Pin It

banyuwangi

Banyuwangi, Jawa Timur, menduduki peringkat ke-11 dari daftar 50 kabupaten/kota terkaya se-Indonesia tahun 2012 atau  nomor dua terkaya di tingkat Jawa Timur, setelah Kota Surabaya yang menduduki peringkat ke-2 kabupaten/kota terkaya versi Warta Ekonomi. 

Sebanyak 11 kabupaten/kota terkaya versi Warta Ekonomi yakni peringkat pertama diraih Kabupaten Kutai Kartanegara, Surabaya, Kota Bandung, Siak, Bogor, Medan, Kutai Timur, Bengkalis, Kabupaten Bandung, Muara Enim, dan Kabupaten Banyuwangi. Definisi kabupaten/kota terkaya versi Warta Ekonomi adalah daerah yang memiliki pendapatan daerah yang tinggi dengan didukung oleh daya tarik investasi yang tinggi, infrastruktur daerah yang lengkap, dan kualitas masyarakatnya.

Bupati Abdullah Azwar Anas membeberkan  tujuh daya pemikat investor. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat. Pada 2012, pertumbuhan ekonomi di Banyuwangi mencapai 7,18 persen. "Level pertumbuhan ini berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,2 persen," tuturnya.

Kedua, kondusifitas iklim perbankan yang menunjukkan geliat nyata perekonomian lokal di Banyuwangi. Simpanan masyarakat (dana pihak ketiga) pada 2012 di perbankan Banyuwangi mengalami peningkatan 23,5 persen atau Rp 4,2 triliun (data BI). Hal ini melampaui pertumbuhan rata-rata seluruh kota/kabupaten di Jawa Timur yang berkisar 16 persen. Sedangkan penyaluran kredit di Banyuwangi meningkat 18,5 persen atau Rp 5,7 triliun. Kondisi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa kota/ kabupaten di Jatim lainnya.

Ketiga, Banyuwangi memiliki keunggulan lokasional berupa pertumbuhan ekonomi yang tinggi, inflasi terkelola, SDM memadai, jalur dan akses mudah dijangkau, serta sumber daya alam (SDA) melimpah. "Potensi komoditas hulu kami terbentang dari sektor pertanian, perkebunan, hingga sektor energi dan pertambangan," kata Anas. 

Keempat, pembangunan infrastruktur yang masif. Diantaranya, pengembangan Bandara Blimbingsari dari runway sebelumnya sepanjang 1.400 meter, kini menjadi 1.800 meter. Juga revitalisasi Pelabuhan Tanjungwangi yang kedalamannya murni buatan alam, bisa menjadi tumpuan di kawasan timur Pulau Jawa di tengah kondisi Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya yang sudah kelebihan kapasitas. "Keberadaan Pelabuhan Tanjungwangi yang representatif akan membuat investor nyaman, karena ada jaminan kelancaran arus distribusi. Baik untuk pasokan bahan baku maupun barang jadi," tuturnya.

Kelima, penyiapan sumber daya manusia (SDM) untuk menunjang industrialisasi. Seperti berdirinya Politeknik Negeri Banyuwangi dengan berbagai jurusan seperti Teknik Sipil, informatika, maupun mesin. Banyuwangi juga mengembangkan SMK-SMK unggulan dan memberikan beasiswa untuk mahasiswa dalam program 'Banyuwangi Cerdas'. "Secara kualitas, SDM di Banyuwangi akan terus meningkat. Sehingga bisa menunjang pengembangan dunia usaha," ujarnya.

Keenam, standarisasi regulasi dan perizinan investasi. Melalui Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) yang modern dan menggunakan sistem online, memudahkan investor untuk menanamkan modalnya di Banyuwangi. Bahkan, ada tim khusus dari Pemkab Banyuwangi yang melayani antar jemput calon investor tentang proses pengurusan perizinannya hingga tingkat instansi vertikal.

Ketujuh, di Banyuwangi juga telah disiapkan sekitar 2.000 hektar lahan untuk kawasan industri terpadu, yang akan menjadi industri baru di kawasan timur Pulau Jawa. Kawasan industri yang representatif, memungkinkan investor membangun basis produksi dan distribusi baru, guna membidik pasar Indonesia bagian timur.

Jangan bangun mall

Selain tujuh daya pikat tersebut, ada satu kebijakan yang ‘tidak ramah’, khususnya bagi investor pusat perbelanjaan.  Bagi pengusaha yang ingin membangun mal di Kabupaten Banyuwangi sebaiknya mengurungkan niatnya. Pasalnya, Bupati Abdullah Azwar Anas dipastikan tidak akan menerbitkan izin. Sebab Banyuwangi lebih membutuhkan investor yang tertarik menanamkan duitnya untuk hotel bintang 3 ataupun 4.

Azwar Anas menyatakan izin untuk mal akan diberikan bila Indeks Prestasi Manusia (IPM) di Banyuwangi lebih dari 7,6. "Jika IPM sudah lebih 7,6, silahkan bangun mal di sini," kata Azwar Anas yang mengaku banyak belajar menata kota dari luar negeri itu.

Kebijakannya yang keras itu kata Azwar Anas bukan sebagai kebijakan yang anti investasi untuk perkembangan daerahnya. "Saya melakukan semua itu untuk melindungi warga Banyuwangi. Bahkan PNS di sini saya larang keras untuk menyajikan buah-buah impor di setiap kegiatan. Menjenguk orang sakit kalau bawa buah ya wajib buah lokal," tandasnya.


Cetak   E-mail