di ANRI Semuanya Palsu
JAKARTA (Suara Karya): Empat versi Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang disimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) semuanya palsu atau tidak orisinal.
Hal itu ditegaskan mantan Kepala ANRI M Asichin ketika menjadi pembicara dalam Workshop Pengujian Autentikasi Arsip yang diselenggarakan ANRI di Jakarta, Selasa (21/5). Ia menegaskan itu kembali ketika diwawancarai wartawan usai menjadi pembicara di lokakarya itu. Asichin menjelaskan, empat versi Supersemar itu berasal dari tiga instansi, yakni Pusat Penerangan (Puspen) TNI AD, Sekretariat Negara (Setneg), dan dari Akademi Kebangsaan.
Dari Puspen TNI AD dan Akademi Kebangsaan masing-masing satu versi satu lembar. Sedangkan dari Setneg ada dua versi, yakni Setneg versi satu lembar dan Setneg versi dua lembar. "Dari bantuan pemeriksaan laboratorium forensik (Labfor) Mabes Polri, semuanya dinyatakan belum ada yang orisinal, belum ada yang autentik," kata Asichin.
"Jadi, dari segi histori, perlu dicari terus di mana Supersemar yang asli itu berada. Dan, tim penelusur harus terus dijalankan," kata Asichin yang kini akan menjadi dosen di Institut Ilmu Pemerintahan (IIP). Supersemar dikeluarkan Presiden Soekarno tanggal 12 Maret 1966. Satu pendapat menyebutkan Supersemar merupakan surat kuasa peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto. Namun, pendapat lain tidak begitu, yakni hanya menyebutkan perintah kepada Soeharto mengamankan keluarga besar Soekarno.
Asichin dalam wawancara dengan wartawan kembali menegaskan bahwa empat versi Supersemar yang ada di ANRI semuanya tidak ada yang asli. "Kita sudah uji forensik di Mabes Polri. Hasilnya menyatakan dokumen-dokumen itu hasil produk cetak, baik berupa tulisannya maupun lambang garuda, termasuk tanda tangannya bukan merupakan tarikan langsung. Semuanya merupakan produk cetak. Jadi, sampai sekarang dokumen Supersemar yang asli belum ketemu, katanya. Ketika ditanyakan lebih mendetail apakah keempat versi Supersemar itu sengaja dipalsukan, Asichin tidak mau menyebutkan hal itu sebagai pemalsuan. "Saya tidak menyebutkan itu pemalsuan. Pertanyaannya, apakah Supersemar itu dihilangkan atau hilang, saya tidak tahu persis. Tapi, itu semuanya palsu atau tidak asli," katanya.
Dari Supersemar versi Puspen TNI AD sendiri tanpa pemeriksaan dari Labfor sudah diketahui bukan naskah asli. "Supersemar versi TNI AD itu sudah dibuat dengan teknologi mesin komputer. Padahal, tahun 1966 belum digunakan mesin komputer. Masih menggunakan mesin ketik manual. Berarti dokumen itu palsu, dibuat setelah tahun 1970-an. Karena, otomasi masuk Indonesia tahun 1970-an," katanya. Memang Ada Ketika ditanyakan kembali apakah Supersemar itu memang benar ada, M Asichin menyatakan ada. "Dalam kapasitas pribadi, insya Allah, saya katakan ada," katanya. Ia menyatakan ada berdasarkan pernyataan Presiden Soekarno ketika menyampaikan pidato tanggal 17 Agustus 1965. Saat itu Bung Karno menyebutkan bahwa SP 11 Maret bukan transfer of authority.
Itu merupakan pengamanan ajaran pemimpin besar revolusi dan juga pengamanan keluarga besar pemimpin revolusi. Bukti lainnya adalah dari wawancara sejarah lisan yang dilakukan ANRI tanggal 20 April 2008 terhadap Moerdiono (mantan Menteri Sekretariat Negara). Moerdiono menyatakan pernah melihat Supersemar. "Pak Moerdiono mengatakan Supersemar yang asli itu terdiri dari dua lembar," kata Asichin.
Sekarang ini, menurut Asichin, persoalannya autentik atau tidak, sudah tidak memiliki implikasi politik apa-apa lagi karena sudah merupakan sejarah masa lalu. Saksi sejarah pembawa Supersemar sudah meninggal semua, yakni Jenderal Yusuf, Basoeki Rachmat, dan Amir Machmud. "Saya usulkan melakukan wawancara dari keluarga pemberi dan penerima Supersemar yang kini masih ada. Dari keluarga pemberi, misalnya, dengan Ibu Megawati. Sementara dari keluarga penerima adalah dengan Mbak Tutut," katanya. (Dwi Putro AA)
Sumber: http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=327126