Azwar.
Menjadi PNS itu sebuah pilihan. Ibarat memancing di aquarium, jumlah dan besar ikannya sudah jelas. Jika ingin mendapatkan ikan Paus, jangan memancing di aquarium, tetapi di Lautan karena di sanalah letak ikan-ikan besar. Kalau mau kaya sebaiknya tidak menjadi PNS, tetapi menjadi pengusaha, atau pedagang karena disanalah 90% perputaran rezeki terjadi. (ags/HUMAS MENPANRB)