Pin It

surakarta

Hampir setahun Solo ditinggal Jokowi yang terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta. Namun Pemerintah Kota Surakarta yang kini dipimpin FX. Rudyanto, tetap berkomitmen untuk menerapkan kebijakan yang dikenal dengan ‘nguwongke uwong’ (memanusiakan manusia), yang dikemas dalam 3W, yakni waras (sehat), wasis (pinter) dan wareg (kenyang). 

Konsep yang sejak tahun 2005 diusung pasangan Jokowi – Rudy, tetap menjadi komitmen Pemkot Surakarta. Namun setelah keduanya berhasil memenangi pemilukada periode kedua, Solo seakan kehilangan Jokowi. “Tapi kami tidak boleh hanya berdiam diri. Menjadi wakil atau walikota, saya tetap bekerja untuk melayani rakyat. Saya tetap konsisten dengan konsep 3W,” ujar FX. Rudyanto di Loji Gandrung, rumah dinas Walikota Solo, Senin (29/07). 

Rudyanto yang sejak tahun 2005 menjadi Wakil Walikota Solo, bukanlah sosok yang asing di Kota Solo. Namun sebagai orang nomor dua, peran yang dimainkan memang kurang tampak ke permukaan. Namun sebenarnya tidak sedikit peran yang diembannya. Ibarat bermain bola, Rudy yang mencari bola, kemudian mengoceknya, lalu memberikan umpan kepada Jokowi untuk ditendang ke gawang menjadi gol. 

Sebagai orang lapangan, Rudy selalu berhubungan dengan warga masyarakat di segala lapisan. Tukang becak, pedagang kaki lima (PKL), sopir taksi, LSM, politisi, tukang parkir, sampai ke jajaran birokrat hampir semuanya dikenalnya. Rudy selalu dekat dengan rakyat, dan menjadi bagian dari mereka. 

Pria kelahiran 13 Februari 1960 ini mengaku sewaktu kecil telah merasakan pahitnya menjalani kehidupan. “Ayah saya meninggal saat umur saya enam tahun. Ibu saya membesarkan saya dan saudara-saudara dengan gaji pensiunan janda,” kisahnya. 

Kenyataan itu telah menempa seorang Rudy untuk selalu berbuat kebaikan, terutama bagi rakyat kecil, yang mengilhami lahirnya konsep 3W. Pergaulannya yang luas mendorong Rudy untuk terjun ke dunia politik, yang mengantarkannya menjadi anggota DPRD Kota Solo. Namun hal itu tidak lama, karena pada tahun 2005 Rudy mendampingi Jokowi memenangi pemilukada. Keduanya sepakat mengusung konsep 3W dalam membangun Kota Solo. 

Mulai dari mendengar 

Salah satu peristiwa yang sangat monumental adalah peristiwa relokasi pedagang kaki lima ke pasar Klithikan Notoharjo tahun 2006. Peristiwa yang menjadi pusat perhatian dunia ini tidak lepas dari peran seorang Rudyanto yang saat itu masih berposisi sebagai Wakil Walikota. 

Di lingkungan perkoptaan, keberadaan pedagang kaki lima (PKL) merupakan gejala umum. Di satu sisi, hal itu merupakan gantungan hidup, tetapi di pihak lain PKL sering dicap sebagai biang ketidak tertiban kota. Pasalnya, mereka berjualan di tempat-tempat yang tidak semestinya, seperti pinggir-pinggir jalan, tempat-tempat umum yang ramai dikunjungi orang, sehingga mengganggu ketertiban. Penataan PKL di banyak daerah, selalu mengundang timbulnya persoalan baru. Pasalnya, perlakuaan terhadap PKL sering kurang simpatik. Mereka digusur, diusir tanpa ada solusi. 

Hal inilah yang menjadi perhatian dari pimpinan Pemkot Solo. Kota menjadi tertib, tetapi PKL tetap bisa berdagang. Jawabannya, relokasi. Persoalannya, relokasi sering tidak menyelesaikan masalah, karena di tempat yang baru para PKL tidak bisa berdagang dengan baik, dan tidak ada pembelinya.

Berangkat dari persoalan yang umum terjadi itu, Rudy mencoba mendengarkan keluhan dan keinginan dari para PKL yang sering mangkal di sekitar Monumen 45. Tidak saja di lapangan, tetapi berkali-kali mereka dihadirkan ke Loji Gandrung untuk makan siang bersama, dan berdialog dari hati ke hati. 

Dari hasil dialog dengan para PKL, Rudy merekam banyak hal yang menjadi akar permasalahan bila mereka direlokasi ke tempat baru. Apakah harus membayar, apakah nanti dagangannya laku, dan lain-lain. Akhirnya, salah satu kompromi yang disepakati, Pemkot membuka rute angkutan kota ke Notoharjo. 

Delapan tahun sudah peristiwa boyongan PKL dengan gelar budaya itu berlalu. Kalau tidak membawa manfaat, tentu saat ini pasar itu sudah kosong ditinggalkan oleh para pedagang. Tapi kenyataan di lapangan, pasar seluas 2 ha itu dipenuhi oleh lebih dari seribu Pedagang Kreatif Solo (PKL). Masing-masing sudah memiliki pelanggan, yang tidak saja datang dari Solo, tetapi dari daerah sekitar kota batik itu. “Bahkan ada yang dari Yogya, Semarang dan lain-lain. Pada hari libur, pasar Notoharjo selalu ramai,” tambah Walikota.

Sebagai gambaran, pada tahun-tahun pemasukan daerah dari retribusi baru sekitar Rp155 juta. “Tahun 2012 sudah sekitar satu miliar rupiah,” tambahnya. Ini menunjukkan bahwa relokasi yang dilakukan secara terkoordinasi dan terintegrasi memberikan manfaat yang sangat baik. PKL yang dulu berada di pinggir jalan, kini menempati kios, dan pelanggan pun nyaman.

Satu hal yang menjadi daya tarik pelanggandi Notoharjo, onderdil/sparepart yang sudah divonis harus ganti onderdil, ternyata bisa diperbaiki. Jadi pemilik kendaraan setidaknya dapat menunda pembelian onderdil baru, baik kendaraan roda empat, roda dua, peralatan elektronik dan sebagainya. 

Kasubag Perencanaan Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta, Erni Susiatun mengatakan, jumlah PKL di pasar Notoharjo saat ini sebanyak 1.017. Sebanyak 100 berdagang alat mobil dan asesoris mobil, 251 alat/asesoris motor, 147 PKL berdagang elektronik. Ada juga yang berdagang pakaian, makanan/miniman, ban, alat pertanian diesel, HP, alat bangunan, barang antik, jasa las, pengecatan, barang bekas, aki dan lain-lain.

Bukan ke Notohajo saja PKL direlokasi. Pasar Gading juga menjadi tujuan relokasi sejumlah pedagang. Pasar tradisional yang dibangun menjadi dua lantai itu, lanai dasar diperuntukkan bagi para pedagang yang sebelumnya sudah berjualan di pasar Gading, dan lantai dua untuk menampung sekitar 100 pedagang pakaian bekas yang sebelumnya bertebaran di pinggir-pinggir jalan.

Sinem (57), pedagang bumbu yang sejak 25 tahun berdagang di Pasar Gading menyatakan kegembiraannya. “Sakniki kulo tambah krasan dagang wonten riki,” (sekarang saya makin kerasan berjualan di sini), ujarnya. Betapa tidak, tempatnya bersih, tidak kehujanan dan kepanasan, dan pelanggan pun makin banyak. Sama seperti sebelumnya, mbok Sinem yang sebagian rambutnya sudah beruban itu hanya membayar uang ‘sapon’ (retribusi kebersihan) Rp 500 per hari.

Hal lain, Pemkot Solo juga merelokasi pedagang makanan-minuman (kuliner) ke dekat stadion Manahan Manahan, sehingga lokasi itu menjadi kawasan wisata kuliner. Bahkan ada shelter yang dibangun dari dana Community Social Responsibility (CSR) sebuah perusahaan minuman. “Tahun 2012 mereka membangun shelter itu untuk ditempati 40 pedagang. Kami juga membangun 41 shelter, sehingga menambah shelter yang sudah ada sebelumnya,” tambah Erni Susiatun.

Menurut Erni Susiatun, Pemkot Solo memang berusaha merelokasi PKL sesuai dengan jenis dagangannya. Kuliner dengan kuliner, klithikan dengan klithikan, dan sebagainya. Penataan PKL dari tahun 2012 hingga saat ini dilakukan antara lain dengan pembangunan shelter Silir untuk 96 PKL, pembangunan shelter PKL Jl. Menteri Supeno sebanyak untuk 41, dan pengadaan gerobag stainless steel bagi 27 PKL.

Perhatian Pemkot Surakarta dalam peningkatan ekonomi, antara lain diwujudkan dalam pembangunan sejumlah pasar tradisional menjadi lebih manusiawi.


Cetak   E-mail