Menteri Asman memberikan arahan dalam acara studi kelayakan Tipologi Polda Jambi, di Mapolda Jambi, Rabu (09/05).
JAMBI - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Asman Abnur menegaskan, untuk meningkatkan tipologi suatu Polda terdapat beberapa indikator penilaian yang menjadi dasar pertimbangan dalam menyetujui peningkatan tersebut. Salah satu poin terpenting yang perlu mendapat perhatian serius dari Polda yang ingin meningkatkan tipologinya ialah pada sektor perbaikan tata kelola dan penerapan transparansi serta akuntabilitas.
Hal itu ditegaskan Menteri dalam acara studi kelayakan Tipologi Polda Jambi, di Mapolda Jambi, Rabu (09/05). Hadir dalam acara tersebut Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB Rini Widyantini, Deputi Pelayanan Publik Diah Natalisa, Asrena Polri Irjen Bambang Sunarwibowo, Kapolda Jabar Brigjen Pol Muchlis A.S., Wakapolda, Kapolres, PJU Polda Jambi, Plt. Gubernur Jambi Fachrori Umar serta Forkompinda Jambi.
Studi kelayakan ini dilakukan untuk melihat dan mengevaluasi kesiapan dan kondisi secara langsung seluruh jajaran Polda Jambi dalam menghadapi berbagai ancaman dan tantangan tugas ke depan yang semakin berat dan kompleks. Kegiatan untuk memastikan sejauh mana kesiapan dan kelayakan Polda Jambi untuk ditingkatkan menjadi Tipe A.
Seiring dengan penyampaian usul peningkatan tipologi 4 Polda oleh Kapolri, yakni Kalsel, Kalteng, Jambi dan NTB, Kapolri juga mengusulkan penyempurnaan rancangan pedoman pembentukan dan perubahan tipe satuan kewilayahan Polri. Kementerian PANRB bersama Mabes Polri saat ini telah melakukan penyempurnaan pedoman dan kriteria pembentukan dan perubahan tipe kesatuan tersebut.
Selama ini pedoman pembentukan dan perubahan tipe Polda masih mengacu pada Perkap No. 7/ 2014 tentang Pembentukan dan Peningkatan Status Kesatuan Kewilayahan. Indikator penilaian pada Perkap tersebut cenderung bersifat kualitatif dan sulit untuk dilakukan pengukuran secara objektif serta lebih menekankan pada aspek beban kerja bukan kinerja.
Oleh karena itu, pedoman tersebut disempurnakan agar metode penghitungan tidak hanya didasarkan pada penghitungan terhadap beban kerja Polda saja, tetapi juga memperhitungkan capaian kinerja atau kemampuan Polda dalam menyelesaikan beban kerja tersebut. Semakin besar persentase penyelesaian kinerja dibanding beban kerja maka Polda tersebut dinilai memiliki komitmen dan motivasi yang tinggi untuk meningkatkan kinerja dan memperbaiki kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Secara umum, pedoman tersebut akan mengacu pada dimensi dan indikator kriteria yang berkaitan dengan tugas dan fungsi Polri. Dimensi dan indikator Kriteria penilaian tersebut didasarkan pada kondisi demografis, kualitas kinerja, dan kemampuan satuan yang secara keseluruhan berpengaruh pada beban kerja yang didasarkan pada tugas dan fungsi (core business) dan tantangan yang dihadapi Polri saat ini.
Dikatakan, peningkatan tipe Polda, selain berdampak pada penguatan organisasi, sumber daya, personel, dan anggaran, tetapi juga berdampak pada penambahan beban anggaran APBN. Untuk itu peningkatan tipe tersebut harus membawa manfaat yang jauh lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan oleh negara.
Apabila benefit yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan cost yang harus dikeluarkan maka peningkatan tipe Polda dapat dikatakan tidak memberikan konstribusi positif. Untuk itu, peningkatan tipologi hendaknya tidak hanya didasarkan pada pertimbangan peningkatan beban kerja saja. Namun perlu juga melihat sejauh mana capaian penyelesaian kerja yang berhasil dilaksanakan, sejauh mana perbaikan kualitas pelayanan publik, dan bagaimana penerapan SPBE dan WBK WBBM di Polda tersebut. "Inilah yang menjadi keypoints yang menentukan dalam meningkatkan tipologi Polda. Sudah saatnya kita mulai menerapkan organisasi yang berbasis kinerja," tegas Menteri.
Dijelaskan, penerapan transparansi dan akuntabilitas dinilai dari capaian keberhasilan unit kerja dalam mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBK/WBBM). Pada tahun 2017, beberapa unit kerja di institusi Polri telah berhasil meraih predikat WBK dan WBBM. Kementerian PANRB telah menetapkan 12 unit kerja di lingkungan Polri yang mendapatkan penghargaan WBK dan WBBM.
Dari 12 unit organisasi tersebut, terdapat 9 unit kerja yang mendapatkan predikat WBK yakni Direktorat Tindak Pidana Tipikor Bareskrim Polri, Polrestabes Surabaya, Polrestabes Semarang, Polrestabes Medan, Polresta Pekanbaru, Polres Balikpapan, Polres Banjarmasin, Polres Padang, dan Polres Serang. “Sedangkan tiga unit kerja yang mendapat predikat WBBM yakni Polresta Sidoarjo, Polres Jember dan Polres Gresik," imbuhnya.
Seluruh unit kerja pelayanan yang berpredikat WBK dan WBBM tersebut, lanjut Menteri, secara resmi akan menjadi contoh bagi unit kerja lainnya. Selain itu, unit kerja percontohan WBK dan WBBM diharapkan bisa menjaga kepercayaan dengan mempertahankan integritas, memperketat pengawasan, dan selalu menjaga kepercayaan masyarakat.
Predikat WBK/WBBM merupakan penghargaan kepada instansi pemerintah yang telah mencanangkan zona integritas (ZI) untuk mencapai tiga sasaran reformasi birokrasi, yaitu pemerintah yang bersih dan akuntabel, efektif dan efisien, serta pelayanan publik yang berkualitas.
Pada prinsipnya reformasi birokrasi bertujuan mewujudkan pemerintahan yang efektif dan efisien, pemerintahan terbuka berbasis IT, pemerintahan partisipatif dan melayani, dan SDM aparatur yang kompeten dan kompetitif. Sedangkan tujuan akhir yang ingin dicapai dari reformasi birokrasi adalah pemerintahan yang bersih dari KKN, akuntabel dan berkinerja, dan pelayanan publik yang prima.
Dalam konteks kekinian, Polri masih menghadapi banyak tantangan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi baik secara eksternal maupun internal. Secara eksternal Polri saat ini masih berupaya untuk mengatasi tantangan seperti upaya peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja dan citra Polri, peningkatan gangguan keamanan yang ditandai dengan meningkatnya intensitas dan kualitas kejahatan konvensional, kejahatan transnasional, separatisme dan terorisme yang muncul sebagai akibat ketidakpuasan atas kebijakan pemerintah, meningkatnya potensi konflik pasca pilkada.
Selain itu, Polri secara internal masih menghadapi tantangan untuk melakukan reformasi birokrasi agar kinerja Polri dapat meningkat sekaligus mengurangi ketidakpercayaan masyarakat. Salah satu pembenahan internal yang dapat dilakukan oleh Polri dalam jangka pendek adalah mereviu kembali organisasi agar struktur yang dibangun dapat membantu menjawab tantangan tersebut.
Untuk itu, Polri harus selalu mengevaluasi kapasitas kelembagaannya. Percuma apabila suatu organisasi memiliki struktur yang besar, tetapi kapasitas kelembagaannya rendah. Bahkan menjadi sangat tidak bijaksana apabila organisasi besar yang dibiayai dengan APBN tetapi tidak dibarengi dengan kapasitas yang memadai untuk memberikan nilai tambah bagi kemaslahatan publik.
Dalam rangka mereviu kapasitas organisasi, Kapolri pada tanggal 9 Maret 2018 yang lalu telah mengajukan usulan kepada kami untuk peningkatan tipologi Polda Jambi bersama-sama dengan Polda Kalimantan Selatan, Polda Kalimantan Tengah, dan Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk ditingkatkan menjadi Tipe A Bintang Dua.
Peningkatan tipologi itu diusulkan dengan pertimbangan adanya peningkatan beban kerja, penguatan kapasitas organisasi, peningkatan dukungan sumber daya dan personel. Kami pada prinsipnya dapat memahami urgensi tersebut namun sebagai kementerian yang berwenang di bidang kelembagaan kami tentu berkewajiban untuk mengecek, menguji, dan mengevaluasi sejauh mana urgensi tersebut dapat dipertimbangkan.
Penentuan kualitas kinerja Polda dalam penilaian peningkatan tipe Polda selain melihat tugas dan fungsi utama juga akan ditentukan melalui penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektornik (SPBE), indeks pelayanan, dan perbaikan tata kelola.
Di era perkembangan teknologi informasi yang menuntut Pemerintah untuk mengembangkan sistem E-Government dalam melakukan penyelenggaraan pemerintahan maka Pemerintah beserta jajaran instansinya harus mulai mengubah paradigma pelayanan publik yang konservatif menuju kepada paradigma pelayanan publik berbasis elektronik dalam rangka percepatan dan transparansi pelayanan kepada masyarakat.
Untuk itu, Polda selaku instansi pelayanan juga diharapkan mulai meningkatkan kualitas pelayanan yang didukung dengan penerapan sistem pelayanan berbasis elektronik. Tingkat keberhasilan penerapan SPBE ini ke depan akan menjadi salah satu indikator dalam menentukan prestasi dan kinerja Polda yang kemudian dijadikan sebagai bahan penilaian dalam meningkatkan tipe Polda tersebut. Semakin tinggi indeks SPBE maka semakin besar pula peluang Polda tersebut mendapat reward berupa kenaikan tipe.
Menteri menekankan bahwa peningkatan tipe Polda jangan dimaknai sebagai peningkatan kepangkatan saja, tetapi hatus dimaknai sebagai wujud reward atas perbaikan kinerja dan kualitas pelayanan. Oleh karena itu, tipe Polda “tidak tetap” tetapi dapat “berubah naik dan turun” sebagai konsekuensi logis dari hasil evaluasi terhadap tingkat kinerja dan kualitas pelayanan publik. Untuk itu, peningkatan dan penurunan tipe Polda maupun satuan kewilayahan lainnya dapat dijadikan sebagai tools bagi Mabes Polri dalam melakukan control dan supervisi kepada Satuan Kewilayahan.
Dalam kesempatan itu, Menteri PANRB mengharapan kepada institusi Polda Jambi untuk serius dan fokus dalam meningkatkan kinerja dan kualitas pelayanan publik. Tanpa ada keseriusan dan komitmen nyata dari seluruh jajaran Polda Jambi maka peningkatan kinerja dan kualitas pelayanan akan tidak tercapai secara optimal. Pada gilirannya juga akan berimplikasi pada kesiapan dan kelayakan Polda Jambi untuk mendapat reward berupa kenaikan tipe. "Untuk itu, kami mendorong agar momentum pengajuan usul peningkatan Polda Jambi menjadi Polda Tipe A dimaknai sebagai starting point dalam meningkatkan kinerja dan mengembangkan inovasi pelayanan yang mengedepankan pemanfaatan teknologi informasi," tegasnya. (HUMAS MENPANRB)