JAKARTA (Suara Karya): RUU Aparatur Sipil Negara (ASN) dinilai akan mampu memangkas kerumitan birokrasi yang ada sekarang ini. Dengan hadirnya undang-undang tersebut diharapkan tidak ada lagi birokrasi yang rumit, terkooptasi dan terhegemoni kekuasaan politik tertentu, tertutup, lambat, dan penuh KKN.
Demikian yang mengemuka dalam diskusi Forum Lesislasi dengan tema 'RUU Aparatur Sipil Negara (ASN)' bersama Ketua Komisi II DPR RI Agun Gunandjar Sudarsa, Sekretaris Kemenpan Tasdik Kinanto dan pengamat kebijakan publik Andrinof A. Chaniago di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (21/5). Agun mengatakan bahwa RUU ASN ini merupakan kunci untuk menjalankan pemerintahan yang efektif, akuntabel, transparan, kompeten, dan bertanggung jawab. "Saya yakin ke depan akan menghasilkan pemerintahan yang lebih baik dan birokrasi, yang lebih efektif, efisien, akuntabel, Korpri atau PNS tetap independen, netral dalam politik," kata Agun.
Agun menilai problem utama tata kelola keuangan negara ini ada di kementerian keuangan. Karena itu RUU ASN diharapkan bisa dan membangun politik anggaran yang pro rakyat. Jangan terlalu berharap dengan situasi sekarang ini. "Dana transfer ke daerah yang mencapai Rp 580 triliun sesuai dengan UU no. 32/2004 tentang otonomi daerah ternyata tidak berdampak apa-apa, karena tetap saja banyak dibelanjakan ke Jakarta," ungkapnya. Dana transfer yang dimaksud Agun, adalah Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). "Lihat saja, bagaimana para bupati/walikota berusaha mencairkan DAK ke Jakarta, mereka menginap di hotel-hotel Jakarta.
Jadi wajar tidak ada pertumbuhan di daerah," terangnya. Ketua DPP Partai Golkar mengatakan, jika politik anggaran tetap seperti selama ini maka bagaimana pun tak akan berkorelasi dengan kesejahteraan rakyat. Kedua, adalah masalah kepemimpinan atau leadership, di mana setiap pemimpin dari pusat dan daerah itu harus memahami tata kelola negara. "Dari menteri yang ada sekarang hanya sekitar 10 persen yang memahami tata kelola negara. Menkeu pun tak paham bagaimana mengatur APBN Rp 1.600 triliun itu.
Untuk itulah lahir RUU ASN ini," ujar Agun. Menurut Tasdik, RUU ini akan membawa perubahan mendasar menyangkut dua hal; yaitu kebiasaan-kebiasaan kerja yang tak produktif, buruk, dan berjalan di tempat, dan kedua terkait perbaikan sistem. "Tujuan yang akan dicapai adalah mewujudkan birokrasi yang profesional, kompeten, berintegritas, memberikan pelayanan terbaik pada rakyat, dan bagaimana sistem ini mendudukkan orang secara obyektif sesuai kompetensinya," kata Tasdik.
Andrinof menegaskan jika dengan pemilu berbiaya tinggi dan suburnya politik dinasti sekarang ini, maka akan menyuburkan rekruitmen pegawai negeri sipil atau PNS bermotive politik atau KKN. Karena itu, kalau ingin mewujudkan birokrasi pemerintahan yang efektif, akuntabel, efisien, taransparan, dan bertanggung jawab, maka proses rekruitmen pegawai itu harus diperbaiki.
"Birokrasi itu tak bisa diperbaiki dengan tingginya gaji, remunerasi, dan sebagainya. Apalagi proses rekruitmen pegawai selama ini memang tidak melalui mekanisme yang transparan, tidak kompeten, juga tak akuntabel, sehingga kata Menpan Abu Bakar, pegawai yang kompeten hanya 5 persen. Itu kan sangat memprihatinkan," kata Andrinof.
Selain itu lanjut Andrinof, konsekuensinya jika berniat memperbaiki mekanisme rekruitmen yang transparan, maka sumber-sumber rekruitmen yang lain seperti sekolah-sekolah pemerintahan dan kedinasan, yang selama ini dijamin kelulusannya sebagai PNS, semua itu harus diatur dengan matang. "Kalau tidak, maka pegawai itu malah membuat geng-geng di birokrasi," ujarnya. (Rully/Kartoyo DS)
Sumber: http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=327071