Jum’at pagi, pukul 7.30 dari kantor Bupati Demak terdengar alunan lagu Padamu Negeri. Kumandang lagu perjuangan itu sebagai tanda apel pagi akan segera dimulai. Benar saja, tidak lama para pegawai berlarian menuju halaman kantor Bupati, berbaris membentuk kelompok sesuai bagian masing-masing, dipimpin oleh pejabat bagian tersebut. Setiap pejabat menyiapkan barisan, kemudian melaporkan kehadiran staf di bagian masing-masing.
Apel Jum’at pagi itu tidak berlangsung lama. Tidak ada arahan apapun dari pembina apel pagi, kecuali para pegawai diminta segera menuju ke Masjid Agung Sunan Kalijaga.
Ada apa disana ? Ternyata sudah menjadi program Bupati Moh.Dahrin, bahwa setiap Jum’at minggu pertama, seluruh pegawai diwajibkan hadir untuk mengikuti siraman rohani sebagai pembinaan mental bagi seluruh pegawai negeri di lingkungan Pemkab. Demak. Kala itu Jum’at 5 Juli 2013, siraman rohani diisi ceramah dari seorang motivator sekaligus Ustadz Noval dari ESQ Cabang Semarang.
Ruang depan Masjid Agung Sunan Kalijaga penuh. Tidak kurang dari 2.000 orang, terdiri dari pegawai negeri dan warga masyarakat memenuhi ruangan. Mereka berbaur, termasuk Bupati HM Dachirin, yang menggunakan baju koko warna putih.
Bupati Demak H.M. Dachirin mengatakan, program pembinaan mental ini dilakukan setiap Jum’at minggu pertama, dan wajib diikuti oleh seluruh pegawai. “Kita membangun PNS di Demak ini dengan pendekatan keagamaan. Hal ini sejalan dengan keberadaan Demak sebagai Kota Wali,” ujarnya. Program ini merupakan bagian dari pengembangan budaya kerja Pemkab. Demak dalam membangun budaya kerja dengan pendekatan akhlakul karimah.
Empat hari Jumat dalam sebulan terisi penuh. Minggu kedua adalah Jum’at Sehat; Minggu ketiga adalah Jum’at Taman, dan minggu keempat adalah Jum’at Bersih dan Evaluasi. “Program ini harus dilakukan oleh seluruh jajaran Pemkab. Demak sampai ke Desa/ Kelurahan. Dan ini sudah berjalan cukup baik,” tambah Dachirin.
Reformasi Birokrasi Kabupaten Demak
Terlambat, malas, mbolos, kerja tanpa program dan lain-lain merupakan penyakit birokrasi yang sulit dipecahkan. Meski sanksi telah diterapkan, tetapi hal itu tampaknya belum ampuh, untuk mengubah budaya kerja pegawai. Sebuah terobosan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Demak sejak tahun 2009 lalu dengan menerapkan 10 budaya malu.
Tidak main-main, terobosan ini diperkuat dengan Peraturan Bupati No. 23 tahun 2009 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur di Lingkungan Pemkab. Demak, dan ditindaklanjuti dengan pembentukan Tim Pengembangan Budaya Kerja berdasarkan Keputusan Bupati No.061/481 /2009. Untuk menggairahkan para pegawai, diterbitkanlah Peraturan Bupati tentang Tambahan Penghasilan, sebagai bentuk penghargaan dan sanksi.
Agar program tersebut berhasil, diciptakan program-program pendukungnya, seperti pemilihan role model (teladan), forum budaya kerja, program peningkatan disiplin dan profesionalisme, peningkatan akhlak, semangat dan motivasi kerja, dan peningkatan pelayanan publik.
10 Budaya Malu itu disosialisasikan melalui pembinaan teknik (Bintek) kepada kelompok kerja budaya kerja, yang berlanjut dengan sosialisasi kepada PNS di seluruh SKPD. Penerapan budaya malu diikuti dengan inspeksi ke SKPD, penetapan Tupoksi untuk Jabatan fungsional umum, fasilitasi dan monitoring, mindshifting. penyusunan SOP, Standar Pelayanan Publik, dan sikap pelayanan 3-S (Senyum, Salam dan Sapa).
Bupati Demak H.M. Dachirin Said mengatakan, pengembangan budaya kerja aparatur di Kabupaten Demak bertujuan untuk mewujudkan karakter aparatur yang berakhlak mulia, beretika, berdisiplin, bertanggungjawab, produktif dan professional, menciptakan lingkungan kerja yang mendukung peningkatan kinerja. “Selain itu untuk meningkatkan citra aparatur dalam mengubah pola pikir, pola sikap dan pola tindak, membangun karakter jati diri aparatur pemerintah sebagai pelayan masyarakat,” ujarnya.
Keinginan Pemkab Demak untuk memiliki dan mengembangkan budaya kerja yang memiliki karakter yang lebih agamis, sangat beralasan mengingat daerah ini dikenal sebagi Kota Wali (Sunan Kalijogo). Melalui pengembangan budaya. Kerja unggul ini, diharapkan para pegawai memperoleh kesempatan untuk berperan, berprestasi, aktualisasi, lebih memahami hidup dan pengabdiannya sebagai pegawai Pemkab. Demak.
Melalui pengembangan budaya kerja ini bagi instansi diharapkan dapat meningkatkan kerjasama, mengefektifkan koordinasi, integrasi, memperlancar komunikasi dan kerja sama. Dan bagi pemerintah daerah meningkatkan kinerja aparaturnya dalam penyelenggaraan pemerintah, pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Adapun fokus nilai budaya kerja Aparatur Pemerintah Kab. Demak dirumuskan dengan sebutan “PASTI”, yang semula merupakan kependekan dari : profesionalisme, akhlak, semangat, motivasi dan ikhlas. Namun pada pada tahun 2013, pengertian berubah menjadi lebih terukur yakni : Profesionalisme, Akuntabel, Semangat, Tidak Diskriminatif, dan Integritas”.
Role Model, Dipilih dari dan oleh Pegawai
Salah satu faktor penting penentu keberhasilan pengembangan budaya kerja dalam lingkungan suatu organisasi adalah adanya keteladanan dari pimpinan. Pimpinan organisasi mempunyai lingkar pengaruh yang luas, sehingga perilaku pimpinan akan menjadi contoh bagi para bawahan untuk bertindak dan berperilaku.
Perilaku pimpinan yang baik, sesuai dengan nilai-nilai yang dianut organisasi akan memudahkan usaha untuk mengubah perilaku bawahannya. Dengan demikian, keteladanan merupakan faktor kunci keberhasilan dalam menanamkan nilai-nilai.
Untuk menanamkan nilai-nilai yang dianut sehingga terintegrasi dan tercermin dalam setiap operasionalisasi kegiatan organisasi serta perilaku setiap anggota organisasi bukanlah hal yang mudah. Perlu suatu aksi nyata yang diimplementasikan dengan komitmen penuh agar penanaman nilai-nilai tersebut berhasil diwujudkan.
Suatu aksi nyata yang digagas adalah “Role Model”. Menurut Britannica Encyclopedia, pengertian role model adalah: “a person whose behavior in a particular role is imitated by others”. Dalam hal ini, yang menjadi role model adalah pejabat atau pimpinan yang selalu mempromosikan dan menjalankan keteladanan berperilaku atas peran tertentu dalam setiap kesempatan yang memungkinkan di lingkungan organisasi bersangkutan dan dijadikan contoh oleh pegawai bawahannya.
Kepala Bagian Organisasi dan Kepegawai Pemkab. Demak, Anjar mengungkapkan bahwa, cara pemilihan role model yaitu dengan mekanisme pemilihan langsung oleh para pegawai. Dalam pemilihan role mode lebih dahulu ditetapkan kriterianya, setelah itu setiap pegawai boleh menunjuk siapa saja yang dianggap menjadi teladan.
Caranya, setiap pegawai mengisi formulir yang sudah disediakan dan memasukannya ke kotak yang telah disediakan. Selesai pemilihan, kotak dibuka, dan diumumkan siapa yang menjadi role model. Setelah terpilih ditetapkan dengan surat keputusan bupati. “Seseorang bisa saja menjadi role model untuk 2 jenis, misalnya bidang kedisiplinan dan bidang masalah kinerja,” ucap Anjar.
5 Masalah
Bukan tanpa alasan, Pemkab Demak focus pada pengembangan budaya kerja. Setidaknya ada 5 masalah yang menjadi sebab masih rendahnya kinerja pegawai, yaitu disiplin, rendahnya inisiatif dan semangat kerja, belum dilaksanakannya sanksi secara konsisten dan tegas; pencapaian kinerja yang belum maksimal, dan kurangnya penguasaan teknologi informasi. Hal itu dilatarbelakangi oleh kurangnya keteladanan, komunikasi, beban kerja yang tidak merata, pengawasan, keberanian pejabat struktural, belum adanya sistem evaluasi kinerja, dan kepedulian yang rendah.
Untuk mengetahui sejauh mana implementasi pengembangan budaya kerja itu berjalan atau tidak di lapangan, Pemkab Demak telah membuat instrumen penilaian. Menurut Kepala Bagian Organisasi dan Kepegawaian Pemkab Demak, Anjar, instrumen itu meliputi motto unit kerja dalam pelayanan, komitmen pimpinan, uraian mengenai rencana pelaksanaan budaya kerja, dan bagaimana pemecahan masalah-masalah yang timbul dalam membangun budaya kerja yang unggul. “Setiap saat harus ada evaluasi baik harian maupun per bulan,” ujarnya.
Setelah masing masing memiliki rencana kerja, harus diikuti dengan implementasinya. Mulai dari penanaman etika, peningkaan disiplin, pelaksanaan program Total Quality Control , pelaksanaan program kebersamaan dan kesejahteraan, dan penciptaan mekanisme monitoring. Sebulan sekali bupati melakukan dialog secara terbuka dengan para pegawai. Hal ini dilakukan secara rutin, bergilir dari SKPD yang satu ke SKPD yang lainnya. “Bupati juga sering melakukan inspeksi secara mendadak, melihat disiplin para pegawai, termasuk dalam pelayanan kepada masyarakat,” tuturnya.
Supaya program ini berjalan efektif, dilakukan penilaian dan pemeringkatan dari nomor satu hingga yang paling bawah. Penilaian dilakukan oleh Tim Budaya Kerja Aparatur Kabupaten Demak.